BAB 2

10 0 0
                                    

"Assalamualaikum." ucap vanya  didepan pintu rumahnya.

"Wa'alaikumsalam." jawab seorang wanita paruh baya dibalik pintu. "Bagaimana, apa diterima?" tanya rahma, yang tak lain dan tak bukan ibunya Vanya.

"Alhamdulillah... Vanya diterima bu. Tapi kalau vanya kerja, siapa yang bakal anterin ibu cuci darah?" jawab vanya dengan raut wajah sedih.

"Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Nanti kita cari solusinya sama-sama, sekarang mending kamu ganti baju dan istirahat." ucap rahma pada vanya.

"Ya sudah, kalau begitu vanya ke kamar dulu." pamit vanya, yang dianggukan oleh rahma.

Terbilang lima tahun sudah rahma ibunya vanya, menjalani pengobatan cuci darah karena penyakit gagal ginjal yang dideritanya. Setiap minggunya rahma harus rela bulak-balik rumah sakit menjalani cuci darah secara rutin, dua kali dalam seminggu. Walaupun kebosanan selalu datang menghampirinya, beliau selalu berusaha semangat untuk tidak pernah menyerah menjalani kehidupannya.

Setelah kepergian suaminya yang meninggal enam tahun yang lalu karena jantung, rahma harus bekerja keras menghidupi ketiga anak-anaknya yang saat itu masih sekolah. Vanya Aulia Mentari adalah anak kedua dari tiga bersaudara, anak pertama bernama Rendi Aditya terpaut lima tahun lebih tua dari vanya, dan Regi Aditya adalah anak ketiga rahma terpaut tiga tahun lebih muda dari vanya.

Demi menghidupi keluarganya,  rahma bekerja keras banting tulang hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sampai suatu ketika, tubuh rahma ambruk saat bekerja. Beliau tiba-tiba tak sadarkan diri dan dilarikan ke rumah sakit. Setelah menjalani berbagai macam periksaan, hasil lab darah menyatakan bahwa rahma didiagnosa gagal ginjal. Sehingga dokter menyarankan  untuk melakukan pencangkokan ginjal. Namun karena pendonor ginjal sukar didapatkan, akhirnya dokter menyarankan cuci darah 2x dalam seminggu sebagai solusi terakhir agar beliau bisa bertahan hidup. Hingga sampai saat ini, beliau pun rutin menjalani cuci darah.
                  
                               ***

Dikamar, vanya langsung ganti baju dan merebahkan diri diatas kasurnya untuk istirahat. Saat hendak memejamkan mata, tiba-tiba ia teringat pertemuannya dengan seorang laki-laki tadi siang didepan pintu mall. Lelaki itu mirip sekali dengan cowok tujuh tahun yang lalu, tapi apakah mungkin itu dia. Tiba-tiba lamunannya buyar, saat mendengar suara deringan telepon masuk dihandphone vanya.

Drrt...drttt...drtttt.....

"Assalamualaikum...nya, bagaimana lamaran pekerjaannya diterima?" suara disebrang sana.

"Wa'alaikumsalam... Bang, alhamdulillah diterima bang." jawab vanya.

"Alhamdulillah... Syukur deh, padahal dengan kamu enggak kerja juga abang akan selalu berusaha penuhi kehidupan ibu dan adik-adik abang." ujar rendi disebrang sana.

"Makasih abangku yang ganteng, tapi vanya ingin belajar mandiri dan belajar  bertanggung jawab pada diri sendiri memenuhi keperluan vanya. Masa iya, harus bergantung terus sama abang. Apalagi sekarang abang sudah ada istri dan mbak aqila saat ini tengah hamil muda, setidaknya dengan vanya bekerja  sebisa mungkin bisa mengurangi beban tanggu jawab abang." jawab vanya.

Ya, tiga bulan yang lalu rendi menikah dengan aqila maharani. Saat ini istri rendi tengah hamil satu bulan, makannya setelah rendi menikah ia berusaha mencari pekerjaan walau untuk bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Setidaknya bisa sedit meringankan rendi, karena vanya tahu rendi memikul tanggu jawab yang berat karena harus memenuhi kebutuhan kami sekeluarga dan sekarang ditambah istri dan anaknya yang masih dalam kandungan.

"Tapi tetap saja, kamu itu tanggung jawab abang sampai kamu menikah. Makanya, cari jodoh sana jangan ngumpet dikamar terus." terdengar gelak tawa disebrang sana.

"Dikira cari jodoh itu gampang apa, kaya beli ciki. Udah ah, vanya mau istirahat cape bay. Assalamualaikum."  jawab vanya dengan memutus sambungan teleponnya.

                               ***

Ditunggu selalu follow, vote dan komennya.😊😊😊

SANG PENANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang