Dua

33 6 5
                                    

Manwol masih merasa bahwa dirinya gila dan tidak bisa berpikir dengan jernih. Semalem saat ia sedang termenung sendiri memikirkan jalan keluar terbaik untuk kedua orang tuanya, sebuah ide muncul di dalam kepalanya. Ide gila yang mungkin bisa dijadikan jalan keluar terbaik akan tetapi sangat beresiko. Manwol berusaha mencari ide lain yang lebih masuk akal, namun semakin dia berusaha mencari semakin kuat pula keyakinannya untuk memilih ide gila tersebut.

Haruskah aku melakukan itu?

Dia melihat sebuah belati yang tersimpan di laci nakas sebelah tempat tidurnya. Belati pemberian Chungmyung bertahun-tahun lalu, yang sampai sekarang belum ada satu orang pun tahu kalau Manwol memiliki benda tajam tersebut. Manwol memandangi belati itu, berpikir...apakah dia harus melakukan sesuatu untuk menghentikan Ayahnya? Apakah sekarang waktu yang tepat untuk Manwol melakukan sesuatu pada keluarganya?

"Itu adalah tanda bahwa kau adalah seseorang yang pemberani. Kau lihat lambang naga yang ada pembungkusnya? Itu adalah leluhurku yang selama ini melindungiku. Dengan kau memiliki ini, kau akan selalu menjadi seseorang yang kuat dan pemberani. Kau akan selalu dilindungi oleh para leluhurku."

Tanpa memikirkan apa-apa lagi, Manwol sudah membulatkan tekadnya dan memutuskan untuk tidak mundur. Segera dia menuliskan sebuah surat singkat, jelas, padat, kepada orang tuanya lalu bergegas mengganti pakaiannya dengan armor sang Ayah. Tidak lupa juga Manwol menggulung rambutnya hingga dia sendiri pun tidak mempercayai bayangan dirinya saat berkaca di cermin. Dia benar-benar terlihat seperti seorang laki-laki. Manwol tidak ingin berlama-lama berada di rumah, sebelum fajar menyingsing dia segera pergi dengan membawa segala perlengkapan yang diperlukan dan kuda tua milik keluarganya. Tidak lupa juga membawa benda pelindungnya, belati pemberian cinta pertamanya, Chungmyung.

Manwol melihat petanya dan posisi matahari pada pagi hari ini. Petunjuk mengarahkannya untuk berjalan ke arah utara. Menuju bagian perbatasan China yang berada di utara, tempat dimana semua orang yang akan dipersiapkan maju ke medan perang dalam dua minggu ini. Manwol mengabaikan rasa dingin dan laparnya, dia harus kuat sampai setidaknya dia tiba di tujuannya. Dia tidak boleh menyerah sekarang, tekadnya sudah bulat. Tidak ada waktu untuk kembali. Pilihannya sekarang hanya selamat atau mati.

~~

Setelah melewati kurang lebih satu hari perjalanan menuju perkemahan yang ada di dekat perbatasan utara China, merasakan lapar serta dingin yang menusuk hingga ke tulang, akhirnya pagi ini Manwol sampai. Perkemahan markas para perwira China ini betul-betul besar dan luas. Tidak seperti yang Manwol bayangkan di perjalanan, tadinya dia pikir mereka akan ditempatkan di sebuah tempat yang kumal dan sempit. Ternyata ini jauh dari yang dirinya ekspetasikan.

Manwol melihat orang-orang yang sedang berbaris dengan rapih dan panjang mengarah ke gerbang masuk. Dengan cepat dia ikut berbaris seperti laki-laki disana. Manwol memperhatikan cara laki-laki di sekitarnya berbicara, cara mereka bersikap dan bercanda, lalu merekam semuanya untuk nanti dia tirukan dalam penyamarannya.

"Ya, kau sudah membuat semua orang di rumahku dan di rumahmu panik. Rupanya kau benar datang kesini menggantikan Samchun."

Seseorang menepuk bahu Manwol dan mengatakan hal tersebut. Dari suaranya, dia sudah tahu siapa yang tadi sedang berbicara kepadanya. Sepupu Manwol yang tinggal bersebelahan dengan keluarganya. Yeonwoo.

Manwol membalikkan tubuhnya, lalu berdeham supaya suaranya terdengar lebih dalam dan besar. "Diam dan tetap jalankan tugasmu, Yeonwoo."

Terlihat sangat jelas reaksi terkejut Yeonwoo akan cara berbicara dan suara Manwol. Akan tetapi, dia cepat-cepat menetralkan wajahnya. Yeonwoo mengunci mulutnya, tidak mengatakan apa-apa lagi dari mulutnya.

The Greater YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang