(+) Older JK, Younger KTH
(+) TW // bahasa kasar, suicide, kekerasan, hurt.
(+) Blurry
(+) 4,3k wordsHappy Readingg....
Aku menatapnya tanpa lelah untuk kesekian kalinya. Laki-laki dengan kaus kebesaran, berwarna hitam pekat yang terpatri apik di tubuhnya membuatku jatuh hati berkali kali.
Entahlah sebenarnya perasaan apa yang hadir disini, tanpa tau nama, tempat dia tinggal ataupun umur berapa dia, aku tetap jatuh hati padanya.
Di ujung taman yang ramai ini aku memandanginya dari kejauhan, aku pikir aku bisa memalingkan pandanganku untuk melihat hal lain.
Namun ternyata tidak, pandanganku akan tetap jatuh berkali-kali kepada sosoknya. Pertemuan lama yang sangat singkat, membuatku terus-menerus memikirkannya.
Seharusnya aku tak perlu keluar dari apart malam itu, harusnya aku diam di kamar saja, dan keharusan yang lain agar aku tak bertemu sosok laki-laki yang tengah berjalan ke arahku sekarang.
Tu-tunggu! Dia berjalan ke arahku? Ke arah aku duduk begitu? Batinku menjerit ketakutan.
Gugup.
Tubuhku terserang rasa gugup tiba tiba.
Itu yang kurasakan begitu ia melewatiku, kukira ia akan menegurku karena sadar aku melihatnya terus menerus. Tapi ternyata tidak, hatiku melengos begitu saja bagai uap dalam kendi.
Aku menyukainya. Walaupun ia tak bisa melihat ke arahku, walaupun ia tak tau aku ada ataupun tidak, walaupun ia tak menyadari kalau aku selalu duduk di kejauhan taman untuk memandanginya setiap hari, walaupun ia tak tau aku selalu tersenyum saat melihatnya, aku tetap menyukainya.
Akhir-akhir ini aku banyak memandang langit, aku sadar kita berada di bawah langit yang sama, berbagi udara yang sama, dengan Tuhan yang sama pula namun perasaan kami berbeda.
Dia bukan cinta pertamaku, dia bukan cinta pada pandangan pertamaku, karna aku sadar aku belum mencintainya.
Bunyi tongkat yang dijatuhkan menyadarkanku, tongkat miliknya yang selalu ia bawa sebagai petunjuk arah. Aku kira ia akan pulang seperti biasanya, namun ternyata aku salah. Dia malah menidurkan dirinya di rerumputan, tak takut kotorkah ia?
Hingga dering telepon mengalihkan pandanganku darinya, aku merogoh telepon yang berbunyi itu dari kantong celana. Menjawab telepon seadanya, dan bangkit dari duduk tanpa sadar bahwa dia telah ada di hadapanku.
Terdiam.
Itu yang aku lakukan sekarang. Menahan nafas dan menyingkirkan badanku sedikit demi sedikit guna menjauh dari tubuhnya dan berlari sekuat tenaga.
Aku belum siap bertemu dirinya sedekat itu, aku masih belum bisa menemuinya. Menemui orang yang sama di malam tahun baru.
✨✨✨✨
Sial sial sial runtukku dalam hati.
Mengapa aku bisa seceroboh itu hingga tak menyadari kedatangannya? pikiran-pikiran bodoh hadir di otakku dengan penuh tanda tanya.
Pikiran bodoh seperti, akankah esok dia menyadari kedatanganku lagi? Atau esok hari ternyata dia tidak datang bagaimana?
Aku belum siap jika pikiran yang hadir di otakku menjadi kenyataan, kilas balik malam tahun baru itupun berputar lagi di kepalaku.
Rentetan peristiwa tak mengenakkan hati kembali di ulang, bagaimana sosok itu bertemu denganku dan menjadi hal suram untuk kuingat.