26. BERTAHAN DI ANTARA SESUATU YANG (TIDAK) TERLIHAT (1)

4.8K 478 71
                                    

Malam, Dears! ^^

Tiga hari libur, ada yang kangen Aira? Atau kangen Hara?

Well, langsung saja, ya!

Budayakan vote sebelum baca,
Dan komentar di akhir cerita.

Komentar yang banyak sangat dianjurkan biar segera update.

Bab selanjutnya akan Hara update setelah 43K viewers. Kecuali, Hara khilaf.

Typo, bilang!

Happy reading!

***


"Berdasarkan analisis dokter, Keysha terkena demam berdarah. Hasil labnya sudah keluar satu jam yang lalu. Trombositnya sangat rendah dan sempat mengalami pendarahan. Jadi, dokter segera mengambil tindakan tranfusi sampai pendarahan berhenti. Sekarang saya akan menghentikan tranfusinya karena Keysha sudah tidak mengalami pendarahan. Cuma demamnya mungkin masih akan naik turun selama masa penyembuhan," jelas Ayu.

Evan mengangguk paham. "Silakan lakukan, Suster. Tolong hati-hati. Keysha tidak tahan sakit."

Ayu pun melangkah ragu ketika hendak melewati Ardi yang terus menyorotinya. Dari balik bulu matanya, dia sempat melirik pria itu. Entah kenapa dia merasa sangat gugup. Apalagi saat dia harus melewati seorang wanita yang terlihat bingung dan linglung agar sampai di sisi lain brankar. Mengabaikan suasana aneh yang melingkupi, Ayu segera melakukan tugasnya dengan baik di bawah pandangan Evan yang tak pernah lepas.

Berbeda dengan Aira yang masih belum mampu mencerna situasi, dia hanya bisa mematung. Di kepalanya sudah berdengung banyak pertanyaan. Tentang Evan dan bayi perempuan. Tentang Ardi dan Ayu yang tengah berada dalam satu ruangan. Dan tentang alasan dirinya yang masih berdiri berteman lamunan.

Aira lantas tersentak kala ponselnya berdering. Sejak tadi, dia sudah menyerah menghubungi Dania untuk meminta penjelasan. Sekarang, kakaknya itu menelepon balik seakan-akan memberi dia alasan untuk segera hengkang. Refleks, Aira langsung mengangkat panggilan tersebut sembari berjalan keluar.

"Aira, kamu di mana sekarang?" sapa Dania begitu panggilannya tersambung.

Aira belum menemukan suaranya. Alih-alih menjawab, dia mempercepat langkah. Baru setelah berada di balik pintu, dia bertanya, "Apa semua ini, Kak?"

"Maaf, Ra. Menjelang subuh, demam Caca semakin tinggi. Dia kejang dan mimisan. Kakak panik. Jadi, Kakak segera bawa dia ke rumah sakit. Mas Haikal tadinya mau antar Kakak, tapi kami tidak mungkin bawa Hamas ke rumah sakit. Jadi, Hamas Kakak tinggal sama Mas Haikal di rumah. Cuma ...." Dania mengosongkan paru-parunya sejenak. Dia ditampar oleh rasa bersalah karena melupakan perasaan Aira ketika meminta bantuan. Sungguh, dia benar-benar lupa siapa Caca bagi Aira.

"Cuma apa?" desak Aira tidak sabar.

"Tadi Kakak panik karena sudah waktunya Hamas minum ASI. Kakak belum sempat stok ASI. Mau tidak mau, Kakak harus pulang. Kakak tidak tahu harus hubungin siapa lagi buat jaga Caca. Evan lagi di perjalanan pulang dari keluar kota sejak Kakak hubungi semalam. Makanya, Kakak hubungin kamu. Maaf," sambung Dania menyesal.

Aira memijat pangkal kedua alisnya. Bagaimanapun, dia tidak bisa menyalahkan Dania. Pantas kalau Dania panik dan butuh bantuan secepatnya. Pilihan itu pun jatuh pada dirinya, bukan Mama atau Papa.
Dania yang memiliki sifat keibuan pasti merasa bingung harus memilih berada di sisi siapa. Di satu sisi, ada Hamas yang membutuhkan ASI-nya. Sementara di sisi lain, ada Caca yang menjadi amanahnya. Jelas, Dania bagai makan buah simalakama.

TOO LATE TO FORGIVE YOU | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang