Sigma Albatra√

4 0 0
                                    

"Boleh gue duduk di sini?"

Ia mengangguk dengan acuh. Abaikan lelaki di sampingnya. Suara derit kursi yang ditarik membuatnya berdecak kesal seraya menoleh ke samping. Memperhatikan gerakkan teman sebangkunya dengan sebelah tangan menopang dagu.

Lantas salah satu alisnya terangkat, tertarik dengan gerakan tangan kanan lelaki di sebelahnya yang merogoh tas hitam bertuliskan 'Sigma' dengan logo Starbucks yang menggantung di salah satu pengait.

Sejenak ia menyibak rambut ikalnya yang tergerai, sedang matanya masih berpusat pada buku fiksi yang baru saja diletakkan oleh teman sebangkunya. Gadis itu mengernyit ketika matanya mulai menelusuri judul yang tertera. Ya, buku itu... buku yang sama dengan miliknya. Pikirnya, melirik bet nama lelaki di sampingnya.

"Sigma--" Gumamnya terputus,

"Albatra," sela lelaki itu seraya menatap lawan bicaranya. Matanya terpaku pada garis lurus yang membentang dari pergelangan hingga lipatan lengan lawan bicaranya. Meringis, bukan karena panjang garis yang membentang, tapi karena letaknya yang terdapat pada bagian dalam, bukan luar. Sedang gadis di hadapannya mengikuti arah pandang Batra. Lantas berujar, "Luka lama,"

Batra mengernyit mendengar ucapan gadis yang ia ketahui bernama Lora, tak cukup meyakinkan. Seolah-olah gadis itu bertanya pada dirinya sendiri. Ia mengangguk mantap, tak ingin memperkeruh suasana.

Hingga tanpa sadar Lora ikut mengangguk, ikut meyakinkan diri sendiri akan ucapannya sendiri. Batra berdehem singkat, merasa kikuk karena terus dipandangi teman sebangkunya. Memalingkan wajah karena sejenak dirinya mengagumi kecantikan Lora. Ya, Lora Orienta.

"Lo anak fiksi?"

"Ha?"

"Itu," ucap Lora seraya menunjuk buku fiksi di sudut meja Batra dengan dagunya. Meminta lawan bicaranya mengikuti arah pandangnya, "Gue gak suka sama ceritanya... Cewenya pasif." Lanjut Lora.

Sedang Batra hanya mengangguk kaku, karena buku itu sengaja ia bawa untuk diletakkan di perpustakaan sekolah. Tak ingin bukunya hanya dipajang di rumah karena ia menyukai covernya, tapi belum pernah ia baca.

Matanya terlalu lelah untuk melihat ratusan halaman yang secara keseluruhan memuat berbagai kalimat. Ia lebih suka meminjamkan bukunya kepada temannya, kemudian menyimak ucapan temannya tentang buku yang telah mereka baca. Entah dosa apa yang telah ia perbuat di masa lalu, sehingga dirinya terlalu malas untuk membaca.

"Jadi, lo suka baca novel?" tanyanya lagi, yang dibalas gelengan kepala oleh Batra.

Hening. Batra merasa ruang kelasnya terlalu sunyi untuk ukuran anak kelas 11 dengan segala keagresifan muridnya. Terkecuali dirinya. Netra matanya menyapu sekeliling, memperhatikan meja bagian depan yang diisi dengan sekelompok murid kutu buku yang mulai berembuk mengenai beberapa pelajaran.

Ia segera memalingkan wajahnya ketika matanya bertemu pandang dengan siswa siswi yang sedang kasmaran di sudut ruangan. Beberapa saat kemudian ia kembali curi pandang ke sudut ruangan sebelah kiri, mengamati si siswi dengan rambut hitam legam yang dikuncir kuda mulai berbisik takut di telinga sang kekasih. Beradu pandang dengan Batra, yang kemudian memutus kontak mata terlebih dahulu.

Batra bergidik ngeri ketika menatap tampang siswa bak preman itu. Tak ingin menjadi murid yang terlihat, maka ia mengalihkan pandangannya ke meja ketiga paling kiri. Menatap

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Forgotten King [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang