Jevan dan Eve berjalan pulang dengan heningnya suasana, tidak ada pembicaraan. Mereka berdua saling fokus berjalan.
Pada akhirnya, Jevan berbelok ke salah satu gang Eve hanya melirik sebentar dan berjalan lagi.
12 menit Eve berjalan, dan akhirnya sampai di rumahnya.
Eve melepas sepatunya, melemparnya sembarangan. Merasa kesal dengan hari ini.
Tiba tiba ada Aca yang sudah berada di pintu, Aca menyenderkan badanya sedikit ke pintu dan menyilangkan tanganya di dada.
"Kenapa lo ga naik angkot?" tanya aca datar.
Eve hanya menatap Aca dengan bibir memanyun.
Aca mengerutkan dahi dan menarik lengan Eve mengajaknya duduk di sofa.
"ada apa Eve?" tanya Aca skali lagi.
Eve menghela napas berat, ingin menceritakan kejadian tadi tapi takut.
"Eve?"
Eve menoleh ke arah Aca. "Eve ngga papa kak"
Eve langsung pergi ke kamarnya, membanting pintunya dengan sangat kesal.
"huh. Sial banget Hari ini"
Eve merebahkan tubuhnya ke kasur. Melentangkan tubuhnya,menatap langit langit kamarnya.
"Jevan tadi sigap banget nolong Eve"
"Arghhs.. Ko jadi salah tingkah sendiri sih"
Eve mengingat kejadian tadi, kejadian tadi terngiang ngiang dipikiranya. Sehingga Eve jingkrak jingkrak memikirkanya.
Disaat Eve sedang senang senangnya, tiba tiba Aca membuka pintunya sehingga Eve terkaget bukan main.
"Astaga"
Aca mengerutkan dahi, merasa penasaran apa yang dilakukan Eve sebelum dia menghampirinya.
"hmm? kenapa?" tanya Aca penasaran.
Eve hanya menggelengkan kepala.
Aca mendekati Eve dan menyipitkan kedua matanya. "kayanya lo lagi jatuh cinta"
Eve spontan langsung melototkan kedua matanya. "apaan si kak"
Aca hanya terkekeh pelan, "lo belum jawab pertanyaan kakak" ucap Aca.
Eve menaikan satu alisnya merasa bingung apa yang dimaksud dengan kakaknya ini.
"tentang lo pulang ga naik angkot"
Eve langsung diam dan memilih tak menjawab pertanyaanya.
"Ve" panggil Aca.
"ha? Eng-engga papa kak" Ucap Eve terbata bata.
Aca semakin penasaran dengan apa yang disembunyikan oleh Eve. Aca hanya mengangguk dan meninggalkan Eve.
Eve menghela napas pelan, "huh untung aja"
...
"Lah? Ga naik taksi lo?"
Jevan hanya mengangguk, membalas ucapan kakaknya dengan senyuman.
Jevan mendekati kakaknya yang duduk di sofa."kok keringetan?"
Jevan menoleh dan mengusap keringat yang ada didahinya.
"iyalah gue kan jalan kak," jawap Jevan.
Joan mengerutkan dahi, dan saat Jevan berbalik ingin menaiki tangga, Joan melihat seragam belakang Jevan yang kotor dan basah.
"Eh.. Sini dulu"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STRUGGLE
Teen Fiction. . Berawal dari malu mengungkapkan, hingga mulai berani memperlihatkan perjuanganya mendapatkan dia. Karna perjuangan tak semulus ekspetasi dan tak semulus fikiran. Semuanya dilalui dengan logika. . .