"Wah, gila," Ujar Maya sekali lagi. Dia terus-menerus menatap wajahku yang kini tak tertutup rambut lagi.
Maya memaksaku untuk menguncir rambutku.
"Wah, gue enggak nyangka punya teman secantik Lo sumpah!" Rio pun ikut-ikutan menatap wajahku.
"Gue juga. Ingat enggak kalian? Pas guru les tadi berkali-kali nanya ke Valeria. 'kamu bukan murid baru 'kan? Soalnya saya baru pertama kali melihat wajahmu'. Emang sih. Wajah Valeria kelihatan beda kalau enggak ketutup rambut," timpal Arshad.
Mendengar kata-kata Arshad, Rio dan Maya pun tertawa. Aku hanya bisa tersenyum tipis. Benarkah aku cantik? Benarkah aku terlihat berbeda?
"Mata Lo besar, terus juga. Alis Lo tipis tapi panjangnya hampir sejajar sama ujung mata. Hidung Lo juga enggak pesek, tapi enggak mancung. Bibir Lo bentuknya hati. Ih lucu banget wajah Lo. Cantik juga. Jangan ditutup lagi wajahnya," Ucap Maya seakan mendengar isi hatiku.
"Tapi jujur ya, kalau Lo nunduk. Lo itu terkesan cewek feminim dan cerdas gitu. Tapi kalau ada mata yang bertatapan sama mata Lo yang lagi menghadap lurus. Gue enggak tahu jadinya gimana," tambah Rio
"Enggak boleh gitu, Rio," Jawab Maya
Mataku memang terlihat menakutkan. Tatapan mataku tajam dan mengancam. Aku membenci tatapan itu. Makanya aku menunduk.
"Val, Lo cantik kok. Mata Lo cantik banget. Kalau Lo bisa menyesuaikan tatapan mata Lo itu. Gue yakin pasti jadi lebih cantik dan terlihat ramah," lanjut Maya.
"Gue setuju!" Arshad mengacungkan jempol
"Halah! Lo mah setuju-setuju aja," Hardik Rio sambil menyenggol pundak Arshad.
Kami berempat tertawa bersama.
***
Aku pulang ke sebuah rumah yang begitu senyap dan sepi seketika jika aku ada di dalamnya. Tapi setelah aku di dalam kamar. Semuanya mulai beraktivitas seperti biasa.
Pembunuh memang pantas dibenci.
Aku menyimpan tas sekolah di atas meja belajar yang sederhana dan tak dipenuhi banyak barang lainnya. Hanya buku dan beberapa alat tulis. Tak ada hiasan, foto, atau pajangan lainnya.
Menurutku, jika kita punya kenangan, tak perlu dipasang di tempat-tempat seperti tembok atau meja. Kenangan hanya membangkitkan perasaan kadaluwarsa dalam hati kita.
Meski bahagia atau sedih. Kenangan hanya perlu disimpan dalam hati.
Entah karena kenanganku begitu menaktukan, sehingga aku tidak mau melakukannya.
Tapi itu kembali lagi pada diri kalian sendiri dalam menghadapi hal yang kalian alami.
Aku penasaran dengan wajahku karena teman-temanku. Aku melangkah menuju cermin. Rambutku masih diikat kucir kuda seperti Maya.
Aku sendiri ketakutan melihat tatapan mataku di cermin. Katanya mataku cantik, tapi kenapa terlihat menakutkan. Aku mencoba melepas ikat rambutku. Dan mulai menutupi wajahku dengan beberapa helai rambut.
Kulitku yang putih pucat, menambah kesan horor dengan rambut menutupi wajah. Seperti melihat kuntilanak. Aku segera menyisir rambut dan menyelipkan sebelah rambut ke telinga.
Cantik
Eh, kenapa aku malah mah memperlihatkan kesan manis kepada orang-orang sekarang.
Aku segera mengubah penampilan menjadi seperti biasa. Segera pergi ke kamar mandu untuk mandi.
***
Aku pergi ke sekolah dengan penampilan hororku. Semuanya menatap ngeri. Pagi-pagi begini sudah lihat hantu. Hahaha. Aku puas.
"Hei! Val, kenapa penampilan lo jadi kayak gini lagi, sih?!" Maya menghampiriku yang sudah sampai gerbang sekolah.
"Buruan pakai!" Maya menyodorkan ikat rambut. Aku segera menggeleng.
"oh, jadi mau dipaksa ya?!" Maya mendekat dan segera meraih rambutku. Aku pun segera melangkah mundur. Maya terlihat khawatir.
"Oke, enggak akan dipaksa. Tapi lo harus mau pakai jepit ini." Maya pun mengeluarkan sebuah jepit dengan aksesori stroberi berwarna merah muda.
Aku tahu kalau Maya menyayangiku. Makanya Ia mau melihatku berubah. Aku menerima jepit rambut tersebut. Dan memakainya asal. Maya langsung melotot.
"Bukan gitu." Maya meraih jepit itu dari rambutku. Ia menarik tanganku menuju koridor depan sekolah.
Maya menyisir rambutku dengan sisir miliknya yang ia keluarkan dari tasnya. Kemudian memakaikan jepit stroberi itu tepat di atas telinga.
"Kalau begini 'kan rapi dan cantik. Oh iya, kalau bisa, lo berhenti nunduk!" Maya kemudian menggandeng tanganku untuk masuk kelas.
Sepanjang jalan, semua orang memperhatikan ku. Tapi aku senang, komentar mereka tidak terdengar jahat lagi. Mereka mengira kalau aku ini adalah murid baru.
Aku terus saja menunduk. Aku takut kalau mereka malah jadi takut padaku karena mataku. Berkali-kali Maya menyenggol ku dan berbisik untuk mengangkat wajahku. Tapi aki tetap menggeleng.
Sampai di kelas, Maya langsung mengomel padaku.
"Ah, sudah kuperingatkan tadi 'kan. Angkat wajahmu!" Maya duduk di kursinya sambil cemberut.
Teman-teman di kelas langsung mendekat pada kami. Mereka terus menatapku.
"Hei! Sedang apa kalian?!" Bentak Maya
"Gitu aja marah. Kenapa sih?! Dasar aneh." Salah satu murid laki-laki itu malah membentak balik.
"Ini nih! Si Valeria, gue suruh dia jangan nunduk. Eh dia masih aja nunduk," jawab Maya
"Hah?! Maksud lo, cewek ini, adalah Valeria yang horor itu?" Salah satu murid menunjuk ku. Maya mengangguk.
"Masa sih? Gue enggan percaya," ujar murid yang tadi membentak Maya
"Lah?! Udah gue bilang ini tuh Valeria. Nih ya, kalau masih enggak percaya." Maya kemudian mengacak rambutku dan menutupi sebagian wajahku dengan beberapa helai.
Semua murid yang berada di sekeliling kami langsung kaget.
"Kok bisa ya, cuma ketutup rambut aja, penampilannya berbeda banget," ujar murid laki-laki yang baru nimbrung di meja kami.
"Kamu seperti putri raja yang menyamar sebagai nenek sihir," lanjutnya.
"Woi! Tega-teganya Lo ngatain temen gue ini nenek sihir!" Maya langsung berdiri dari kursinya
Jujur, aku malah tersipu malu mendengar kata putri raja
I'm back 👋👋👋
Haii
Gimana ceritanya?
Yok tunggu update selanjutnya
Terimakasih
Papaii
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf Atau Terimakasih
Teen FictionDia gadis yang misterius Pintar, namun tak ada yang pernah melihat bagaimana rupanya. Ia sengaja menutup wajah diantara tirai rambutnya yang hitam dan panjang. Tak ada yang mau menemaninya karena Ia ternyata berbeda dari anak lainnya. Sampai ia men...