Latar kesedihanku

405 60 36
                                    




🅗🅤🅙🅐🅝
𝘢 𝘓𝘶𝘮𝘢𝘳𝘬 𝘧𝘢𝘯𝘧𝘪𝘤 (ficlet)

🌧 🅂🅃🄰🅃🅄🅂 : Completed


--- Enjoy^^ ---


— , xxrenmyn






Hari ini adalah hari pertama hujan turun di Hongkong. Hari-hari sebelumnya belum pernah, sehingga kejadian ini membuat suasana tempatku tinggal jadi lebih tentram.

Ayah dan ibuku sedang bermesraan di ruang tengah. Bergelung dalam selimut seraya menonton televisi ditemani beberapa camilan.

Walaupun usia pernikahan mereka sudah tua. Ayah dan ibu terlihat seperti pasangan baru yang mengadopsi anak —yaitu aku—

"Ayah, ibu. Aku ingin pergi ke kebun sebentar"

"Sekarang? Diluar hujan, Yukhei," kata ibu.

Aku mengangkat bahu acuh. Terus berjalan ke arah pintu di sebelah dapur yang terhubung langsung dengan kebun belakang rumah.

"Tidak akan lama. Aku janji membawa payung"

Setelah mengatakan hal tersebut, aku menggeser pintu kemudian memasang sandal hijau kesayangan.

Ya... rumahku tidak seperti rumah kalian yang terlihat moderen karena aku tinggal di sebuah perumahan dengan arsitektur jaman dulu yang pintunya dapat dibuka dengan cara digeser.




Seperti yang telah dijanjikan. Aku membawa payung transparan yang dibeli saat masih di Korea.

Dulu memang aku menetap di negara itu. Tidak lama. Satu tahun lebih mungkin? Kemudian aku memutuskan untuk kembali ke rumah yang menjadi saksi pertumbuhanku selama ini.

"Hoi, Yukhei! Mau kemana?"

Hendery —tetanggaku yang juga menjelma sebagai sahabat di negeri ginseng— menyapa dari balik tembok pembatas rumah.

"Biasa, ke kebun"

Ia mantuk-mantuk seraya menyesap coklat hangatnya. Aku pun kembali berjalan hingga latar hijau menyapa pengelihatan.

Sebelum hujan siang ini, aku tak pernah menginjakkan kaki ke kebun. Ini yang pertama dalam lima bulan terakhir —kalau aku tidak salah—

Ada beberapa anak tengah bermain di lapangan belakang. Tawa mereka teredam deru angin dan tetes hujan.

Namun entah kenapa hati ini masih belum menemukan jalannya.



Jalan keluar dari kesedihan yang menawannya.


Mengingat itu, tiba-tiba saja aku tersenyum miris. Yah... ingatan yang sebelumnya ingin kupendam dalam-dalam kembali muncul. Membuat dada sesak dan rasa sakit di lubuk hati.

Memang benar kata ayah, jika kau ingin melupakan sesuatu, kau tidak boleh memendamnya. Kau hanya harus berdamai dengan hal tersebut

"Karena jika kau berusaha keras untuk melupakannya, maka ketika itu muncul, dia akan membawa rasa sakit yang teramat sangat" sambungku.

Ayah memang orang yang sangat memahami aku karena beliau adalah sahabatku sejak kecil, bahkan ketika masih dalam kandungan.

Tapi untuk masalah kali ini... aku akan coba untuk menyelesaikannya sendiri.

Aku hanya meminta saran dari ayah, ibu, dan juga Hendery. Sisanya, tentu akan kuhadapi dengan gentle.


"—hikss"

HUJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang