Chapter 1

5 2 0
                                    


'Semuanya harus sempurna!' 'Harus sempurna di depan semua orang!' 'Sempurna, sempurna, sempurna' 'Kenapa, nak? Kenapaa-akhkkk'

"HAH, hah, hah, mimpi sialan itu lagi." Dia bangun dari tempat tidur, menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya lalu menuju dapur untuk sarapan.


Jihyoon bergegas mengambil kunci motor dan helm, lalu bergegas menuju sekolah. Memarkirkan motornya di parkiran sekolah lalu masuk ke kelasnya, ia benci tempat ini karena berisik dan ramai dengan orang-orang yang menyebalkan. Jihyoon mencari tempat duduk paling belakang lalu melempar tas nya ke atas meja, lalu dia duduk dan mengambil earphone dari sakunya. Jihyoon larut dalam alunan musik sambil melihat keluar jendela, mencoba mengabaikan sekitarnya.

Jika anak-anak lain mempunyai teman, membentuk grup atau bahkan sekedar bersosialiasi dengan lingkungan sekitar. Jihyoon memilih sendirian, diam, dan tak terlihat. Sorot matanya selalu tajam seperti akan menerkam siapa saja yang berani mendekatinya, dia nampak seperti elang yang mewaspadai gerak gerik musuh dari jauh.

"Oi, Jihyoon. Kau gak bisa senyum sedikit? Kalau kau sedikit ramah pasti kau bakal jadi sangat populer." Laki-laki itu duduk di depan Jihyoon, tersenyum lebar memperlihatkan giginya.

Minho dengan santai mendekati Jihyoon sambil mengemut permen gagang, ia sama sekali tak terganggu dengan tatapan intimidasi Jihyoon. Sejak awal masuk ke sekolah ini dan melihat Jihyoon, Minho sangat tertarik dengan Jihyoon. Minho melihat Jihyoon berbeda dari yang lain, seperti ada sesuatu yang menarik Minho untuk berteman dengan Jihyoon. Namun Minho tak pernah di gubris oleh Jihyoon, tapi itulah yang membuat Minho begitu penasaran.

Jihyoon hanya menghela nafas kasar, seperti sudah jadi rutinitas harian nya diganggu oleh manusia menyebalkan dan berisik di depan nya itu. Jihyoon masih merasa risih di dekat Minho, beribu kali di abaikan sepertinya kurang ampuh untuk menjauh dari makhluk seperti Minho. Tapi jihyoon tidak mau ambil pusing, selama Minho tidak masuk ke dalam lingkaran privasinya.

"Selamat pagi, anak-anak." Pak guru Lee masuk lalu menaruh buku dan setumpuk kertas di meja guru.

"Selamat pagi, pak." Serentak semua murid berdiri dan memberi hormat, lalu duduk kembali di kursi masing=masing.

"Jihyoon?." Pak guru Lee mengangkat sebuah kertas.

"Ya?." Jihyoon bangun dari tempat duduknya.

"Lagi-lagi kamu dapat nilai 'sempurna', ya." Pak Lee tersenyum, lalu disambut tepuk tangan seluruh kelas.

DEG!

'SEMPURNA'. Jihyoon sangat benci kata itu, kata terkutuk yang terus menghantuinya. Satu kata, yang membuat hidupnya menjadi seperti robot tanpa cela. Tangan Jihyoon jadi dingin dan gemetar, wajahnya sedikit pucat dan berkeringat. Telinga nya berdengung, Jihyoon berusaha tenang dan mengepalkan tangannya. Dia teringat lagi mimpinya semalam, ntah kenapa mimpi itu terus menghantuinya akhir akhir ini. Minho jelas melihat ada yang tidak beres dengan Jihyoon, langsung saja Minho mengangkat tangan nya.

"Ya? Ada apa, Minho?."

"Jihyoon sepertinya sakit, Pak. Boleh saya antar dia ke UKS?."

"Hmm, ya sudah silahkan. Tapi cepat kembali ke kelas."

"Baik. Terimakasih, Pak." Minho langsung menarik tangan Jihyoon keluar dari kelas. Ternyata memang benar, ada yang tidak beres dengan Jihyoon.

Tiba-tiba Jihyoon menepis tangan Minho, Jihyoon berhenti berjalan dan menatap ke bawah. lalu menatap sinis Minho.

"Pergi." Minho hanya menatap bingung Jihyoon, aura yang dikeluarkan Jihyoon tiba-tiba menjadi sangat mencengkam.

"KU BILANG PERGI!." Tatapan mata Jihyoon seperti ingin membunuh seseorang, Minho merasa merinding.

Akhirnya Minho memilih menjauh, tapi bukannya kembali ke kelas. Minho membuntuti diam-diam Jihyoon dari belakang agar bisa mengawasi Jihyoon. Setelah Jihyoon merasa Minho sudah pergi, Jihyoon pergi membeli teh ocha. Lalu Jihyoon pergi ke taman belakang sekolah untuk menenangkan diri, dan meminum teh ocha yang dibeli nya tadi. Bagi Jihyoon teh ocha itu seperti obat penenang yang biasa ia minum, walau efeknya tak sebagus obat penenang. Jihyoon memejamkan matanya, mencoba untuk meresapi ketenangan di sekelilingnya. Jihyoon merasa bodoh karena meninggalkan obat penenang di tas nya, biasanya sudah siap sedia di sakunya. Dari kejauhan, Minho menebak-nebak apa yang membuat Jihyoon sampai seperti itu.

Jihyoon mengusap mukanya dan menghela nafas kasar, emosinya tadi benar-benar hampir tak terkontrol. Dan dia mengutuk kebodohannya sendiri karena meninggalkan obat penenang itu, ntah apa jadinya kalau tak ada alternatif lain yang bisa sedikit meredakan emosinya.

"Kupikir semuanya sudah baik-baik saja, ternyata masih bisa sejelas itu ya?." Jihyoon tersenyum masam, dia lelah. Bukan hanya raganya yang lelah, tapi mentalnya pun sangat lelah. Tapi Jihyoon tak bisa berhenti begitu saja, ia punya alasan. Janji, yang ia sendiri tak tahu sampai kapan bisa ia pegang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang