Part 6 | VALLERIEN

158 32 8
                                    

Seharusnya kita mempunyai seseorang yang bersedia untuk menjadi tempat bersandar.

•••

Kabar yang baru saja tersebar ke seluruh warga setempat langsung membuat orang-orang mendatangi tempat kejadian. Di sekolah pun Rasya diizinkan pulang oleh pihak sekolah, ada beberapa guru yang mengantarnya dan berniat untuk berbela sungkawa. Kabar meninggalnya Ibu Rasya diketahui oleh semua warga sekolah, termasuk siapa pembunuh yang tega melakukannya.

Banyak tatapan menghunus yang Rasya dapatkan saat tadi dirinya berjalan di koridor untuk segera pulang. Telinganya beberapa kali mendengar celetukan-celetukan yang membuat hati Rasya mencelos.

Gadis itu terududuk melamun di mobil kepala sekolah, tujuannya saat ini adalah rumah. Air matanya sudah menggenang di pelupuk mata, penglihatannya serikit kabur saat mengingat jika nanti ia pulang akan bertemu dengan jasad ibunya sendiri. Perkataan menusuk dari teman-temannya terus saja terngiang dalam pikirannya. Bu Dania mencoba menenangkan dan menyalurkan rasa damainya pada sosok gadis yang terlihat sangat kacau saat ini.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai di kontrakan, Rasya langsung turun dan berlari mendekat ke arah rumah tersebut. Rumah itu dilingkari oleh garis polisi, Bu Dania dengam cekatan menahan tangan Rasya agar gadis itu tidak gegabah. Semua warga di sana manatap Rasya dengan iba, banyak yang meyuarakan jika Rasya adalah gadis yang malang.

Bahu Rasya bergetar saat ia melihat Amar dalam dekapan polisi memotong jarak ke arahnya.

"Ayah jahat ...," lirih Rasya tepat di wajah ayahnya yang terlihat sangat frustasi. "Ayah pembunuh!" sentak Rasya sembari menunjuk ke arah ayahnya.

Saat Amar akan menjawab, pria itu sudah ditarik untuk masuk ke mobil polisi. Rasya meneteskan air matanya lagi dan lagi, ia bisa melihat ada darah yang mengotori pakaian ayahnya.

Gue anak pembunuh.

Pintu rumah terbuka saat beberapa petugas keamanan keluar dengan sekantung jenazah berwarna kuning, Rasya langsung menghampiri dan mencegah petugas itu agar tidak membawa ibunya. Bu Dania merasa kelimpungan karena gerakan Rasya sangat lincah saat berlari ke arah petugas.

"Maaf Ibu anda harus segera di autopsi," mohon salah satu petugas keamanan.

"Mama," lirih Rasya. "Pak tolong beri saya waktu buat lihat Mama," pinta Rasya.

"Anda bisa melihatnya nanti jika jenazah sudah dipulangkan," final Petugas itu kemudian melanjutkan langkah untuk membawa Nina ke rumah sakit.

Kepergian jenazah Nina itu membuat satu-persatu warga meninggalkan lokasi kejadian. Bu Dania juga ikut berpamitan, ia akan mengurus semuanya di rumah sakit. Rasya terduduk lemas di depan pintu yang terdapat garis kuning.

Ia menundukan wajahnya, tangisnya sedari tadi tidak berhenti. Dadanya sesak, cuaca mendung hari ini tidak membuat perasaan Rasya teduh. Gadis itu menggigit bibirnya kuat, seperti ada beberapa jarum yang menusuk hatinya. Rasya mengepalkan tangannya dengan kuat, sampai akhirnya ada tangan yang terulur memberikan sebuah sapu tangan berwarna maroon.

"Jangan nangis, sekarang kita urus semuanya," ucap Satria. "Jenazah Mama lo bawa ke rumah gue," putusnya.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VALLERIENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang