- 01 -

282 40 17
                                    

❝sorry for typo(s), and happy reading!❞

•••

09.59 pm kst.

Sepasang netra indah serta tajam menatap kosong pintu berwarna abu di hadapannya saat ini. Sekumpulan orang kurang kerjaan mengurungnya di kamar mandi sekolah, lagi.

Kejadian ini hampir setiap hari terjadi, bagaikan 'rutinitas' bagi pemuda xiao itu. Tidak heran jika dirinya pulang terlambat dengan keadaan baju yang basah dan acak-acakan.

"Siapapun orang yang mendengarku, tolong buka pintu ini.."

Berulang kali Xiaojun mengucapkan kalimat yang sama. Namun tetap saja, tidak ada seorang pun menjawab.

Dengan berat ia menghela nafas, sepertinya tidak ada harapan keluar dari ruang sempit yang lembab tempatnya di kurung saat ini. Ia hanya bisa pasrah menunggu sang fajar kembali menampakkan sinarnya dan petugas kebersihan akan datang.

Xiaojun mendudukkan dirinya di lantai yang dingin dan basah, mencari posisi nyaman bersiap menjelajahi alam bawah sadar.

Ditemani suara derai hujan, ia meringkuk memeluk kedua lututnya. Bahkan semesta ikut bersedih melihat kondisi si pemuda Xiao saat ini.

Ia akan sangat bersyukur jika seseorang menolongnya saat ini juga. Jujur, dirinya sudah tidak tahan dengan hawa dingin yang menusuk hingga tulangnya sedari tadi. Mungkin besok ia akan terserang demam.

Tok tok tok!

"Hei, apa kau masih hidup didalam sana?!"

Sepasang netra tajamnya kembali terbuka, sontak Xiaojun berdiri kala mendengar seseorang mengetuk satu-persatu pintu kamar mandi secara kasar.

"Ada orang di luar?! Tolong selamatkan aku!" Xiaojun ikut berteriak sembari menggedor pintu, dirinya tersenyum senang saat ini karena harapannya terkabul.

Brak!

"Kau tidak apa?"

Pintu berhasil di dobrak oleh seorang pemuda tampan yang jauh lebih tinggi darinya, pemuda itu bergegas memeriksa keadaan Xiaojun.

Sudut bibir Xiaojun kini tidak lagi terangkat keatas setelah melihat orang yang menyelamatkannya.

mengapa ia ada disini?

"Aku baik-baik saja, terimakasih." jawab Xiaojun, secara canggung ia melepaskan genggaman pemuda itu pada lengannya.

Terlihat pemuda itu menghela napas lega setelah mendengar jawaban yang di lontarkan oleh Xiaojun, "Syukurlah jika baik-baik saja."

"Bukankah kau tadi bersama mereka yang mengurungku disini?" Xiaojun memberanikan diri untuk bertanya setelah beradu dengan pikirannya.

"Correct. Namaku Lucas," pemuda itu memperkenalkan dirinya.

"Lalu mengapa kau menyelamatkanku?" alih-alih menjawab, Xiaojun memberinya pertanyaan lagi.

"Karena aku ingin menyelamatkanmu," Lucas tersenyum tanpa dosa, seakan tidak ingat kejadian dimana ia dan teman-temannya memaksa Xiaojun masuk ke salah satu bilik kamar mandi dan menguncinya.

Dahi Xiaojun mengernyit, berpikir orang di hadapannya ini sangat aneh.

atau dia memiliki dua kepribadian?

Lucas melambaikan tangannya di depan wajah si pemuda Xiao yang hanya diam menanggapi jawabannya, "Hei, kau melamun?" kali ini ia beralih mengguncang tubuh kecil Xiaojun.

"Tidak, aku akan pulang. Terimakasih untuk yang tadi," Xiaojun mengambil tasnya yang ia letakkan di atas WC.

"Yang tadi?" tanya Lucas, raut wajahnya berubah kebingungan.

Xiaojun memutar bola matanya malas lalu pergi meninggalkan Lucas yang sepertinya sedang mencerna kata-katanya barusan.

ia bahkan terlihat seperti orang bodoh saat ini.

• •

Cklek!

Kriettt...

"Aku pulang,"

Seperti biasa, sunyi dan senyap. Hanya ada suara kucingnya, Louis.

Meong~

Louis mengeluarkan suaranya seakan menyambut kedatangan sang majikan.

Senyum Xiaojun mengembang ketika Louis berjalan menghampirinya kemudian menggesekkan diri pada kedua kakinya.

"Hai Louis, apa kau merindukanku?" ucapnya, ia berjongkok sembari mengusap lembut rambut yang tidak begitu lebat di tubuh Louis.

Meong~ Grrr~

Xiaojun menganggap suara itu sebagai jawaban Louis atas pertanyaanya. Ia sudah cukup senang walau hanya tinggal dengan satu hewan peliharaannya.

"Ah aku lupa memberikanmu makan malam, tunggu sebentar Louis."

Ia bergegas melepaskan sepatu dan berlari menghampiri tempat makan milik sang kucing kesayangan yang berada di dekat tangga rumahnya. Tentu saja dengan louis yang mengekori pemuda Xiao itu dari belakang.

Suara Louis mendadak heboh setelah sang majikan menuangkan makanannya. Xiaojun terkekeh, "Rupanya kau sangat lapar, kucing kecil." ia mengusak gemas kepala Louis.

Manik tajamnya beralih pada jam dinding yang menunjukkan pukul 11 malam, "Kau makanlah yang banyak, aku akan tidur. Selamat malam, Louis."

Meong~

• •

06.10 am kst.

Mentari pagi telah terbit kembali, sangkala rembulan untuk bersembunyi. Langit berwarna hitam dengan udara yang dingin kini menjadi cerah dan hangat.

Waktu yang mengharuskan orang-orang untuk kembali dari alam bawah sadar. Begitu juga dengan pemuda Xiao ini, ia sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Siap untuk menuntut ilmu lebih dalam.

Sesuai dugaan, pagi ini tubuh Xiaojun terserang demam. Karena sekolahnya sedang mengadakan ujian, mau tak mau ia harus berangkat ke sekolah.

Bisa saja Xiaojun mengikuti ujian susulan, namun tidak ada sejarahnya Xiaojun melakukan hal itu. Ia anak yang rajin dan selalu tepat pada waktunya. Karena terlalu rajin ia bahkan lupa dengan kesehatannya.

sesulit apapun keadaan, aku akan tetap berjuang memenuhinya.

Dilihatnya Louis yang masih tertidur dengan damai, seakan tidak terusik dengan suara kendaraan yang berlalu lalang di jalanan aspal depan rumahnya.

Pemuda Xiao itu merapatkan mantel hijau yang membalut tubuhnya, "selamat tinggal Louis, tunggu aku pulang nanti." ujarnya sembari menutup pintu rumah.

Ia bersenandung riang disepanjang perjalanannya menuju gudang ilmu pengetahuan, sebelum seseorang menepuk pelan bahunya.

"Hei."

Membuat Xiaojun sedikit tersentak dan was-was pada seseorang yang menyapanya pagi ini.

Cobaan apalagi ini, Ya Tuhan.

──to be continued──






















Dipublikasikan:
51120©xiaorus

FIDELICERN ; HENXIAOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang