BAGIAN SEPULUH

27 3 0
                                    

Arumi

Semua rencana yang disusun Erza dan Kirana, satu-persatu telah dapat dilaksanakan. Kini saatnya bagi mereka untuk mengadakan pertemuan bersama yang telah mereka rencanakan semenjak sebelum berangkat jalan-jalan ke Malioboro Mall pekan lalu. Pertemuan kali ini bukan hanya pertemuan antara anak dengan calon orang tua baru, melainkan pertemuan anak dengan calon saudara barunya.

"Sudah siap, Sayang? tanya Erza pada Arumi yang masih mematut dirinya di depan cermin.

"Sudah. Bagaimana menurut Ayah?" Arumi balik bertanya tentang penampilannya.

"Kaos putih, kardigan hijau, dan celana jins hitam. Menurut ayah, itu perpaduan warna yang cantik sekali. Sejak kapan Arumi pandai memadukan pakaian begini?"

"Tante Kirana kemarin yang milihin. Memang biasanya baju yang dipakai Arumi enggak matching, ya, Yah? Norak gitu?" tanya Arumi dengan sedikit mengerucutkan bibirnya.

"Biasanya agak norak sedikit. Hehe. But, Arumi pakai apapun tetap cantik. Kan ayahnya aja tampan,"canda Erza sambil menaikkan kedua kerah kemejanya, bergaya cool-man layaknya foto artis-artis pria model iklan baju ternama yang terpajang di baliho-baliho jalan raya.

"Dah, mulai lagi," Arumi meraih ransel kecilnya dan melangkah cepat, melewati Erza yang masih berdiri mematung sambil memegangi kerah bajunya.

"Restoran Menjangan itu yang di sekitaran rumah tante Kirana, ya? Sepertinya Arumi dulu sempat lihat pas pulang ngantar pulang tante Kirana," tanya Arumi usai Erza menyusulnya masuk ke dalam mobil.

"He-em. Pakai sabuk pengamannya, ya, Cantik," Erza melirik penanda waktu di pergelangan tangannya, memperkirakan kecepatannya dalam mengemudi. Erza yang melihat Arumi sedari tadi berkutat ponsel, tiba-tiba memiliki ide untuk mengetes kecerdasan Arumi.

"Coba Arumi hitung, berapa kecepatan rata-rata ayah dalam mengemudi, apabila jarak tempuh dari rumah ini ke Restoran adalah 20 kilometer, dan kita harus sampai dalam waktu 30 menit?"

"Mmm, sedikit lagi," jawab Arumi yang masih sibuk menekan-nekan ponselnya. Erza melirik ponsel Arumi, dan benar saja, ternyata putrinya itu tengah sibuk memainkan gim.

"Aduuuh, kehabisan waktu, kan. Padahal kurang satu lagi. Ayah, sih," protes Arumi dengan muka sebal, dan memasukkan ponselnya ke dalam dasbor.

"Mana ayah tahu kalau Arumi sedang main gim. Lagian main gim terus, sih," Erza memutar bola matanya ke atas lalu menginjak gas perlahan.

"Kalau Ayah jalan 20 kilometer per jam begitu, nyampe sana sejam, bukan setengah jam," tukas Arumi saat melihat kecepatan laju mobil ayahnya.

"Jadi?"

"40 kilometer per jam lah, itu kalau enggak kena lampu merah. Jadi ayah harus jalan dengan kecepatan 50 kilometer per jam. Lebih baik sampai duluan daripada telat,"

"Ternyata putri ayah cerdas juga. Coba enggak usah main gim, pasti bakal lebih cerdas lagi," lirik Erza pada Arumi

"Makin konslet, iya. Besok lulus sekolah, Arumi kuliah jurusan gamers saja, ya, yah," celetuk Arumi. Erza langsung terbahak ketika mendengar ucapan konyol Arumi.

"Mana ada?" tanya Erza.

"Ya ada. Besok Ayah yang bikinin fakultasnya," jawab Arumi. Mereka berdua tergelak.

Setelah berbincang segala macam, dan berhenti dua kali di lampu merah, akhirnya mereka sampai di restoran Menjangan tepat pukul sebelas siang. Sebelum keluar dari mobil, Arumi menyempatkan diri untuk merapikan poni dan bajunya sejenak, kemudian segera menyusul ayahnya yang telah berjalan beberapa langkah di depannya.

"Tungguin dong, yah," ujar Arumi sambil menggandeng lengan Erza.

"Tuh mereka," tunjuk Erza pada dua orang perempuan yang tengah menunggu mereka. Arumi memicingkan mata agar dapat melihat putri Tante Kirana lebih jelas.

Sepertinya wajahnya tidak asing, batin Arumi kemudian. Ia cepat-cepat memasang senyum ketika telah berhadapan dengan mereka. Tak lama kemudian, Erza segera memperkenalkan Arumi pada Lara. Lara menyambut Arumi dengan baik, begitu pula sebaliknya. Arumi merasa sedikit canggung ketika mengetahui bahwa Lara lebih tua darinya meski hanya selisih empat bulan.

Aku bingung harus bicara apa. Ayah plisss... tanya apa gitu biar enggak kaku begini, batin Arumi saat merasa ia dan Lara hanya diam saja.

"Arumi sekolah di SMA Sepuluh juga?" Arumi merasa lega karena akhirnya ada bahan pembicaraan untuknya.

"Iya, Tante," jawab Arumi singkat. Namun, ia sedikit aneh dengan pertanyaan Kirana yang membubuhkan kata "juga" usai menyebut nama sekolahnya.

Juga? Apa itu berarti Lara sekolah di SMA Sepuluh? Tanya Arumi dalam hati.

"Sama, dong. Lara juga," imbuh Kirana yang membuat Arumi agak terkejut.

Oh, ya? Pantas saja wajahnya enggak asing. Tapi dia di kelas berapa? Benak Arumi. Banyak pertanyaan di benak Arumi. Ia hendak menanyakan hal tersebut pada Lara, tapi ternyata Lara sedang mengangkat ponselnya yang berdering. Lagi-lagi Arumi dibuat terkejut, kala ia melihat casing ponsel Lara ternyata bergambar wajah-wajah tampan para anggota TXT. Yeonjun, Soobin, Beomgyu, Taehyun, dan Huening Kai.

"Kamu MOA?" tanya Arumi pada Lara dengan mata berbinar. Mereka akhirnya terlibat pembicaraan menyenangkan tentang grup boyband asal Negeri Ginseng tersebut. Arumi merasa sangat senang dan merasa cocok apabila bersaudara dengan Lara. Arumi membayangkan akan sangat menyenangkan apabila ia dapat pergi ke konser TXT bersama Lara ketika grup boyband Korea tersebut mengadakan konser di Indonesia.

"Aku paling suka lagu TXT yang berjudul Crown. Kalau kamu?" tanya Arumi dengan semangat.

"Aku suka semua. Bagus semua sih, tapi aku juga paling suka yang judulnya Crown," jawab lara sambil tersenyum-senyum.

Meorie ppuri sosa

But I love it

Neon nae wanggwani doeji

Dugeundugeun dugeundaeneun gamgak

Shimjangeun daehollan

But I love it

Biroso wanbyeokhaejin

Uri duri duri durijana

Oh oh oh oh oh

Oeroum meomchweora masuri suri

Oh oh oh oh oh

YA YA YA

Arumi tiba-tiba menyanyikan potongan lagu berjudul Crown tersebut.

"Meosissda," – keren, ucap Lara sambil bertepuk tangan.

"Gumawo," – terima kasih, jawab Arumi sambil menundukkan badannya. Ia berterima kasih atas pujian Lara dengan menggunakan bahasa Korea juga. Mereka sama-sama tertawa. Erza dan Kirana yang melihat keseruan mereka pun jadi bertanya-tanya apa yang sedang mereka perbincangkan.

"Seru sekali. Kalian sedang membicarakan apa?" tanya Erza yang tengah penasaran.

"Ayah enggak ngerti bahasan begini. Ayah paling tahunya lagu Pakde Didi Kempot. Hahaha," ejek Arumi pada Erza.

"Ya sudah, nanti Arumi pulang sendiri," ujar Erza yang pura-pura ngambek. Bibir Arumi mendadak cemberut, berpura-pura kesal juga pada Erza.

"Arumi tenang saja. Kan masih ada Tante. Nanti Tante yang antarin, deh, kalau ditinggal Ayah Erza," bela Kirana pada Arumi.

"Ah, iya. Kan ada Tante Kirana," sahut Arumi yang merasa dirinya telah aman dan tak membutuhkan ayahnya lagi. Arumi, Erza, dan Kirana tertawa bersama-sama. Mereka terlihat sangat sangat akrab. Arumi melihat Lara juga ikut tertawa melihat candaan mereka. Tapi sekilas, Arumi juga melihat Lara yang tiba-tiba terdiam dan memikirkan sesuatu.

Kenapa dia? pikir Arumi yang masih menertawakan ayahnya.

-Bersambung-

Karena Kita adalah KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang