Prolog

97 53 105
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.

.

.

☔☔☔

Seorang gadis dengan buket bunga mawar putih digenggamannya sedang berjalan memasuki area pemakaman. Ia menghampiri salah satu makam yang sudah terbalut batu nisan.

Gadis itu berlutut tepat disamping nisan yang bertuliskan sebuah nama yang selalu ia rindukan.

TANIA ANINDITA
Lahir : 01 januari 1981
Wafat : 15 Desember 2016

"Halo Bunda.. maafin Lala ya Bun baru dateng lagi kesini." Ujar gadis itu setelah menaruh buket bunga yang dibawanya tepat diatas pusaran makam Bundanya.

"Bunda apa kabar? Bunda bisa liat Lala kan dari atas sana? Bunda bahagia kan disana?" Gadis itu mulai mengusap airmata yang sudah jatuh dipipinya.

"Kalau Bunda udah bahagia disana, Lala juga akan bahagia disini." Gadis itu menghembuskan nafas berat lalu mengusap nisan Bundanya. "Disini Lala gak sendiri Bun.. Disini Lala punya Papi, Mami, Kak Ziel dan Kak Riel. Mereka selalu ada buat Sahila."

Lagi-lagi Sahila mengusap airmata yang sudah membasahi pipinya. Sahila masih tak menyangka bahwa Bundanya, sosok yang selalu ada untuknya, sosok yang selalu ia lihat sebelum tidurnya, sosok yang selalu menyayanginya dengan tulus sepenuh hati  telah meninggalkannya selama-lamanya.

Sahila memandang jauh ke langit. Mencoba menunjukkan senyum terbaiknya pada semesta lalu mengalihkan pandangannya pada nisan Bundanya.

"Bunda jangan khawatir... Lala udah bahagia sekarang, dan ternyata Lala memang ga sebutuh itu sama Ayah." Sahila tersenyum miris setelah mengucapkannya.

Drrrtt Drttt

Sahila melihat sekilas pesan masuk di ponselnya lalu mengalihkan pandangannya pada nisan Bundanya.

"Lihat nih Bun." Ujarnya sembari menunjukkan ponselnya seolah Bundanya bisa melihat isinya. "Mami seprotektif itu sama Lala" Ujarnya diikuti dengan kekehan pelan."Sahila pulang dulu ya Bun, sebelum gantian Papi yang neror Lala." Sahila bangkit dengan tatapan yang masih terpaku kearah makam Sang Bunda.

"Sahila sayang Bunda."

Sahila berjalan menjauhi makam Bunda menuju parkiran pemakaman menuju mobil yang sudah menunggunya.

On a Rainy DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang