28. DIA YANG PERTAMA KALI MELUPAKAN JANJI (1)

5.1K 472 79
                                    

Malam, Dears! ^^

Sudah siap baca bab 28 cerita ini?

Jangan ngeluh pendek terus bab-nya. Biar kerasa panjang, baca ulang saja dari PROLOG. Mudah banget, 'kan?

Clue bab 28 : "Bukan kesedihan yang tertinggal setelah mendapati sebuah kebohongan sekalipun atas alasan membahagiakan, melainkan rasa kecewa karena merasa tak pernah dipercaya sebagai tempat berbagi kisah."

Budayakan vote sebelum baca,
Biasakan komentar di akhir cerita.

Harap koreksi typo, ya ...

Happy reading!


***






Evan memutar ponselnya berkali-kali. Terkadang tangannya berhenti dan menempelkan sisi ponsel di dagu, menunjukkan pose sedang berpikir. Sebenarnya, dia tidak harus memeras otaknya terlalu keras. Ikut dalam permainan atau tidak, dirinya sudah menang telak, persis seperti yang dia katakan pada Haikal. Namun, dia tak tahan jika hanya diam padahal dia punya sesuatu yang mungkin bisa mempercepat laju permainan.

"Ayah ...."

Evan bangkit dari sofa dan segera menyimpan ponselnya. Dia lantas menggerakkan tungkai mendekat ke arah brankar. Di sana, putri kecilnya baru saja terbangun dan memanggil namanya. Setelah sarapan dan minum obat pagi tadi, putrinya memang langsung terlelap.

"Iya, Sayang. Ayah di sini. Kenapa? Ada yang sakit?" tanyanya penuh perhatian bercampur khawatir.

Keadaan putrinya memang sudah membaik. Selama seminggu, Evan tak pernah absen menemani putri semata wayangnya itu. Dia memboyong semua pekerjaan kantornya ke rumah sakit. Beberapa perjalanan dinas terpaksa dia cancel atau dialihkan ke yang lain jika memang sangat urgent.

"Yang, Yah. Yang ..." Bocah satu setengah tahun itu kembali mengulang rengekan yang sama sejak dua hari lalu, tepat saat dokter tak lagi memberinya infus.

Caca tergolong anak yang cerdas. Balita itu cepat bisa bicara dibanding balita seumuran lainnya meskipun hanya sepatah dua patah kata. Namun, Evan tidak pernah kesulitan memahami celotehan putrinya itu. Mungkin, inilah yang dinamakan ikatan batin antara orang tua dan anak di mana seorang ayah selalu bisa menangkap maksud putrinya.

"Iya, nanti, ya! Ayah tanya dokter dulu apa Caca sudah boleh pulang atau belum. Caca kan lagi sakit, Nak," tutur Evan lembut.

Caca menggeleng. Mata jernihnya mulai berkaca-kaca. Bibirnya bergetar hendak melontarkan tangis.

Evan segera mengangkat dan menggendong Caca. Dia mengusap punggung Caca, berusaha menenangkan. Balita itu merebahkan kepalanya di bahu Evan dengan memeluk leher ayahnya erat.

"Au yang ...." Caca tetap keukeh merengek ingin pulang.

Evan mengecup pipi Caca penuh sayang. "Jalan-jalan di taman, mau? Kita lihat bunga sama cari kupu-kupu. Yuk!"

Caca menggeleng. Dia mulai terisak kecil sembari semakin menyurukkan kepalanya ke lekukan leher Evan.

Evan hendak membujuk putrinya kembali agar tak menangis saat seorang suster masuk sembari membawa makan siang, puding cokelat, semangkuk kecil irisan melon, dan sekotak susu. Namun, bukan suster Ayu seperti sebelumnya. Sejak kemarin, suster sekaligus tetangganya itu tak lagi datang memantau pemulihan Caca.

TOO LATE TO FORGIVE YOU | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang