Chapter 1; Blind Date?

5 1 1
                                    

  26 Maret 2018

Laki - laki bertubuh tinggi itu menghela nafas berat setelah meneguk sekaleng beer.  Entah itu kaleng beer keberapa yang dia teguk malam ini, yang pasti dia tidak akan berhenti sebelum mabuk berat.

Punggungnya disandarkan didudukkan sofa yang sekarang beralih fungsi menjadi tempat tidurnya.

Dia melihat sekeliling ruangan tamu itu. Ruang tamu yang berisikan satu buah sofa dengan meja kecil didepannya, dan bertumpuk - tumpuk kotak barangnya saat pindahan hampir 2 bulan yang lalu.

"Jangan terlalu sering minum alkohol, Han. Kau tahu kan aku akan kesulitan mengurus bayi besar sepertimu? Apalagi setelah mabuk kau benar - benar seperti anak kecil."

"Biarkan saja dia Ra. Malam ini kita bersenang - senang! Ahahaha..."

Dia tersenyum kecut. Kenangan waktu itu malah menghantuinya saat dia mabuk. Percuma dia meminum berkaleng - kaleng beer untuk melupakan mereka. Mereka malah datang mengingatkan dirinya akan sakit hatinya yang dulu.

Dia kembali meneguk tetes terakhir dari kaleng yang ada di tangannya, lalu melemparkannya ke sembarang arah. Tumpukan kaleng beer sudah semakin banyak. Dia tidak memperdulikan itu.

Dia menatap langit - langit rumahnya itu. Rumah kecil yang nyaman seperti impiannya dulu.

Dulu. Ya, dulu. Rasanya sudah lama sekali.
Dia tertawa. Tertawa yang terdengar perih bagi siapapun yang mendengarnya.

"Aah... Sampai kapan aku seperti ini?"

***

27 Desember 2018

"Besok jangan lupa beli bahan dapur buat persiapan tahun baruan ya, Lya. Minta temenin Joe ajah nanti." Ujar laki - laki tinggi itu sambil membolak - balikkan kertas.

"Baik pak, siap! Serahkan semua pada Lya!"

Laki - laki itu menaikkan satu alisnya, "Sudah saya bilang jangan manggil saya bapak. Berasa tua banget saya." Keluhnya. Lya yang mendengar keluhan bosnya pun tertawa.

Memang, bosnya yang satu ini orangnya humble dan asik banget kepada bawahan - bawahannya. Karena itu, banyak karyawan yang segan dengannya.

"Kalo panggilan mas mah buat diluar pekerjaan pak. Disini kan saya lagi kerja sama bapak. Ehehe" Laki - laki itu tersenyum miring, dan hanya bisa menghela nafas sambil mengangkat bahunya.

"Yah, seenggaknya jangan bapak juga lah. Panggil kakak ajah. Gimana hm?", Laki - laki itu menaik turunkan alisnya. Ditambah senyum manis yang menciptakan dimple di pipi kirinya.

 Ditambah senyum manis yang menciptakan dimple di pipi kirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐏𝐚𝐩𝐞𝐫 𝐏𝐥𝐚𝐧𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang