• F r i e n d z o n e •

115 36 47
                                    

     Hari itu hujan sangat deras. Aku dan dia sedang berada di ruang tamu, menikmati suara rintik hujan yang semakin lama semakin deras mengguyur bumi. Aku menatapnya, lalu tersenyum melihat dia yang begitu sibuk dengan tugas-tugas sekolahnya.

"Perlu gue bantu gak nih?" tanyaku berusaha menggodanya.

"Gausah Del! Tugas lu sendiri aja belum selesai tuh,"jawab Dava. Aku tersenyum manis. Dava selalu seperti itu, dia sangat tidak suka menerima bantuan orang lain, selagi dia bisa untuk apa dia meminta bantuan. Itu prinsip dia.

Aku meraih buku tulisku dan mulai serius mengerjakan tugasku. Kami masih duduk di bangku SMA, dan kami selalu satu kelas. Iya kami selalu satu kelas sejak masuk SMA.

Dava Anugrah, cowok itu adalah sahabatku dari kecil. Cowok yang memiliki sifat dingin, pintar, bertanggung jawab, dan tampan. Sedikit menyebalkan juga.

Dia satu-satunya sahabatku dari kecil. Bisa dibilang aku adalah anak yang introvert dan sangat susah bergaul. Tapi Dava dengan sangat sabar dan pantang menyerah terus mendekati ku dan memintaku untuk menjadi sahabatnya. Aku tidak tahu alasan dia apa, padahal dia anak yang mudah bergaul dan memiliki cukup banyak teman.

Kebetulan rumahku dengan rumah Dava sangat dekat, kami jadi sering main bersama. Dan ya selama 14 tahun kami dekat, aku menyimpan rasa padanya. Rasa sayang yang lebih dari seorang sahabat wanita dengan sahabat lelakinya.

Aku pernah membaca sebuah kalimat bahwa antara persahabatan wanita dan laki-laki tidak ada yang netral atau bisa dibilang salah satunya pasti ada yang menyimpan rasa. Awalnya aku tidak percaya kalimat itu dan berusaha menyangkalnya, tapi ternyata sekarang aku sendiri yang merasakannya.

Aku terus memendamnya dari Dava. Aku tidak mengerti apakah cowok itu juga memiliki perasaan yang sama padaku. Sejak dulu aku ingin menanyakannya tapi aku sangat takut, takut persahabatan yang aku dan dia bangun selama 14 tahun akan hilang hanya karena aku mencintainya.

Aku menghela nafas pelan. Merenggangkan tanganku yang baru selesai menyelesaikan tugas. Melirik Dava dari ekor mataku, tapi dengan cepat aku langsung membuang tatapanku karena terkejut.

Bagaimana tidak? Cowok itu ternyata sedang menatapku juga sembari menopang dagunya.

"Kenapa Del? Perasaan tadi lu lagi ngelirik gue,"

Aku menatapnya. Menatap netra hitam legamnya. Aku rasanya mati rasa saat tangan Dava meraih puncak rambutku dan mengusap kepalaku.

"Lo pasti laper kan? Ke minimarket kuy? Mumpung hujannya udah reda tuh."

Aku melirik jendela rumahku. Benar saja hujan ternyata sudah reda. Aku pun menyetujui usulan Dava.

"Bentar Dav, gue mo ngambil jaket di kamar,"

Dava menganggukkan kepalanya dan meraih ponselnya. Entahlah membalas pesan siapa. Sedangkan aku langsung bergegas masuk ke dalam kamar untuk mengambil jaket kuning favoritku.

Kami pun langsung berangkat menuju minimarket didekat perumahan. Dava memilih mengendarai mobil karna takut akan ada hujan susulan. Kami berdua pun sampai dalam waktu 10 menit.

Dava langsung meraih tanganku dan menggandengku masuk ke dalam. Aku menarik nafasku, berusaha mengontrol detak jantungku yang mulai tidak terkendali akibat perlakuan kecil Dava. Perlakuan kecil yang berdampak besar bagiku.

Setelah selesai membeli beberapa makanan ringan dan minuman dingin, kami pun langsung kembali pulang.

Sepanjang perjalanan pulang Dava memilih menyalakan musik di mobil. Kami berdua sama sangat menyukai musik. Wajar jika Dava menyukai musik, karena dia adalah anak eskul band di Sekolah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Friendzone✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang