Malam, Dears! ^^
Masih ada yang nungguin?
Setiap penantian tidak akan berakhir sia-sia. Percayalah!
Bab lanjutan ini 2500 words, ya. Panjang banget lah!
Budayakan vote sebelum baca,
Biasakan komentar di akhir cerita.Happy reading!
***
Rahang Ardi mengeras. Mungkin dia bisa menahan kemarahan Aira yang membuncah, tetapi dia tidak akan menerima semua tuduhan tak berdasar yang Aira lontarkan.
"Dari mana kamu punya pemikiran seperti itu? Sayang, dengar!" Ardi berusaha mengontrol nada suaranya agar tak semakin meninggi.
Dia juga tak berusaha meraih Aira dan melakukan kontak fisik. Jika dia memaksa, maka hal itu hanya semakin menguatkan praduga Aira. Jadi, sebisa mungkin dia lah yang akan menjadi penetral emosi di antara mereka. Harus ada salah satu yang tetap berkepala dingin di antara keduanya bagaimanapun keadaan mereka.
"Ayu memang hamil. Tapi bukan berarti aku yang-"
"Semua bukti yang aku punya mengarah padamu, Mas." Aira merogoh tasnya dan melemparkan sebuah flashdisk ke arah Ardi.
"Aku sudah lihat sendiri bagaimana kamu bermalam di apartemen Ayu. Aku juga lihat bagaimana kalian berciuman dalam mobil di basement apartemennya. Dia bahkan mengatakan sendiri kalau dia tidak ingin anaknya memiliki ayah selain kamu. Lalu apalagi, Mas? Apalagi yang selama ini kamu sembunyikan di belakangku?" tukas Aira terisak.
Dulu, Evan memilih cara agar dia membenci mantannya itu daripada harus mengetahui pengkhianatan yang Evan lakukan. Rasanya sudah sangat sakit. Namun sekarang, rasanya lebih sakit saat mengetahui pengkhianatan itu terkuak di hadapannya.
Ardi memungut flashdisk yang terjatuh di lantai. Dia sudah menduga isi flashdisk tersebut setelah mendengar berbagai asumsi yang Aira utarakan. Dia bahkan dengan sangat tepat bisa menebak siapa dalang di balik semua ini selain pernyataan Ayu sebagai pemicu utama.
"Terkadang apa yang kamu lihat bukanlah sebuah kebenaran absolut, Aira. Kamu seharusnya menanyakan kebenaran yang ada di sini lebih dulu padaku, bukan langsung menuduhku," tutur Ardi sembari mengacungkan flashdisk itu ke udara.
"Tapi yang terekam di sana bukan rekayasa, Mas. Kamu ... kamu sudah mengkhianatiku. Kamu bermain gila dengannya di belakangku." Aira menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Air matanya terlampau deras. Hatinya berdenyut nyeri tiada terkira.
"Aku tidak pernah mengkhianatimu." Ardi mengucapkan sebuah kalimat tanpa ragu. Lensa matanya fokus menyorot Aira yang tengah tergugu.
"Soal ciuman di mobil, kalau kamu bisa melihatnya dengan jelas, maka bukan aku yang memulai. Ayu yang menciumku, bukan aku, Aira. Apa aku terlihat membalas dan menikmati? Coba kamu lihat rekamannya kembali jika memang itu yang kamu jadikan bukti," lanjut Ardi sembari meletakkan flashdisk tersebut di atas meja dan mendorongnya ke arah Aira.
"Kalau rekaman CCTV itu tidak begitu jelas, aku juga akan menyerahkan card kamera mobilku padamu. Kamu pun bisa memeriksanya dari sana."
Aira menurunkan telapak tangannya, membiarkan wajahnya yang basah terlihat. Matanya memerah dengan lelehan air mata yang tak kunjung susut. Dia menatap Ardi ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOO LATE TO FORGIVE YOU | ✔ | FIN
RomanceAira pernah terpuruk. Cintanya yang terlalu besar pada Evan pernah membuatnya gila ketika pria itu memilih meninggalkannya demi menikahi wanita lain. Dalam masa kelam itu, Aira tidak menemukan sebuh kewarasan selain mati untuk mengakhiri rasa sakit...