Author POV
Flashback on
Jared kecil kini berusia 8 tahun. Setiap hari Minggu adalah kebahagiaan baginya karena itu hari libur. Ia akan habiskan bersama orang tua dan kedua saudaranya.
"Junda, Deren ayo cepet kalian harus latihan karate biar jago dan jadi laki-laki kuat!"Seruan itu berasal dari papahnya yang sekarang sudah menunggu mereka di lantai bawah, tak jauh dari Jared yang sedang mengaduk serealnya sambil menonton kartun di tv.
"Papah, Jared ikut yaaaa"pekiknya tak mau ketinggalan ikut mendekat ke arah papahnya bersama dua yang lebih tua.
"Ngga usah, kamu belajar aja sama mamah, lagian badan kamu ngga kuat buat ikutan karate"
"Kemarin aja latihan langsung sakit seminggu kan"jawaban itu yang lagi-lagi ia dapat saat meminta untuk diajak melakukan aktifitas yang kata papahnya 'laki-laki banget'.
"Jared kenapa kok sedih?"tanya seorang wanita yang baru saja datang dari dapur
"Nah Jared sama mamah aja ya, nanti kalo capek kamu sakit bikin repot nanti"lagi lagi ditegaskan bahwa Jared tak diajak melakukan kegiatan itu
"hmm yaudah deh Jared di rumah aja biar engga nyusahin mamah"
Tatapan tak terbaca dilayangkan oleh Mamahnya, rasanya ikut sedih saat anak bungsunya diperlakukan kurang baik oleh papahnya sendiri. Ia takut nantinya Jared akan tumbuh dengan rasa percaya diri dan sosial yang kurang.Memang benar Jared berbeda dengan kedua kakaknya, tubuhnya lebih lemah dan rentan sakit karena daya tahan tubuhnya lemah. Terutama saat melakukan kegiatan yang menggunakan fisik dan menguras energi.
"Ayo Jun, Deren kita lesgo"kemudian mereka bertiga pergi meninggalkan Jared kecil bersama Mamahnya yang menatap kepergian mereka dengan tatapan sendu."Jared lanjutin makan serealnya ya, habis itu kita main puzzle atau Lego atau rubik!"
"Hmm, Jared mau gambar aja mah"
"Oke sip, nanti mamah siapin buat Jared anak mamah paling ganteng dan baik" ia berharap anak bungsunya itu tidak merasa terlalu dibedakan, tapi suaminya memang begitu selalu kukuh dengan pendapat sendiri sampai kadang lupa mendengar pendapatnya. Menurutnya walaupun Jared berbeda dengan Junda dan Deren, tidak seharusnya ia dibedakan dengan cara demikian.🕊️🕊️🕊️🕊️
Tiga hari berikutnya
"Papah lihat Jared bisa susun rubiknya"
"Mana coba, ini warna apa?"tanya papahnya sambil menunjuk bagian berwarna biru
"Biru"
"kalo ini?", "Kuning"
"yang ini?", "hijau"
"Kalo Jared paling suka warna apa?"
"Merah muda!" jawaban itu agak mengejutkan bagi papahnya.
"Hah? kok merah muda? merah kali"
"Engga pah, Jared tau kok namanya merah muda yang ini"ujar Jared sambil menunjukan bagian berwarna pink di rubiknya
"Kok pink sih, kan kamu cowok red! pink itu warna cewek"
"Emangnya engga boleh ya pah?"
"Kamu mau kaya cewek? udah badan lemes suka warna pink" Saat diusia 8 tahun dia sudah begitu pandai sampai dapat membantu Deren mengerjakan Pr dan memilih warna kesukaannya. Tapi, di saat itu pula ia menganggap bahwa pilihannya begitu salah sampai papahnya tak setuju.Hingga tumbuh besar dan hubungan kedua orang tuanya tidak lagi harmonis, Jared mulai menyadari bukan salahnya memilih warna pink sebagai kesukaannya tapi sudut pandang papahnya yang kurang terbuka dan kolot dalam hal itu. Menurut Jared maskulinitas seorang laki-laki tidak dipengaruhi oleh warna yang disukainya, jadi dia tetap mempertahankannya walau tak jarang barangnya ada yang dibuang oleh Papahnya.
Alasan lain mengapa ia menyukai warna pink adalah karena warna itu lembut dan selalu mengingatkan ia pada mendiang Mamahnya, yang meninggal beberapa tahun setelah bercerai dengan papahnya.
Flashback off
Bagaikan mimpi yang menjadi nyata. Sedari dulu tak pernah dipedulikan dan sering diremehkan oleh papahnya. Kini ia bisa merasakan bagaimana dipuji dan dibanggakan oleh orang tuanya, dan ia yakin yang paling bangga adalah mendiang Mamahnya yang sedang tersenyum dari sisi Tuhan melihat semua anaknya bahagia.
Kalau kalian bertanya, mengapa Jared tidak marah pada Junda ataupun Deren karena merasa disisihkan dan dibedakan. Jared masih cukup rasional, mereka sama sama melalui masa sulit terutama saat orang tua mereka bercerai dan beberapa tahun kemudian mamahnya meninggal. Bukan mereka yang mau memperlakukan Jared dengan berbeda, sesungguhnya mereka juga selalu ingin mengajak Jared bermain dan latihan karate tapi Papah mereka selalu mencegah dengan alasan agar tidak merepotkan mamah tak ada pilihan lain untuk mereka selain menurut.
Posisi anak bungsu yang biasanya dimanja dan dituruti keinginannya tidak berlaku bagi Jared terutama di masa kecilnya. Ia tumbuh dengan banyak penolakan dan dibedakan karena fisik dan seleranya, cukup menjadi perjalanan tumbuh yang berbatu dan menyakitkan.
Kesedihan dan perjuangannya terbayar sekarang, ia bebas memilih apa yang dia suka dan tidak lagi mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari papahnya. Doa yang dulu setiap harinya dirapalkan oleh Mamahnya kini dikabulkan Tuhan, Jared bisa bahagia bersama papah dan kedua saudaranya ditambah seseorang yang bisa mengisi posisi seorang ibu dan saudara perempuan baginya.
Dan Jared tidak membenci papahnya. Ia menyadari manusia wajar melakukan kesalahan begitu pula papahnya, tapi sekarang papahnya sudah sadar akan kesalahan yang dilakukan dulu. Bahkan tak jarang papahnya meminta maaf pada Jared tanpa alasan yang jelas, hanya mengucapkan kata maaf walau nyatanya itu tak bisa merubah fakta kelam masa lalu.
"Jared! ayo cepetan nanti gerbangnya keburu di tutup Pak Didi!"Seru Jessica agar Jared lebih cepat lagi dari acara siap-siapnya, karena jarum jam sudah tak jauh lagi dari angka 12.
"Iya bentar lagi nyari jaket!"
"MAH! LIAT JAKET AKU NGGA?"teriak Jared bertanya pada mamanya yang merupakan seorang pakar peletakan barang di rumah.
"YANG MANA?"
"BIRU MUDA TALINYA PINK"
"DI SOFA DEPAN TV!"
"OKE MAH, KETEMU"
"BESOK LAGI CARINYA PAKE MATA JANGAN PAKE MULUT!"
"HEHE, AKU BERANGKAT DULU DADAH"Kemudian Jared segera menuju ke luar rumah tapi berhenti sejenak di depan foto mendiang Mamahnya yang tergantung rapi di ruang keluarga.
"Pagi Mamah, Jared ngga bisa ngobrol banyak pagi ini soalnya bangun kesiangan hehe"
"Semoga hari ini Jared kuat dan ulangan matematika dapet 100, dadah mamah" Rutinitasnya setiap pagi berdoa dan menyapa potret mendiang Mamahnya setidaknya bisa mengurangi rasa rindu.Sekarang mereka bertiga pindah dan tinggal bersama di rumah Papahnya. Mencoba melewati hari-hari berikutnya dengan lebih bahagia dan bermakna dengan keluarga tersayang. Pertengkaran tetap ada menjadi bumbu pelengkap dalam keluarga agar tak jadi hambar.
Selamat melanjutkan hidup semuanya, semoga lebih bahagia kedepannya.
~dari Jared untuk kalianEnd
Okey sudah ending yey, Alhamdulillah ceritanya selesai hehe. Tapi jangan tinggalin aku ya wkwk stay tune dan tunggu cerita-cerita berikutnya. 🤗✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Merah Jambu ✓ [•ZNSS•]
Teen FictionWhat's wrong with Pink? this is just my favorit color and I don't care as long as i'm still me because 'The best freedom is being yourself'-Jim Morrison #Publish 20/11/2020