First Impression

69 0 0
                                    

Angin bersorak-sorai menyambut datangnya pagi yang cerah, menembus celah-celah jendela kamar kosku. Hembusan angin menyadarkanku dari tidur yang terasa amat panjang. Aku mengucek kedua mataku yang masih berada diantara sadar dan tidak sadar dengan rambut yang super berantakan, kancing baju yang terbuka satu, wajah lebam, baju kotor, piring kotor berada dimana-mana, dan satu lagi yang melengkapkan sisi terburukku. Aku menatap cermin dengan pandangan yang merasa iba pada diriku sendiri. Huuuaaa. Lagi-lagi berat badanku bertambah 5kg. Huh ini pasti gara-gara aku ikutin saran mami yang bikin berat badanku bertambah. Itulah sisi paling terburukku yang pernah ada. Padahal aku mau diet. Kalau begini terus sih, bisa bisa aku tidak bisa dapetin cowok yang aku sukai. Padahal pas kemarin ketemu cowok ganteng, aduh setengah mati deh rasanya seperti dapet uang satu miliar dollar. Huaah terasa mimpi. Apapun itu aku harus bisa memiliki tubuh yang superrr ideal. Setidaknya aku mesti dapetin cowok yang ganteeeng dan terlebih lagi dia memiliki kharisma yang cool. Paling paling jika aku bisa dapetin tuh cowok ganteng, aku yakin 10000%, cewek-cewek pada iri semua dan apalagi jika cowok ganteng itu nantinya bisa aku nikahi, aku ingin bulan madunya keliling dunia biar seru. Biar semua pasangan didunia ini pada ngiri. Hahahaha...

"Sudah selesai mimpinya?" Suara dibalik tirai jendelaku membuyarkan pikiranku yang tentu saja membuatku ingin sekali memenggal kepala tuh orang.

"Siapa disana? Ih ganggu aja. Gak tau apa aku lagi mikirin masa depanku." Omelku padanya.

"Gua Johan. Hah? Masa depan apaan? Jangan terlalu berkhayal. Entar klu gak kesampaian, sakitnya tuh disini. Hahaha." Tawanya membuat bulu kudukku merinding saja. Ih nih orang ya makin lama dibiarin, makin menjadi.

"Oh si sapu lidi rupanya. Tunggu sebentar yaa, sapu lidi. Aku bukain jendelanya."

Yah sapu lidi adalah panggilanku dengan Johan. Dia memang pantas dipanggil sapu lidi. Sudah kurus, tinggi, wajahnya pun terlihat mirip sama sapu lidi.. hahahaha.. Jaatnya diriku. Lalu aku membukakan jendela yang teramat luas. Yah aku yakin siapapun bisa keluar masuk dari jendela itu. Jendela yang dipadati dengan ukiran-ukiran membuat kesan yang elegan pada jendela itu sendiri.

"Eh.. loe gak ada sopan santunnya ya. Bukannya lewat pintu kek. Ini malah lewat jendela."

"Terus siapa yang bukain jendela kalau gitu?"

"Lah gue kan bukain jendelanya." Jawabku dengan bingung.

"Nah berarti siapa dong yang ngijinin gua masuk lewat jendela?"

"Gue." Jawabku polos yang masih tidak ngerti dia omongin apaan.

"Nah itu sudah tau. Berarti yang harus disalahin siapa?"

"Gue."

"Skakmate!" Teriaknya membuat telingaku terasa los.

"Bentar. Heh... kenapa loe yang nyalahin gue. Dasar sapu lidi!!" Kesadaranku mulai kembali setelah persekian detik sambil aku mencubit kasar mengenai lengan kirinya itu. Dia merintih kesakitan. Sepertinya cubitanku benar-benar ampuh bahkan dia pun tak berkomentar apapun selain bilang ampuun dan meminta maaf kepadaku.

"Ampuun kepala udang! Ampuun!! Ampuuun! Gua minta maaf dah."

"Loe bilang apa barusan? Kepala udang? Loe sepertinya minta dihajar betul-betul ya." Aku mulai melipat lengan bajuku yang tadinya panjang menjadi pendek sambil mendongakkan kepalanya keatas. Aku seperti di sinetron-sinetron berperan sebagai ibu tiri yang sedang menghukum anak tirinya saja. Wkwkwkwk.

"Hahahahaha." Tawaku menggelegar di seluruh isi kamar kosku sambil menurunkan kepalanya yang bulat itu.

"Lihatlah! Loe persis seperti ibu tiri yang ada di film2 itu." Dia memandangku dengan pandangan yang miris seakan-akan aku patut dikasihani.

Cinta dilanda keheninganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang