Sebelum ke hari 21, ada malam di mana semua orang berharap kalau nama mereka bukanlah yang tertulis dalam kertas yang keluar dari kocokan di tangan Dania.
Satu gulungan kertas keluar, semua orang menahan jerit. Tangan Dania sudah hendak membukanya ketika Yerin tiba – tiba saja menahan, "Jangan buka dulu. Barengan aja nanti sama yang kedua."
Dania mengangguk setuju, jadi dia mengocoknya lagi, sampai keluar satu gulungan kertas. Semua orang makin harap – harap cemas ketika Dania mulai membuka satu persatu gulungan kertas.
"Cuman poco – poco doang, pada tegang banget," komentar Dirga yang baru kembali mengambil minum dari dapur.
Sementara wajah Dania sudah menganga seorang diri, dia melirik pada rekan – rekannya.
"Wahh ... " ungkapnya terkejut melihat dua nama yang tertera.
Arin menatap penasaran, "Kenapa, Kak? Siapa yang kebagian?"
Dania menelan ludahnya susah payah. Ia melirik seseorang di sudut yang tengah sibuk dengan ponselnya, serta seseorang yang meneguk air minum.
"Dirga sama Rama."
Uhukkk... Uhukkk.. Uhukkk
Dirga keselek. Refleks ditepuk Reno punggungnya.
Jari jemari Rama di atas ponsel terhenti, wajahnya kosong tiba – tiba.
Yerin bertepuk tangan nyaring, sisanya—terkecuali Kalla yang lunglai—berusaha menahan tawa, tak terbayang bagaimana dua orang paling dingin itu memimpin poco – poco besok pagi.
"Cepet pilih lagu, Bro," rangkul Hoshi pada Rama yang merunduk.
....
Esok paginya, di hari ke 21.
Ibu – Ibu sudah berbaris menunggu instruktur hari itu untuk naik ke podium.
Beberapa berbisik menanti, "Eh, yang sekarang maju yang mana? Ganteng kaya yang kemarin gak ya?" bisik salah satu Ibu – Ibu.
"Saya sih pengennya tuh yang tinggi murah senyum," bisik yang lain menunjuk Juan yang tengah peregangan bersama Kalla dan Joy.
"Ih kalo saya seneng sama yang matanya tajem itu, idungnya mancung kaya pacul," tunjuk Ibu lain pada Rama.
"Mending yang sebelah sana, matanya tajem, keliatan tegas orangnya," tunjuk yang lain pada Dirga yang tengah bersiap di sisi podium.
"Saya suka yang paling tinggi dan berotot itu, keliatannya kuat dan keker, hihi," cekikik yang lain menimpali lagi, memperhatikan Reno yang tengah mengangkat pisang kiriman warga ke Adipati. Ibu – Ibu yang lain mengangguk setuju, Reno tampak kekar dengan kaos polos, celana training dan pertunjukan ototnya itu.
"YUK BU IBU BARIS YANG RAPIH, MAU KITA MULAI SENAM PAGINYA!" teriak Joy dari depan.
"Ayo, Ram, Dir! Mulai!" titah Joy memberi intruksi.
Dirga dan Rama perlahan – lahan naik ke atas podium yang terbuat dari box – box kayu yang biasa digunakan untuk menyimpan hasil panen.
Hoshi di depan memberi kode akan menyalakan musik pada dua temannya, "Mulai!"
Musik pun mulai terdengar. Dirga dan Rama merunduk pasrah bersiap – siap.
BANG JALIII~~ BANG JALIII~~
Semua mulai bergerak, termasuk Dirga dan Rama yang bergerak ragu – ragu. Mereka tak sengaja saling melirik lalu membuang muka, malu.
"KURANG KENCENG GOYANGANNYA JAANG!" teriak seorang Ibu – Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTIGABELAS | 47 Days With Them✔ [OPEN PO check IG allyoori]
General Fiction[B E R T I G A B E L A S] ▪︎selesai▪︎ • College but not about collegelife in campus • Semi-baku • Lokal AU 13 orang terpilih dari dua perguruan tinggi berbeda, untuk hidup bersama selama 47 hari kedepan dalam sebuah rumah yang terletak di dusun terp...