Kepalang Malu

189 43 1
                                    

Perasaan Nindy ketika pulang ke rumah tidak bisa di deskripsikan. Campur aduk, tak karuan, penuh kecemasan, kebingungan, kegundahan, namun juga sedikit kegembiraan.

Hoodie cokelat tua yang tadi ia ikatkan ke pinggang untuk menutupi celananya yang basah, kini malah menempel di tubuh mungilnya menjadi oversize. Betapa tak tau dirinya Nindy yang asal pergi tanpa mengucap terima kasih pada Argio yang telah membantu.

Perasaan bingung dan salah tingkah masih terus menghantui Nindy. Kenapa pria yang tak pernah berinteraksi dengannya tiba-tiba menolongnya? Perkataan Bobby suami Selvi sekaligus sahabat dekat Argio terus terngiang-ngiang di otaknya.

"Gue emang pernah liat si Gio pake hoodie itu. Tapi kok dia mau minjemin ke loe? Dia bukan orang yang mau ngasih atau minjemin barang pribadinya ke orang lain. Jangan-jangan Gio have a crush on you, Nin? "

Nindy menggeleng kuat, mana mungkin orang sekelas Argio naksir pada Nindy, bukan? Mungkin saja pria itu merasa kasihan karena melihat keadaan Nindy yang tadi kacau. Apalagi, Argio tadi sempat melihat Nindy mengeluarkan air mata, pokoknya Nindy harus terus ber-positif thinking. Nantinya ia akan se-tim dengan Argio, ia tidak mau melibatkan perasaan dalam hal kerjaan, pokoknya tidak mau dan tidak akan, titik.

"Nin, tolong beliin Mama kecap dong di warung Bu Jubaedah. " Perintah sang Mama pada Nindy yang masih bergelayutan di sofa.

Nindy bangkit dan berdecak melihat banyaknya masakan yang Mama buat hari ini, kata Mama sih "Kan ini perayaan karena kamu dapet proyek gede. Nanti bisalah diganti pake gaji kamu itu. "

Nindy tidak bisa melarang, ia senang melihat wajah Mama yang hari ini sumringah. Ia melangkah ke dapur menemui sang Mama yang masih sibuk dengan peralatan dapur.

"Uangnya mana, Ma? " Tanya Nindy.

"Ambil, di atas kulkas. Pake uang kamu dulu kalo gak ada. "

"Iss si Mama, lagi bokek ini-

"Uluh-uluh kamu mah banyak alesan. Beli jaket baru bisa, masa beli kecap lima rebu doang gak mampu. "

"Kapann Nindy beli jaket baru sih, Ma. " Jawab Nindy tak terima.

"Itu apa? " Tunjuk Mama Nindy pada hoodie cokelat tua milik Argio yang tengah Nindy pakai. Yang Mama tau, semua jenis pakaian yang tebal itu namanya jaket.

"Ini bukan jaket baru Nindy, Mah. "

"Terus apa? Oh itu jaket cowoknya kamu, ya? Kamu punya cowok, ya? Tapi diem-diem dari Mama? " Tanya Mama Nindy bertubi-tubi.

"Nindy beli kecap dulu. "

Nindy berjalan cepat keluar rumah, menulikan indera pendengarannya dari sang Mama yang berteriak-teriak karena pertanyaannya tak dijawab sang anak.

______________❣❣❣______________

"Anindita? "

Langkah kaki Nindy terhenti karena ada suara berat seorang pria yang tiba-tiba memanggil. Rasanya Nindy ingin menenggelamkan diri saja, kenapa setiap kali dandanannya tampak seperti upik abu ia tak sengaja bertemu dengan kawannya? Tapi jika Nindy berdandan layaknya seorang putri, tak ada satupun kawannya yang tak sengaja  ia temui.

Nindy menatap dari bawah dirinya sendiri. Sandal swallow, celana tidur gobor, hoodie pinjaman yang kebesaran, serta rambut lepek nya yang hanya ia jedai.

Nindy menoleh kepada seseorang yang barusan memanggilnya.

Double kill

Sekali lagi, Nindy minta pada siapapun yang bersedia menenggelamkan dirinya, tolong tenggelamkan saja. Di hadapannya, berdiri seorang pria pemilik hoodie yang tengah ia pakai.

DeadlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang