Senin, 26 Oktober 2020.
Udara panas kian menusuk kulit, membuat keringat menetes deras. Waktu merangkak menyiksaku---ralat, waktu merangkak menyiksa kami.
Waktu dzuhur masih satu jam lagi. Membuat kami ber-tujuh memilih berdiam diri di belakang kamar hanya untuk sekedar bercerita dan tertawa, yang berhasil membuat yang lain terganggu.
Kami mempunyai basecamp, tepat di belakang kamar bagian atas. Di bagian belakang kamar Khurul 'Ain. Hanya dengan beralas kasur lantai, yang hanya dilapisi seprai usang. Itu saja sudah bagai hotel bintang 5 bagi kami.
Kami tinggal di salah satu Pondok Pesantren yang terdapat di kota Banjarnegara Jawa Tengah. Dengan empat kamar di lantai bawah, dan tiga kamar lagi di lantai atas.
Salah satunya kamar Khurul 'Ain yang di himpit oleh dua kamar yang ada di ke-dua sisinya.
Astaga! Kami kembali tergelak, diantara sebagian orang yang tertidur di dalam kamar.
Latifah, sebut saja dia seperti itu. Dia yang paling muda diantara kita ber-tujuh. Seorang yang sangat menyukai Park Jimin. Tak ayal jika dia sering menjadi olok-olokan karena khayalanya yang menganggap dirinya mirip dengan salah satu member BTS itu.
Dengan body yang--yeah lumayan menarik. Yang berhasil menjadikanya sasaran empuk untuk menjadi olok-olokan Naely.
Eh, Naely? Dia yang paling heboh disini. Paling rusuh. Paling---terserah kalian sajalah mau menganggap dia apa. Seorang yang sangat anti dengan korea. Terutama dengan boybandnya.
Tak aneh jika dia tak sefrekuensi dengan Latifah jika sedang membahas BTS. Dan jangan lupakan, dia juga yang sering menganianya Tsaniya.
Aduh, Tsaniya. Malang sekali nasibmu nak. Dia yang paling sabar. Dia yang sering diaiaya Naely, Latifah dan---aku sendiri.
Dan dia punya panggilan lain. Tsaniyol. Awalnya hanya aku yang memanggilnya seperti itu. Tapi seiring waktu, yang lain juga ikut memanggilnya Tsaniyol.
Ke-empat, Uha. Begitulah panggilan yang kita buat untuknya. Nely Alvina Azka Umi Habibah. Sebenarnya panggilanya Neli, tapi entah kenapa kita lebih nyaman memanggilnya Uha.
Dia, sangat menyukai para oppa-oppa korea. Bahkan dia lebih tau tentang korea daripada Latifah, maybe. Kalau mereka berdua sudah membahas tentang para oppa, pasti Naeli akan menyela. Selalu saja.
Kadang aku juga ikut menimbrung, karena aku juga menyukai para muka plastik itu. Anjrit. Itulah sebutan Naeli pada mereka.
Ke-lima, Vika namanya. Cewek bar-bar. Muka diatas rata-rata. Prinsipnya, 'nggak usah terlalu deket sama seseorang, karena bisa jadi mereka akan jadi musuh dikemudian hari. Berteman sewajarnya, kalau ada yang deketin, ya udah. Kalau gak ada? Ya udah.'
Kami ber-enam mangut-mangut saat Vika mengatakan hal tersebut. Kemudian kami bertatapan. Tapi setelahnya malah suara tawa menggelegar yang keluar.
Entah karena apa. Hanya dengan berpandangan satu sama lain, bisa membuat kami tertawa. Seperti ada yang menggelitik di perut kami.
Dan terakhir, Suci. Eh tunggu---aku tergelak. Tak pantas sekali dia ku panggil Suci. Harusnya, Suciol. Yeah, itu lebih bagus. Dia yang paling tinggi diantara kita ber-tujuh.
Entah berapa meter tingginya. Akan terasa jadi anaknya jika berjejer dengannya. Haha---entahlah, makan apa dia saat dikandungan?
Dan, aku? Namaku, Delvia. Panggil saja aku Delvi. Seorang yang---entah. Aku tak bisa mendefinisikan diriku sendiri. Aku hanya tak suka dikekang. Suka berontak jika di paksa. Suka semaunya sendiri jika tak suka.
Suka mengolok-ngolok Latifah karena suara tawanya yang mirip suara kelinci. Suka membuat geram Naely karena kelakuanku. Suka membuat Tsaniyol berteriak kesal karena kejahilanku.
Suka membuat Vika terheran-heran karena sifat anehku. Suka membuat Uha terkikik karena sifat randomku. Dan suka membuat Suciol tertawa dengan kerasnya karena melihat tingkah kita ber-enam.
Ah, sudahlah. Ini kisah kami. Tentang dunia pesantren. Tentang persahabatan. Tentang kebencian. Dan tentang segalanya.
Dan jangan lupakan, aku mempunyai nama panggilan yang---ah, aku bingung harus mengatakan ini panggilan yang bagus atau tidak. Entah karena apa mereka memanggilku demikian. Mereka biasa memanggilku, Si Jull.
Dan ini kisah kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Jull [ON GOING]
Non-FictionAku benci pilihan. Aku benci memilih. Dunia pesantren. Segalanya tentang agama. Tata krama. Sopan santun. Yang membuatku berangsur pulih atas kebencianku pada masa lalu itu. Membuatku sadar atas pilihanku. Ini tentang kami. Tentang persahabatan. Ten...