Mentari nan elok menghangatkan ruangan kamarku yang terbilang super betantakan. Ya namanya juga anak kos. Maklumlah. Hehehe. Aku menyeringai diriku sendiri dengan sebuah cermin yang berada dihadapanku. Eh ternyata aku cantik juga ya? Ya meskipun hidungku terbilang pesek dan bola mataku yang lebar tetapi bibirku yang tipis sexy dan alisku yang berbentuk ideal itu mampu memberikan kesan yang tak kalah menariknya deh dengan artis-artis mana itu. Aduh ah lupa namanya siapa saja. Sudah ah masa bodoh. Aku lirik jam bekerku. Waktu menunjukkan pukul 10 pagi. Ya aku masih bermalas-malasan di kasurku yang empuk ini meskipun terbilang tidak cukup luas. Tapi setidaknya cukup empuk jika sendirian. Tiba-tiba handphoneku berbunyi. "Ah siapa sih yang telepon aku pada waktu hari minggu ini." Sebalnya pikirku. Aku angkat teleponnya dengan nadaku yang masih parau menandakan aku baru saja bangun tidur.
"Halo!"
"Kezia! Kamu pasti belum bangun. Ayo cepat bangun!" Ah membuat telinga panas terkena teriakan mami ku ini. Kenapa sih mami selalu saja menggangguku disaat-saat aku merasakan ketenangan.
"Iya. Mami. Kezia sudah bangun. Mami tenang aja."
"Apanya yang tenang saja, suaramu masih serak-serak basah begitu. Cepat mandi sana. Terus setelah itu jangan lupa makan yang banyak biar cepet gemuk dan jangan lupa minum susu."
"Ih mami ah. Kepo amat. Aku kan sudah gede masa masih minum susu."
"Gak bisa! Kamu anak mami satu-satunya. Mami tidak mau kamu sakit, Kez. Atau kamu mau, mami ke Jakarta sekarang?"
"Jangan... jangan... jangan kesini. Kalau kesini, aku masih punya pr banyak yang mesti aku urus, mi." Itulah alibi yang selalu aku ciptakan supaya mami ku tidak datang kemari. Hehehe. "Sudah sudah. Aku mau mandi dulu. Bye mami." Lanjutku.
"Aduh... hari yang sangat melelahkan setelah kemarin aku dapat hukuman karena terlambat ke Sekolah. Push up terus belum lagi disuruh ngepel lagi. Ih jujur ya, selama hidup gak pernah aku sedikitpun yang menyentuh namanya kain pel. Ih malas amat." Pikirku selagi masih hangat-hangatnya mengingat kejadian kemarin di Sekolah. Sembari aku bermalas-malasan dengan bantal dan gulingku. Aku peluk mereka sebentar kemudian aku bergegas mandi. Seusai mandi, aku mencari-cari semua makanan yang aku miliki. "Ya habis lagi." Pikirku. Aku raih jaket idamanku. Jaket berwarna pink dengan dipenuhi renda-renda yang lucu-lucu dan kantong yang aku rasa cukup untuk hanya menyimpan uangku. "Fighting!" Pikirku dengan penuh semangat. Aku bergegas pergi di sebuah toko kelontong karena didaerahku yang paling dekat hanya ada toko kelontong saja. Aduh nasib nasib. Aku lihat sesosok laki laki menggunakan pakaian serba hitam serta penutup wajahnya masuk menuju kasir toko kelontong.
"Cepat serahkan uang kalian! Cepat! Kalau tidak aku tembak kalian semua!" Ancamnya yang membuatku ngeri melihatnya.
Ih. Kalau saja aku memiliki kemampuan dalam beladiri, udah pasti aku hajar sampai mati tuh orang. Aku gak sabar untuk cepat-cepat keluar darisini. "Aduh sebalnya." Pikirku.
"Hei gadis yang berada disana!" Kata perampok itu yang sekaligus menatapku dengan geram. Aduh kena lagi kena lagi. "Aduh cepetaaann pergi, donk." Omelku pada diriku sendiri. Aku betapa terkejutnya, dia malah berjalan kearahku sambil memegang pistolnya itu. Aduh mami, maafin Kezia ya yang tidak berbakti kepada mami. Mami, aku sayang sama mami. Dengan mata yang tertutup, aku sudah pasrah jika ada sesuatu yang terjadi nantinya. Aku ingat wajah dan suara mami ku. Aku jadi kasihan dan merasa bersalah padanya apalagi semenjak papi meninggalkan aku dan mami sendirian didunia ini. Tiba-tiba saja tanpa aku sadari, air mataku jatuh begitu begitu saja, sedangkan perampok itu terus mendatangiku. "Huaaa, mami. Maafkan kezia ya. Aku berdoa agar mami bisa bahagia tanpa aku didunia ini. Mungkin sebentar lagi, aku akan segera bertemu dengan papi." Pintaku dalam hati. Namun, tiba-tiba saja ada selembar saputangan menutupi indera penglihat dari perampok itu. Perampok itu tidak bisa melihat apa-apa. Lalu, ia menyadari sesuatu bahwa ada benda yang menutupi salah satu panca inderanya itu. Ia mulai melempar sapu tangan itu dengan kesal. Dengan sigap, sesosok laki-laki dari arah samping perampok itu, menendang lengannya hingga ia tergoyah. Perampok itu melawan hingga dia mengirim sebuah tinju kearah laki-laki itu, namun laki-laki itu berhasil menghindarinya dengan begitu lincahnya. Wow, ini seperti tokoh-tokoh di Hollywood sana. Aku terus menperhatikan gerakan-gerakan mereka terus-menerus. Perampok itu menodongkan pistol kearahnya membuatku tersentak kaget, tetapi pikiranku salah. Laki-laki itu malah menghindarinya dengan begitu cepat bahkan bisa dikatakan lebih cepat dibandingkan kecepatan pistol itu. Laki-laki itu dengan tanpa keraguan, ia menendang perampok itu pada bagian perutnya yang membuat pistol itu terlempar jatuh entah kemana. Perampok itu sepertinya masih belum jera juga. Ia berusaha melawan. Kini perampok itu melakukan aksi tendangan yang diarahkan kepada laki-laki itu. Aku jadi teringat sewaktu di film action. Ini seperti tendangan seribu bayangan. Aku pikir kali ini, laki-laki itu pasti terjepit. Eh ternyata aku salah. Laki-laki itu malah menjepit kaki perampok itu dengan kedua kakinya. "Wow. Kereen." Pikirku. Ini berasa seperti melihat film gratis. Aku tetap fokus pada pandanganku. Aku lihat perampok itu tergeletak dilantai dan meraung kesakitan. Aku rasa perampok itu sudah menyerah. Aku bisa tebak hal itu. Eh aku salah lagi. Ketika laki-laki itu mulai membalikkan badannya, perampok itu bangun dengan begitu cepat seolah-olah tubuhnya tidak merasakan sakit sama sekali. Perampok itu hampir menendang ke arah punggungnya. "Awas!" Teriakku pada laki-laki itu. Laki-laki itu dengan sigap ia salto dan bisa terhindar dari tendangan maut yang diberikan perampok itu. Wow. Ini seperti pertarungan sengit antara "batman" melawan "monster" yang entah siapa namanya aku lupa. Sepertinya pertarungan mereka membuat ricuh suasana di toko kelontong tersebut. Mereka bersorak-sorai seolah-olah sedang menonton pertandingan gulat saja. Mereka berdua sama-sama menghela nafas agak lama dan sepertinya mereka kelelahan.
"Air! Air! Cepat airnya!" Teriak laki-laki itu dengan tetesan keringat yang telah bercucuran hingga merembes kebajunya itu. Kemudian, pelayan toko kelontong tersebut memberikan laki-laki itu minuman yang dingin dan menyegarkan. Tak kalah, perampok itu juga menginginkan minum juga. Dengan wajah ketakutan dan tubuh yang gemetaran, dengan terpaksa pelayan itu memberikan minuman itu kepada perampok tersebut. Mereka berdua telah saling mengisi energinya masing-masing. Pertandingan pun dilanjutkan. Beneran deh ini sih berasa nonton pertandingan gulat secara live. Aku terus saja menyimak dan memaku apa yang hendak mereka lakukan selanjutnya. Aku ingin tahu, siapa diantara mereka yang akan menang. "Aku berharap laki-laki itu yang akan menang bukan malah perampok itu," celotehku. Perampok itu segera mengambil pistolnya yang sudah terjatuh sewaktu penyerangan tadi. Aku bisa menebak bahwa kali ini, riwayat laki-laki itu akan segera berakhir sampai disini. Tetapi ternyata pemikiranku salah. Aku kira perampok itu menodongkan pistolnya kearah laki-laki itu. Eh, ternyata ia malah menodongkan pistolnya kearahku. Aku tersentak kaget. Padahal aku sudah mengira, aku akan terlepas dari serangan perampok itu tetapi ternyata dugaanku salah. Langkahku mulai mundur tetapi dengan cepat perampok itu mendarat ke arahku dan dengan cepat ia meletakkan mata pistol itu di daerah kepalaku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjunya jika aku tertembak pistol ini. Kali ini tubuhku mulai bergetar begitu hebatnya yang menandakan aku tak bisa lagi berkutik. "Aku akan mati kali ini, mami." Desahku. Tiba-tiba saja ada sesuatu yang memecah keheninganku sesaat. Laki-laki itu muncul dari belakang punggung perampok itu dengan memegang pinggul perampok tersebut lalu membantingnya dengan sangat keras hingga terdengar suara patah tulang. Laki-laki itu mendekatiku, lalu ia membuka topinya yang berwarna hitam tersebut.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya laki-laki itu sembari melihat dari ujung kepala hingga ujung kaki jikalau ada luka di tubuhku. Aku yang melihat pesonanya, tak henti-hentinya aku memandang wajah yang tampan itu. Aku tersenyum tetapi mataku tidak juga berkedip ataupun mengalihkan perhatianku ke yang lainnya. Aku terus saja tek bosan melihatnya walau derasnya keringat menghujani wajahnya yang tampan tetapi aku tidak peduli. Dia tetap saja tampan.
"Hei nona... nona!" Panggilnya yang membuatku tersentak kaget. Ia hanya menghela nafasnya yang panjang yang aku pun bisa merasakannya. "Kau tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?" Tanyanya dengan penuh perhatian.
"Hmm...aku tidak apa-apa kok. Hehehe. Makasih ya sudah menolongku."
"Oke. Sama-sama. Sebentar lagi polisi akan datang. Jangan khawatir, dia tak akan menyakitimu atau siapapun disini. Karena saat ini, ia tak dapat menggerakkan tubuhnya itu walau secara paksa. Kalau begitu aku pergi dulu." Ia pun meninggalkan tempat itu dan aku hanya menatap di balik punggungnya itu. Aku berharap bisa bertemu lagi dengannya. Lah, kenapa aku lupa gak menanyakan tentang siapa namanya itu.. aduh bodohnya diriku ini. Ah sudahlah. Yang terpenting saat ini aku sudah lebih semangat. Apalagi untuk menjalani hari esok. Aku tidak sabar menunggu hari esok apalagi jika seandainya takdir mempertemukan kita berdua kembali besok. "Fighting! Fighting, Kezia! Aku yakin kau pasti bisa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dilanda keheningan
Teen FictionCinta adalah cahaya bagi setiap orang yang akan meletakkan harapan bagi orang tersebut Cinta adalah surga kemewahan dalam setiap dentingan waktu yang bergemuruh Cinta adalah tempat untuk meletakkan atau mengungkapkan semua perasaan yang menggeliat y...