part 1

35 6 0
                                    

Judul: Jodoh Dari Allah
Tema: Cinta dalam diam
Penulis: Dina


Aku Syabilla, Aku hanyalah seorang perempuan biasa yang mencintai lelaki luar biasa. Aku
adalah wanita sederhana yang tak pantas untuk memilikinya. Rasa cinta ini tumbuh sejak saat
bertemu dengannya pertama kali. Bisa dibilang jatuh cinta pada pandangan pertama, ya. Aku
jatuh cinta dengan seorang lelaki yang bahkan mungkin tak bisa kugapai keberadaannya. Aku
dan dia bagaikan langit dan bumi. Sangat jauh. Dia itu seperti langit. Persis seperti namanya
Langit. Aku tak berani untuk mengungkapkan perasaanku padanya. Aku wanita pengecut,
jika berpapasan dengannya Aku selalu menghindar darinya. Selain malu Aku juga takut,
Langit akan mengetahui perasaanku. Karena tingkah laku yang membuatnya berpikir Aku
mencintainya. Sejak pertama kali, Aku memang sudah mencintainya. Aku lebih memilih
mencintainya dalam diam, karena mungkin inilah yang bisa Aku lakukan. Menyebut
namanya dalam setiap doaku. Memintanya di sepertiga malamku. Aku yakin, jika memang
dia ditakdirkan untukku, maka kita akan bertemu dalam ikatan yang halal.
Mungkin untuk saat ini, Aku hanya bisa mengutarakan perasaanku kepada Rabb-ku.
Memintanya dalam doa. Seperti Ali dan Fatimah yang mencintai dalam diam. Sampai setan
pun tak mengetahuinya. Aku ingin seperti Sayyidah Fatimah. Menyimpan perasaan ini
dengan begitu rapi, dan hanya Allah yang mengetahuinya.
Sungguh, mencintai dalam diam membuatku sesak sendirian, sakit sendirian, dan kecewa
sendirian. Saat mengetahui dia memiliki wanita. Ya, Aku memang tidak pantas untuknya,
tapi apa Aku tidak boleh menaruh perasaan kepadanya? Aku juga tidak mau menaruh
perasaan ini. Tapi mau bagaimana lagi, perasaan yang tumbuh tak bisa kucegah. Perasaan ini
murni datang dari hati terdalam. Kecewa saat dia memiliki wanita sebagai pendamping

hidupnya. Sungguh, apa yang harus Aku lakukan ... Aku tidak bisa menangisinya. Aku harus
ikhlas. Biarkan dia bahagia bersama wanita itu. Mungkin benar, mencintai sendirian itu
sangat menyakitkan. Apalagi mencintai orang yang tidak mencintai kita. Allahu ... hatiku
remuk, hancur sudah harapanku selama ini untuk bisa memilikinya.
Allah ... mengapa berharap kepada manusia sesakit ini. Mungkin benar apa yang dikatakan
Ali bin Abi Thalib, “Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang
paling pahit ialah berharap kepada manusia.” (Ali bin Abi Thalib)
Maka mulai detik ini juga, Aku akan berharap kepada Allah yang janjinya tak pernah
membuat hamba-Nya kecewa.
Sejak saat itu, Aku memutuskan untuk mengubur perasaanku darinya. Aku menjalani harihari tanpa menyebut namanya lagi. Jika biasanya Aku selalu menyebutnya dalam doa, namun
sekarang tidak lagi. Aku lebih memilih pasrah akan takdirku. Aku percaya, jika kita
memperbaiki diri karena Allah, Allah akan memberikan pasangan yang memperbaiki diri
karena Allah pula. Karena jodoh itu seperti cerminan diri. Tergantung pada diri sendiri.
Perlahan Aku bisa melupakan sosoknya, hingga sampai pada hari dimana ada seseorang yang
datang ke rumah untuk melamarku. Aku tak tahu, lelaki itu siapa? Aku belum mengetahui
nama dan asal-usulnya. Kedua orang tuaku memang sudah mengenalnya, dan mereka tak
membicarakan asal-usul keluarganya. Keputusanku sudah bulat, menerima lamaran lelaki itu.
Mungkin ini yang dinamakan takdir. Malamnya dia dan keluarganya datang untuk
melamarku secara resmi. Aku bersiap memakai jilbab Syar'ii dan baju gamisku. Aku
menuruni anak tangga satu persatu, setibanya Aku di ruang tamu, terlihatlah kedua orang
tuaku bersama kedua orang tua lelaki yang akan melamarku. Namun, Aku tak melihat lelaki
yang akan melamarku, dimana dia? Aah ... sudahlah, Aku menghampiri mereka dan duduk di
samping Mamaku.
“Sya ... sudah siap untuk jawaban kamu?” tanya Papa padaku. Aku hanya menganggukkan
kepalaku. Insyaa Allah Aku sudah mempersiapkan jawabannya. Aku sudah berpikir untuk
jawaban ini.
Setelah kedua orang tuaku dan kedua orang tuanya berbincang-bincang mengenai lamaran
ini. Aku hanya diam sambil menundukkan pandanganku. Tak lama kemudian, ada seseorang
yang mengucapkan salam didepan pintu. Lantas semuanya menjawab salamnya. Aku masih dalam keadaan duduk dan kepalaku menunduk.

“Bissmillah ... Syabilla Humaira apakah kamu mau menjadi pelengkap imanku dan menjadi
pendamping hidupku?” tanya lelaki itu. Aku masih menunduk. Tunggu dulu! Aku seperti
mengenal suara lelaki itu. Suaranya tak asing di telingaku. Aku mengenal suara bariton itu.
Aku mengangkat kepalaku, dan melihat siapa yang datang untuk melamarku ini.
Deg!
Aku memandang wajahnya, Allahu ... ternyata dia Kak Ali. Kakak kelasku sewaktu masa
SMA. Aku benar-benar tak menyangka bahwa kak Ali menaruh perasaan padaku.
“Kak Ali ...” ucapku lirih sambil menatapnya.
Dia tersenyum kearahku, Aku menunduk malu.
“Sya, sebenarnya Aku mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu di Sekolah dulu,” ucap
kak Ali.
Allahu, kak Ali mencintaiku selama itu? Aaaah ... Aku jadi mengingat masa SMA ketika dulu
bertemu dengan kak Ali.
Flashback On ...
Aku sedang berjalan di koridor Sekolah SMA Tunas Jaya, Disinilah kepribadianku dimulai.
Sejak mengikuti organisasi Rohis atau rohani Islam. Aku menjadi pribadi yang lebih taat
kepada Rabb-ku. Berkat ikut lembaga ini, Aku sering menjadi panitia kegiatan keislaman.
Brukk!
Aku tak tahu siapa yang menabrakku. Buku-buku yang kubawa tadi semuanya jatuh ke lantai.
Aku mengambilnya, dan seseorang itu ikut jongkok mengambil buku-buku itu. Aku
menatapnya, dia pun menatapku. Terlihat evolet yang dia pakai memperlihatkan bahwa dia
kelas 12. Aku memang masih anak baru, lebih tepatnya Aku pindahan dari Bandung.
“Maaf yah, saya tidak sengaja,” katanya sembari menyodorkan buku itu padaku. Lalu Aku
mengambilnya dan tersenyum tipis.
“Iya kak, tidak apa-apa,” jawabku santai. Aku berdiri dan diikuti lelaki itu.
“Oh iya, kenalkan saya Ali, kamu bisa panggil kak Ali,” katanya sambil menangkupkan kedua tangannya.

Sejak kejadian itu, Aku dan kak Ali selalu bertemu di organisasi Rohis. Ternyata kak Ali ini
yang menjabat sebagai ketua Rohis. Awalnya Aku tak percaya jika kak Ali menjabat sebagai
ketua Rohis, namun ketika dia memimpin rapat tahunan. Aku baru percaya bahwa memang
dialah ketuanya.
Flashback off...
Iya, saat itu Aku dan Kak Ali satu organisasi. Aku bahkan tak mengetahui tentang perasaan
kak Ali padaku. Saat kita mengadakan rapat pun, kak Ali terlihat biasa saja. Tidak seperti
mencintaiku.
Aku kaget, secara dia sudah mencintaiku saat pertama kali dia menabrakku waktu itu.
Mungkin Allah menakdirkanku dengan kak Ali bukan Langit. Ya Allah ... terima kasih
karena telah menganugerahi Aku seseorang yang benar-benar mencintaiku karena-Mu. Aku
percaya, bahwa ada kebahagiaan setelah kesedihan.
Jika dulu Aku bersedih karena begitu kecewa terhadap Langit. Tapi sekarang, Aku bahagia
karena memiliki lelaki yaitu Kak Ali.
Akhir kisah, Aku sudah menikah dengan kak Ali. Lelaki yang mencintaiku dalam diam. Dan
lelaki yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Sama sepertiku, mencintai dalam diam
namun tak bisa kugapai. Dan akhirnya, Allah memberikanku lelaki yang mencintaiku dalam
diam.
Aku benar-benar merasakan sebuah keajaiban dalam hidupku.
Pernah merasakan kecewa yang amat mendalam, namun perlahan Aku keluar dari zona itu.
Melupakan kesakitan yang kubuat sendiri. Berharap kepada makhluk Allah. Aku mengambil
hikmah dibalik ini. Bahwa memang benar, jangan sesekali berharap kepada manusia.
Berharaplah kepada Allah yang maha segalanya. Tumpahkan harapan kita pada-Nya.
Inilah takdirku, bersama dengan lelaki yang mencintaiku. Kini, Aku pun mencintainya.
Sangat mencintainya karena Allah.
Mungkin ini yang namanya jodoh pilihan Allah.
Ya Rabb ...
Terima kasih atas Anugerah yang kau berikan padaku. Aku sangat bersyukur atas Anugerah ini.

Jangan lupa di follow ya maaf karna ceritanya masi abal² karena baru pertama kali bikin cerita😁

Makasih yg sudah baca🙌

Jodoh dari allahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang