Meet Up!

10 3 0
                                    

Isyana kini di sibukan dengan persiapan kepindahan keluarga nya. Terlihat beberapa koper dan tas sudah ia kemasi bersama Betari. Raut wajah nya sedang tidak baik sekarang. Bagaimana tidak? Ia harus berpisah dengan teman-teman nya. Meninggalkan kenangan yang baru saja ia ukir, meninggalkan semua hal yang membuat nya bahagia beberapa bulan terakhir ini.

Ia memasukkan pakaiannya kedalam koper dengan pandangan kosong. Tentu saja, hal itu membuat baju-bajunya tak rapih sama sekali.

Isyana menutup kopernya dengan asal. Ia hanya mengikuti arah Resleting koper berwarna biru muda itu.

Gadis itu pasrah. Ia sudah berkali-kali meminta izin untuk tetap tinggal disini walaupun sendirian. Namun karena bagaimana pun Isyana adalah anak perempuan satu-satu nya, tentu orangtua nya berat hati jika harus meninggalkan nya seorang diri tanpa siapapun yang menemani disini.

"Isyana."

Panggilan Betari membuyarkan lamunan Isyana. Mamanya itu ternyata kini telah bersiap.

Isyana hanya mengangguk, menarik bibirnya tersenyum paksa agar Betari tidak merasa semua ini beban bagi diri Isyana. Memang benar, Anak pertama rela mematahkan mimpi nya demi menjaga mimpi orang lain. Sama hal nya dengan Isyana. Ia harus mengalah, memendam, bahkan mengubur impian yang ia inginkan untuk menyenangkan hati Orangtua nya.

Mungkin tidak bermaksud mengekang atau menghambat prestasi Isyana. Orangtua Isyana, seperti orangtua lainnya— selalu ingin yang terbaik untuk Anak nya tapi terkadang cara yang mereka gunakan memang salah. Bukan membangun rasa semangat, justru kadang membuat semangat itu turun tanpa disengaja.

Isyana berjalan pelan menuruni tangga dengan hati-hati. beberapa orang suruhan Albert kini sedang mengemasi barang dan akan di masukan ke dalam truk yang akan mengangkut semua nya. Ia lalu keluar rumah untuk melihat halaman untuk terakhir kali nya. Melihat kebun yang masih asri di tumbuhi Bunga-bunga yang indah.

Ddddrrrttt.... Dddrrrtt....

Isyana melirik ponsel yang ia genggam. Tertera id pemanggil disana.

Mine

Isyana berdesis lirih.

"Kenapa harus sekarang sih. Rasanya gak sanggup angkat," keluhnya. Namun ia juga ingin sekali mendengar suara itu untuk menenangkan hati nya yang sedang gundah saat ini.

"Assalamu'alaikum," sapa Isyana.

"Waalaikumsalam, kamu dimana?" tanya seorang lelaki di seberang sana.

Isyana terdiam. Mulut nya kelu. Suara itu begitu lembut hingga berhasil melenyapkan kegundahannya dalam sekejap. Pasti ia akan sangat merindukan kehadiran pria itu, bahkan pada suara nya saja.

"Nana..."

Seketika Isyana tersadar dan mulai fokus pada lelaki yang sedang mengajaknya berbicara tersebut.

"Iy— Iya Ndon, aku disini. Aku masih dirumah kok belum on the way," ucap Isyana sedikit gugup.

"Ya sudah, hati-hati yaa disana, jaga hati jaga kesehatan. Inget sama aku dan semoga disana nanti dapet temen yang baik," ucap lelaki yang bernama lengkap Andeskar Devian Poseidon itu.

Poseidon. Dialah lelaki yang telah berhasil memiliki hatinya. Isyana sering memanggil nya Ndon,  agar lebih singkat dan tentu saja agar beda dari orang lain.

"Kamu juga di sini baik-baik, aku-" ucapannya seketika terhenti oleh air matanya yang terjun bebas begitu saja. Isyana menarik ingusnya yang kini berargumentasi dengan hidung dan menciptakan suara khas ketika Isyana menangis.

We Are!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang