"Kamu dipecat Elina!"
Seorang gadis duduk di sebuah ruangan kerja sembari menggendong ranselnya. Matanya membelalak dan wajahnya memerah menahan rasa terkejut.
"Ttapi.. master..."
"Ini sudah keputusan saya selaku pemilik dojo...."
"Apakah anda tidak bisa memberi saya satu kesempatan?"
"Maaf ya, saya akui kamu memang berkompeten, tapi perilakumu tidak bisa ditoleransi lagi... kamu tidak bisa mengontrol emosi dan hampir membunuh orang lain..."
"Tapi, yang salah kan memang preman itu master..." gadis itu meggenggam tangannya erat-erat menahan emosi yang hendak meledak.
"Kamu tahu sendiri Elina... kita boleh memberi pelajaran ke orang lain yang bersalah.. tapi ini sudah parah... kamu membuatnya hampir kehilangan nyawa.. dan lagi, ini bukan kejadian pertama, sudah beberapa kali... kami sudah memaafkan kelakuanmu dan kamu berjanji untuk tidak mengulanginya.. tapi apa? Ternyata kamu mengulanginya kan! Maaf sekali, kami tidak bisa mempekerjakan seseorang dengan emosi yang labil..." pria tua pemilik dojo itu berdiri sambil menatap Elina dengan pandangan menusuk.
"Ya sudah kalau begitu! Saya minta maaf!" Elina berseru ketus. Ia bangkit dari kursinya, dan berlari keluar ruangan sambil menahan air matanya.
Gadis itu berlari melintasi ruangan dojo dengan pandangan kebingungan rekan-rekannya.
Seorang laki-laki----- sahabat dekatnya, menarik tangan Elina.
"El, kenapa ?"
"Gue dipecat!!" teriak Elina tanpa menghiraukan puluhan mata yang melihatnya.
Pria itu melepas tangannya, lalu melirik ruangan dojo yang mulai dipenuhi murid taekwondo.
"El.. kita bicara nanti ya... please lo tenangin diri dulu..." pria itu memegang pundak Elina sesaat.
"Gue gak butuh perhatian lo.." Elina menatapnya dengan mata berkaca-kaca, ia menepis tangan pria tersebut.
Gadis itu berlari menuju pintu keluar, dan menyalakan motor maticnya dengan air mata yang bercucuran.
Dengan kalut, Elina mengendarai sepeda motor. Dalam pikirannya, ia terbayang-bayang wajah renta sang ibu di rumah sakit, terbaring dengan selang-selang infus di tangan. Ibunya yang seorang survivor kanker payudara terlambat didiagnosis sehingga sudah mencapai stadium III. Sekarang, beliau menjalani mastektomi dan kemoterapi. Kata dokter, ibunya masih bisa sembuh bila payudaranya diangkat dan mengikuti sesi kemoterapi sampai tuntas. Bila dirinci, kira-kira ada 12-24 kali pertemuan kemoterapi. Masih bisa berubah tergantung perkembangan sel kanker. Biayanya cukup mahal untuk Elina yang hanya menggantungkan hidup dari gaji menjadi instruktur taekwondo. Ditambah lagi saat ini ia dipecat, entah rasanya apa yang harus ia lakukan.
Elina masih cukup sadar saat menghentikan motornya di lampu merah. Ia membuka sedikit kaca helmnya dan mengusap air mata yang bercucuran.
"Dasar preman bang*at... harusnya gue bunuh aja mereka sekalian..." rutuk Elina masih menangis tergugu di stang motornya. Ya! mereka 3 begundal pasar yang sudah Elina hajar sampai cacat. Orang-orang berpikir Elina cukup keterlaluan untuk melakukan perlawanan. Tetapi, ia marah sekali rasanya melihat orangtua di sebuah lapak yang dipalak oleh mereka, begitu pula cucu mereka yang ketiga begundal itu lecehkan. Maka, tanpa menunggu lebih lama, ia langsung menghajar 3 orang tersebut. Masih teringat jelas pertarungan itu di benaknya, hampir saja ia membunuh mereka bila tidak dihentikan oleh kerumunan massa. Ia hampir ditahan polisi, hampir sekali, tetapi master Lee menolongnya untung terakhir kali. Pria tua itu bilang, "Kubantu kau keluar dari hukuman untuk terakhir kalinya El..." pria itu berkilat-kilat marah saat menatap El, tetapi memohon-mohon belas kasih pada polisi sambil menyerahkan beberapa lembar uang di meja administrasi. Cara itu berhasil! Polisi diam dan dia dibebaskan lagi. Untuk kesekian kalinya. Tetapi, sudah jelas ini pertolongan master Lee yang terakhir. Setelah pemecatan ini, tak ada lagi uluran tangan kedua dan ketiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Grumpy Bodyguard
Tiểu Thuyết ChungElina Damara : Perempuan muda yang keras kepala, temperamen, pemalas, dan hobi berkelahi. Memutuskan untuk menjadi instruktur taekwondo selepas SMA. Karena kesulitan mengontrol emosi, ia dipecat dari pekerjaannya. Padahal, Elina harus membiayai ib...