Part 2

272 22 5
                                    

Karma 4
Part ini ditulis oleh saya nadhiro80

Hari sudah malam ketika Jaguar hitam milik Bastian berhenti dengan mulus di depan rumah Ara. Bastian turun terlebih dahulu, lantas membukakan pintu untuk Ara.

Ara tahu, di dalam rumah-rumah yang sudah tertutup rapat di kompleks ini, ada mata-mata yang mengintip dari balik jendela. Biar saja, ia tak peduli. Ia memang tidak bisa mengendalikan rasa penasaran orang lain. Kalaupun ada yang nyinyir, setidaknya ia bisa menyombongkan kekasihnya kepada para tetangga.

"Makasih, Sayang," kata Ara seraya turun dari mobil mewah Bastian. Tangannya menenteng tas belanjaan dari butik ternama. Entah hadiah mahal ke berapa dari kekasih kayanya.

"Besok bajunya dipakai, ya. Aku mau lihat. Pasti tambah cantik," puji Bastian.

Ara tersenyum manis. "Kalau sekarang nggak cantik?" tanyanya menggoda.

"Pacarku selalu cantik, dong. Apalagi habis dari salon tadi," jawab Bastian. Tangannya membelai dan mencium rambut Ara yang wangi. "Tapi kalau pakai baju yang tadi, pasti makin bersinar."

Pipi Ara memerah karena perlakukan Bastian. Pujian dan perhatian itu selalu bisa membuat Ara bahagia dan melupakan sejenak segala penat, akibat pekerjaan rumah maupun tugas kuliah.

"Ya udah, masuk sana," perintah Bastian lembut, lantas mengecup kening Ara. Gadis itu kembali tersipu.

"Bye." Ara melambaikan tangan kepada Bastian yang telah pamit dan menunggu pacarnya itu naik ke mobil. Ia menatap mobil yang dikendarai Bastian sampai menghilang di tikungan.

Dengan bersenandung, Ara masuk ke dalam rumah. Namun begitu membuka pintu, ia dikejutkan dengan Hanna yang menghadangnya dengan berkacak pinggang.

"Dari mana saja, kamu?" tanya Hanna galak.

"Nggak lihat tadi? Aku senang-senang sama Bastian," jawab Ara tak kalah galak.

"Sampai malam begini? Kamu mikir nggak, sih? Kamu itu perempuan. Lihat! Jam berapa itu?" marah Hanna, sambil menunjuk jam di dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Nggak penting. Tahu nggak?" ejek Ara. Ia melangkah menuju kamar dengan sengaja menyenggol pundak Hanna.

"Ara! Berhenti kamu!" teriak Hanna, sambil melangkah buru-buru mengejar adiknya.

Ara berbalik lagi, matanya melotot pada kakak tirinya. "Apa?" tantangnya.

"Aku belum selesai ngomong," kata Hanna tepat di hadapan Ara.

"Oke. Ngomong aja. Akan aku dengerin," kata Ara. Ia brrsedekap, siap mendengarkan petuah dari kakak tirinya yang memuakkan. Sungguh membosankan.

"Apa itu di tangan kamu?" tanya Hanna lagi.

"Baju. Hadiah dari Bastian," jawab Ara cuek.

Hanna menghela napas, tampak lelah menghadapi Ara yang keras kepala. "Kakak tahu, pacar kamu itu orang kaya. Tapi bukan berarti kamu bisa minta apa saja sama dia. Perempuan itu harus punya harga diri," katanya lebih lembut dari sebelumnya.

Ara mendengkus. "Kakak iri, kan?" tuduhnya.

"Aku? Iri?" tanya Hanna kaget. Tidak menyangka adiknya berprasangka seperti itu. Dahinya mengernyit.

"Iya. Karena suami kakak nggak bisa ngasih kemewahan kayak Bastian. Dia pergi nggak jelas ke mana. Jangan-jangan dia punya istri lagi, tuh."

Perkataan Ara telak mengenai ulu hati Hanna. Sakit sekali. Tangannya sudah terangkat, hampir menampar wajah cantik Ara.

(Bukan) Pernikahan Impian [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang