Modus Warteg

15 3 4
                                    

Miyu bukan pecinta kopi layaknya anak senja di luar sana. Katanya sih kopi yang pahit bisa dibilang gambaran kehidupan yang nggak ada manis-manisnya. Apes. Di umurnya yang sudah mencapai angka dua puluh lewat empat tahun itu, Miyu harus terjebak dalam berbagai kegiatan kantor yang bikin tulangnya berasa rontok satu per satu saban hari. Mulai dari nongkrong delapan jam nonstop di depan komputer, sampai agenda senam mingguan tiap hari Jumat, semuanya bikin Miyu tepar.

Kalau dilahirkan kembali ke dunia, Miyu pengin banget jadi anak konglomerat biar dia nggak harus kerja banting tulang cuma buat hidup yang nggak seberapa lama di dunia. Idaman banget kalau bisa checkout barang belanjaan syopi tanpa harus mikirin harga. Jalan-jalan ke luar negeri juga bakalan gampang banget kayak lompat sejengkal ke rumah tetangga. Dan yang jelas, hidupnya serba praktis. Mau apa aja bakal keturutan.

Lamunannya buyar saat seseorang menepuk pundaknya dari belakang, bikin Miyu kaget dan refleks menghentikan aliran teh panas dari dispenser ke dalam paper cup-nya. "Lah, si anjoy," serunya, "jam segini udah nongkrong di pantri aja."

Miyu lantas menggerutu saat laki-laki di sebelahnya malah ikut mengambil paper cup dan menuang kopi. "Halah, lo juga."

"Laporan lo udah kelar?"

"Boro-boro. Gue baru mau nyalain komputer aja udah dipanggil Pak Bayu buat nginstal crack aplikasi di laptopnya."

"Buset, nginstal gituan doang aja minta tolong sama lo??? Modus kali, Mii."

Miyu mendengus pelan. "Bisa nggak sih lo manggil nama gue yang bener?"

"Emang harusnya gimana?"

"Em-i-ye, dibaca Miy."

"Yailah, gue juga maksudnya manggil lo pake em-i-ye, tapi di bahasa Arab sama aja mim kasrah ketemu ya sukun, jadinya 'Mi' dobel i alias mad thabi'i, Cuy."

"TERSERAH LO AJA, BANGSAT."

Laki-laki itu tertawa lepas. Mengalihkan perhatian dari Miyu, dia mengaduk kopinya perlahan. "Tapi by the way, Miy, katanya divisi lo bakal kedatangan anggota baru."

"Iya, mutasi dari kantor pusat."

"Lah? Kenapa dimutasi?"

"Gue juga nggak tau," kata Miyu. "Hari ini harusnya udah mulai masuk, tapi dari pagi masih ditahan di kantor Pak Bayu. Kayanya sih tuh orang lagi diinterogasi."

"Interogasi? Soal kejahatan?"

Miyu berdecak pelan. "Lo kayak nggak tau Pak Bayu aja. Kerjaannya, kan, nanyain karyawan muda udah punya pacar apa belum, terus nanti sok-sokan nyomblangin karyawannya kayak cupid."

"Lo gimana?" tanyanya pada Miyu.

"Gue apaan?"

"Pacar, udah punya belum?"

"..."

"Cupid dari Hongkong? Cupid gagal, kali? Bawahannya aja masih jomlo gini," katanya santai di sela tiupannya.

"Yuta," panggil Miyu.

"Hm?" Yuta menyahut sambil menyesap kopinya pelan-pelan.

"Lo mau gue gampar di jidat apa burung?"

Yuta praktis keselak gara-gara Miyu.

Mengabaikan Yuta yang masih kibas-kibas tangan di depan mulut karena kepanasan, Miyu keluar dari pantri. Perempuan itu kembali ke bilik kerjanya cuma buat dibikin penasaran saat mendapati bilik sebelahnya telah berpenghuni. Lumayan, pikirnya. Sejak lama, Miyu pengin punya tetangga bilik biar punya teman gibah sambil kerja.

Scorp!on G!rlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang