Karena hari ini adalah hari kamis, Takahara Aiza mulai melakukan rutinitasnya sebagai manajer klub sepak bola. Seperti biasa ia mengisi peran pengawas dan memastikan semua aspek klub berjalan dengan baik. Aiza juga bertugas dalam memimpin tim dan memastikan anggota senang dengan layanan klub. Tak hanya itu, ia juga harus memastikan semua peralatan dan fasilitas berfungsi secara optimal sebelum digunakan.
Sejujurnya, tugas seorang manajer klub itu cukup banyak. Seperti merancang rencana keuangan, menyemangatkan dan memberikan rekomendasi solusi untuk produktivitas klub, melatih anggota staf yang baru masuk untuk menggantikan staf yang sebelumnya, mengatur pertemuan mingguan untuk merancang strategi yang efektif untuk mencapai semua tujuan klub, dan lain-lainnya.
Memang melelahkan, namun Aiza sudah terbiasa dengan rutinitasnya sebagai manajer klub. Bahkan menyukainya.
"Untuk hari ini, latihan klub akan selesai sampai disini."
"Jangan lupa untuk saling membantu dalam merapihkan alat-alat dan beristirahat dengan cukup!" Ujar Aiza dengan tegas kepada seluruh anggota klub sepak bola.
Setelah selesai merapihkan alat-alat dan membersihkan fasilitas, mereka semua balik pulang kerumah masing-masing.
Takahara Aiza melangkah keluar dari fasilitas, menutup gerbang dan menguncinya. Ia lalu meregangkan tubuhnya dan berkata,
"Akhirnya, selesai juga ..."
"Hari ini cukup melelahkan .."
Aiza sedang berjalan menuju gerbang sekolah untuk kembali pulang. Dari kejauhan, ia dapat melihat Bokuto yang sepertinya sedang menunggu seseorang.
Ketika Aiza hampir mendekati gerbang, Bokuto melambaikan tangannya ke arah Aiza. Apa mungkin dia adalah seseorang yang sedang Bokuto tunggu?
Aiza baru saja ingin menghampiri Bokuto, tetapi Bokuto sudah mendahuluinya dengan berlari cepat menuju Aiza. Ketika Bokuto tiba, ia membungkukkan badannya dan terengah-engah.
"Aku ... Ingin mengembalikan ini kepadamu." Ucap Bokuto, memang terbata-bata. Tetapi Aiza mengerti apa yang ia katakan dengan jelas.
Bokuto lalu memberikan handuk kecil yang sudah berada di geggamannya sejak menunggu Aiza keluar dari gedung sekolah.
Ia ingat sepenuhnya bagaimana ia diberikan handuk itu.
"Simpan saja, Koutarou."
"Lagipula, kamu juga mulai berkeringat." Ucap Aiza kepada Bokuto,
"Aku kira kamu mungkin akan membutuhkannya ..." Bokuto lalu cemberut, helai-helai rambutnya melayu seperti sayuran yang sudah tidak segar.
"Aku memiliki handuk yang cukup banyak di rumah, lebih baik aku membaginya kepada orang lain daripada tidak dipakai sama sekali .."
"Apa kau tidak menginginkannya?" tanya Aiza kepada Bokuto,
"Aku merubah pikiranku, berkah tidak boleh ditolak." jawab Bokuto dengan bangga.
Takahara Aiza terkekeh akan jawaban Bokuto yang tiba-tiba berubah.
"Yasudah kalau begitu, aku akan pulang." Aiza mempermisikan diri kepada Bokuto dan membalikkan badannya. Ketika ia baru saja ingin melangkah, Bokuto memegang lengannya untuk memberhentikannya.
Sang gadis berambut putih mengalihkan pandangannya kepada Bokuto, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu kepada gadis itu.
"Bolehkah aku pulang denganmu? " Lelaki itu memandang ke bawah untuk menutupi rasa malu yang sedang dia rasakan.
Pertanyaan itu membuat hati Aiza berdegup dengan kencang. Ia tidak mengerti mengapa merasa seperti ini. Tetapi, jika ia biarkan, mungkin hatinya dapat meledak.
Aiza mulai kehilangan ketenangannya, dia sudah berada di fase dimana ia sudah tidak bisa berbicara.
Aiza lalu menarik lengan baju seragam Bokuto, menandakan bahwa dia boleh pulang bersamanya.
Setelah Bokuto menyadari jawaban Aiza, kedua matanya mengkilap dan penuh dengan harapan. Ia kembali menjadi dirinya yang semangat.
"Kalau begitu, ayo! " sahut Bokuto sambil memegang lengan Aiza dan memimpin jalan mereka.
"Koutarou, kita mau kemana?"
"Lihat saja nanti!" ucap Bokuto sambil tersenyum lebar.
-
"Kita sudah sampai!" Bokuto membawanya ke sebuah restoran barbeque terdekat,
"Aku kira kita akan pulang ?"
"Ah, sebelum itu ... Aku lapar! " Ujar Bokuto dengan menggaruk lehernya, tersenyum malu.
Takahara Aiza tidak dapat melihat apa Bokuto hanya membuat-buat alasan atau dia memang benar-benar lapar. Tetapi, karena ia masih memiliki waktu luang. Akhirnya, Aiza makan bersama dengan Bokuto.
Aiza membantu memanggang dagingnya agar Bokuto dapat memakannya, ia tidak merasa lapar sama sekali. Tetapi, yang ia sukai saat ini. Ketika Bokuto makan dengan lahap, ia merasa senang.
Tiba-tiba Bokuto bertanya kepada Aiza,
"Kamu ngakk makan?"
"Ayo makan! aku ngakk enak makan sendiri ..." Tanya Bokuto sambil cemberut,
"Ahh ... Maaf, Koutarou. Aku tidak lapar."
"Apa mau ku suapin biar mau makan? " Bokuto lalu mengambil daging yang baru saja matang dengan sumpitnya, di tambahi nasi hangat. Lalu dia menyuapkannya kepada Aiza.
Tentu saja, Aiza tidak bisa menolak. Makananya sudah berada di depan bibirnya.
"Bagaimana rasanya?"
"Lezat, bukan begitu?" Sebuah senyum terukir kembali di wajahnya, Aiza hanya bisa memalingkan wajahnya dan mengangguk.
"Kalau begitu,"
"Kapan-kapan aku akan mengajak mu kembali ke sini!"
Lalu mereka menghabiskan makanan mereka dan keluar, meninggalkan restoran itu.
"Sebenarnya .. Mengapa kamu mengajak ku ke tempat ini?"
"Setiap kali aku berpapasan denganmu, kau selalu terlihat sibuk dan lelah."
"Aku pikir, mengajak mu makan ke tempat favoritku dapat membuatmu meletakkan tugas-tugasmu untuk sejenak dan istirahat."
"Ketika aku lelah, aku hanya pergi ke restoran itu dan makan sepuasnya." Ujar Bokuto sambil memandangi langit sore yang berwarna merah, jingga, dan kuning yang menyatu.
Ternyata aku membuatnya khawatir ...
"Terima kasih,"
"Aku menikmati hari ini." ujar Aiza kepada Bokuto, sebuah senyum manis terukir di wajahnya.
Bokuto terdiam selama beberapa detik. Lalu menjawab gadis itu,
"Sama-sama!" Sahut Bokuto kepadanya, tersenyum lebar.
"Kita harus sering-sering menghabiskan waktu bersama!"
"Memang Koutarou ada tempat yang ingin dikunjungi?"
"Ada."
"Apa itu?"
"Hatimu."
Words : 835 kata
mbakaiza
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah | Bokuto Koutarou x Takahara Aiza
FanficMakna rumah adalah tempat pulang bila di dalamnya ada keadilan dan kebijaksanaan yang kita cintai. Yang dapat menjadi tempat berteduh dari sengatan yang menyakitkan, kemudian menenangkan kita dengan kesejukan. Menceritakan tentang dua pejuang yang...