BAGIAN 3👓

8.8K 435 0
                                    

Dimalam harinya, Kayana berniat menutup jendela kamarnya, yang membawa angin malam yang sangat dingin.

Tiba-tiba, pikirannya berkelana ke beberapa tahun silam saat dirinya menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kematian sang ayah.

Flashback on

Dipinggiran danau disamping sebuah rumah pohon, Kayana kecil dan ayahnya sedang berduduk santai sambil menikmati indahnya malam hari.

"Ayah lihat dehlh langit malam sangat cantik, aku suka malam hari." Ucap Kayana kecil tersenyum riang sambil menunjuk indahnya langit malam.

Kayana kecil sangat menyukai malam hari. Karena menurutnya pada saat malam telah tiba, bintang-bintang dan bulan yang indah akan muncul menampakkan kilaunya.

Ia memang biasa diajak oleh ayahnya ke tempat ini. Sekedar untuk menghilangkan penat, atau sekedar untuk menghabiskan waktu bersama putri kecilnya.

Ayahnya merupakan orang yang sangat sibuk. Ayahnya merupakan pemilik Perusahaan besar di Jakarta.

Itulah yang menyebabkan ia kadang lupa waktu untuk bermain dengan putri kecilnya. Maka akhirnya, jika memiliki waktu, ia akan mengajak putrinya keluar sebentar.

Danau itu tak terlalu jauh dari rumahnya, hanya berjalan beberapa meter saja. Dan Kayana kecil pun akan sangat bahagia jika diajak oleh sang ayah.

"Iyah sayang, sangat indah. Aya suka?" tanya ayahnya menatap sang putri kecil.

"Suka Ayah, sangat suka. Rasanya Aya ingin menari dibawah rembulan malam," ujarnya berdiri dari pangkuan ayahnya dan melompat riang memperagakan sebuah tarian.

Pria paruh bayah itu hanya tersenyum hangat melihat putri kecilnya terlihat sangat bahagia.

"Ayah lihatt!" seru Kayana menghentikan tariannya mendongak menunjuk ke atas langit.

Ayahnya ikut mendongak mengikuti arah telunjuk Kayana kecil.

"Bintang itu terlihat lebih bersinar dari bintang-bintang lainnya,"
Ayahnya hanya menanggapinya dengan senyuman yang sama.

"Apa aku juga bisa seperti itu Ayah?"

"Kamu bisa seperti itu Sayang. Kamu akan menjadi bintang, putri kecil Ayah yang bersinar." Katanya memandangi Kayana dengan mata berkaca kaca.

"Ayah kenapa menangis? Jangan menangis Ayah. Aya tidak suka melihat orang yang Aya sayang menangis." Ungkapnya menghampiri ayahnya dan mengusap lembut pipi ayahnya yang sudah ingin dibanjiri air mata.

Tak butuh waktu lama, setetes air mata lolos jatuh membasahi pipinya. "Kamu harus selalu bahagia Sayang. Ayah sayang Aya." Ucap ayahnya memeluk erat tubuh mungil Kayana kecil.

Bersamaan dengan itu terdengar suara tembakan yang cukup besar. Kayana tersentak beberapa detik, dan saat memegang punggung ayahnya, betapa terkejutnya ia melihat darah yang keluar dari punggung ayahnya.

Ia mengangkat tangannya yang bergetar sudah bersimbah dengan darah yang cukup banyak. Seketika ayahnya ambruk, dan jatuh terkapar.

"A-ayah! Ayah kenapa?!" panik Kayana sambil memegang tangan ayahnya yang sudah penuh dengan darah.

Ayahnya mencoba untuk bangkit, melihat siapa orang yang sudah menembaknya, namun ia sudah tidak mampu untuk berdiri. Akibat tembakan yang cukup parah dipunggungnya, yang sudah menembus dada.

KAYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang