(3)Obat untuk segala luka

27 7 18
                                    

Takahara Aiza sedang berlari bersama grupnya, ia sudah melingkari halaman lapangan sebanyak dua belas kali. Aiza hanya menutup kedua matanya dan menahan rasa lelahnya.

Tanpa ia sadari, di depannya ada batu yang cukup kasar. Karena kecerobohannya, ia tersandung dan jatuh.

Dunia tiba-tiba berlalu dengan cepat dan Aiza sadar bahwa rasa sakit itu akan datang.

Bruk!

Aiza dapat merasakan tulangnya bergerak dengan cara yang tidak semestinya, bergemerincing. Darah yang merembes dari kulit yang beberapa detik lalu lancar. Ia menahan dirinya untuk tidak menggerakan bagian kakinya, untuk menunda bagian di mana ia herus menerima penampilan kulitnya yang robek, merah, dan ternodai serpihan tanah.

Begitu menyakitkan, sehingga Aiza tidak bisa menahan air matanya untuk tidak jatuh. Bokuto dengan cepat menghampiri Aiza dan melakukan pertolongan pertama,

Bokuto merekatkan area patah tulangnya dengan tongkat sebagai bidai, lalu dia meliliti kaki Aiza dengan perban gulung. Mengompres bagian yang patah dengan es batu untuk mengurangi pembengkakan dan meredakan rasa sakit.

Takahara Aiza mulai bernapas pendek dan cepat, Bokuto berusaha untuk menenangkannya agar tidak syok. Guru-guru sudah melakukan bagiannya dengan menghubungi tim medis.

-

Aiza perlahan-lahan terbangun di ranjang rumah sakit, ia melihat kakinya sudah dipakaikan gips.

Aiza hanya menghelu nafas lelah. Jika saja ia tidak menutup kedua matanya, mungkin ini tidak akan terjadi.

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, dan itu membuatnya tersentak.

Ternyata, itu hanyalah Bokuto yang sedang memegang roti dan air minum kemasan.

"Akhirnya, kamu sadar juga!"

"Bagaimana rasanya?" tanya Bokuto kepada Aiza,

"Tidak nyaman .."

"Maaf ... Aku telah merepotkanmu." ujar Aiza, Bokuto lalu mengambil bangku lipat dan duduk disebelah Aiza.

"Tidak apa-apa, Lain kali jaga tubuhmu lebih baik, ya?"

"Kasihan kalau mereka meringis kesakitan."

Aiza hanya menganggukkan kepalanya, merasa bersalah.

"Apa kamu lapar?"

"Aku baru saja membelikanmu roti cokelat dan air minum, mau?"

Aiza hanya menggelengkan kepalanya, ia tidak nafsu makan ataupun minum.

"Aku tidak akan memaksamu, jadi akan ku taruh disini jika kamu mau." Bokuto menaruh roti dan air minum kemasan itu diatas meja sebelah ranjang Aiza.

Aiza terlihat murung dan diam. Ketika Bokuto menaruh pandangannya kepada Aiza dan gadis beramput putih itu tidak menjawabnya kembali, ia merasa sedih.

Takahara Aiza sedang tidak memperhatikan Bokuto, ia telah tertelan cukup dalam oleh rasa salah.

Tiba-tiba, Bokuto mengecup di bagian luka patah tulang Aiza dan berkata,

"Ibuku pernah mengajarkanku tentang luka. Tanpa adanya kasih sayang, luka itu akan sembuh lama, tetapi jika diberi, dalam bentuk apapun itu. Luka itu akan sembuh lebih cepat."

"Kuharap, dengan kecupan itu. Luka itu mau sembuh secepat mungkin .." ucap Bokuto,

Tindakan Bokuto benar-benar mengejutkan Aiza, wajahnya menjadi merah merona, hatinya berdegup kecang, lagi-lagi suhunya menaik drastis.

Tiba-tiba, Aiza tertawa kecil. Bokuto bingung kenapa gadis itu tertawa seperti itu, apa mungkin sesuatu yang ia katakan?

Ternyata ia menginginkan perhatianku ... Lucunya ..

Tetapi tidak apa-apa, yang penting dia sudah tersenyum!

Dua jam telah berlalu, mereka telah menghabiskan waktu mereka untuk membincangkan tentang keluh kesah hidup. Tanpa mereka sadari, mereka menjadi lebih dekat.

"Sepertinya sudah menjelang sore hari ..."

"Apa tidak ada yang akan menemanimu pulang?"

"Jangan khawatir, aku bisa sendiri."

"Kalau kamu tersandung lagi, siapa yang bakal menyelamati kamu?"

"Sudah, aku akan mengantarmu pulang."

"Tidak usah repot-repot, Koutarou .."

"Kamu tidak pernah merepotkanku, Aiza."

"Aku mengantarmu karena aku ingin." Jawab Bokuto,

Sesampainya di bawah, Bokuto selalu mengawasi Aiza agar tidak ada hal yang buruk yang dapat terjadi. Lalu ia sadar,

Sepertinya dia kesusahan memakai tongkat itu ...

Lalu Bokuto mendapatkan sebuah ide untuk membantunya.

"Aiza!"

"Ada apa?"

Bokuto lalu jongkok dan berkata,

"Naiklah!"

"Aku tidak bisa, Koutarou .." Aiza tersentak akan permintaan Bokuto.

"Tidak apa-apa, aku akan memegangmu sekuat mungkin agar tidak jatuh!"

Aiza tidak dapat menolak permintaan Bokuto, Aiza hanya menahan rasa malunya.

Gadis berambut putih itu mendekatkan dirinya dan menaruh tangannya di pundak Bokuto, mencengkram seragamnya. Setelah itu Bokuto mengangkatnya.

"Jangan khawatir, menurutku kamu ringan."

Bukan itu yang Aiza khawatirkan, tetapi hatinya yang tak dapat berhenti berdegup kencang. Selama perjalanan, ia hanya bisa berharap agar lelaki itu tidak merasakannya.

Aiza hanya menikmati waktunya, bersandar pada bahu Bokuto. Entah mengapa, terasa nyaman.

Kuharap momen ini tidak akan cepat berakhir ..

Words : 671 kata
mbakaiza

Rumah | Bokuto Koutarou x Takahara AizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang