Halo Chingu 🫶🏻
Ini adalah book kedua dari Series Indigo
Book pertamanya adalah Ara's Diary ft. NCT LeeTenang aja! Baca series ini ga perlu urut kok!
Jangan lupa tekan ⭐ sebelum membaca
Dan tinggalkan jejak kalian di kolom komentarAku tunggu ya...
Il
I
SamTerima kasih Chingu🫶🏻
Happy reading 💙
----++---+++++-------
Ansan High School
Seorang gadis duduk temenung di depan kantor kepala sekolah. Gadis yang sama sejak pertama kali aku menolongnya di sore itu. Aku minta maaf tapi aku harus melakukannya. Aku mencoba berjalan dalam bentuk eternityku. Aku tak peduli walau banyak dari 'mereka' yang menginginkan tubuhku! Tapi aku lebih peduli pada gadis baik hati ini.
Dia masuk ke ruang kepala sekolah bersama pak Byun. Aku mengikutinya masuk ke dalam sana. Meski dia tak bisa melihatku, tapi aku senang aku bisa melihatnya.
"Apa yang kau katakan pada pak Choi?" tanya kepala sekolah Kyung. Aku tau, Ayah pasti menganggapnya serius.
"Saya tak mengatakan apa-apa," jawabnya jujur.
"Lalu bagaimana pak Choi bisa tau?" tanya Pak Kyung lagi.
"Seseorang memberitaunya," jawabnya jujur.
"Siapa!" tanya Pak Kyung.
"Walaupun Anda tau! Anda tak akan bisa menghukumnya. Saya tak keberatan menjalani hukumannya. Memang selalu begitu kan?" ucap Arin. Hatiku sakit mendengarnya.
"Saya sudah melakukan survei. Sekolah memberikan dana untuk sewa tempat dan perlengkapan. Kami tak jadi pakai transportasi sekolah. Jadi, saya akan membayar uang sewa transportasi pulang pergi di Boscha. Pak Byun sudah menyetujuinya. Saya akan bertanggung jawab, jika ada siswa yang hilang atau terluka selama perjalanan disana," jelas Arin.
Sejauh ini, tindakannya selalu bisa dipertanggungjawabkan. Aku menyukainya, karena semua hal yang ada pada dirinya. Otaknya, senyumnya, sikapnya, dan sifatnya, juga bibir manis itu.
Kepala sekolah nampaknya tak bisa menjawab. Beberapa menit kemudian, hanya ada keheningan disana. Dia tak bisa mundur, dia adalah orang yang sangat bertanggung jawab. Sehingga, kata-kata yang harusnya tak dia ucapkan, malah keluar dengan bebas dari mulut cantiknya.
"Kalau terjadi hal yang tak diinginkan! Saya siap di DO atau dicabut beasiswa saya," ucapnya menahan tangis.
Pak Byun dan Pak Kyung menatapnya takjub. Mereka sangat terkejut, dengan apa yang dikatakan Arin Nuna. Tapi tak punya alasan lain untuk menolak kegiatan tahunan atau tradisi dari Ansan sendiri. Mereka kemudian menandatangani proposal itu. Arin Nuna tersenyum dengan manisnya, aku tau, itu senyum yang sangat tulus. Senyum tulus yang diberikan Arin Nuna disela-sela kesedihannya.
Arin Nuna kembali ke lab bahasa. Aku terbangun dari meditasi singkatku. Dia tersenyum pada semua orang yang berada disana. Dia nampak terkejut melihatku ada di lab bahasa bersama para panitia. Tapi, dia mengabaikan kehadiranku dan memberitahu temannya yang lain, bahwa proposal ini disetujui.
"Mencegah terjadinya kehilangan siswa di stasiun, maka mereka harus membawa jaket angkatan mereka. Dipakai saat berangkat dan pulang. Nancy, tolong siapkan scraft warna neon, supaya terlihat dikegelapan, Haechan tolong kamu hitung lagi jumlah lentera, Lucy jangan lupa surat untuk para wali dan kepolisian, Shuhua tolong manage uang dengan baik ya, kalau ada sisa harus dikembalikan. Haknyeon, tolong bantu yang lainnya, aku akan mengurus transportasinya," jelasnya.
"Arin, kau harus istirahat," ucap Lucy khawatir.
"Aku sudah istirahat sejak kemarin," ucap Arin tersenyum.
"Ayo! Aku sudah berjanji kan? aku sudah pesan gimbap di bu Shinta. Sebentar lagi dikirim. Aku harus menemui kakak kelas untuk menjelaskan konsep baru ini," ucap Arin.
"Istirahatlah! Park Arin! Aku yang akan ke kak Jaehyun nanti," tegas Haknyeon.
"Tentu, terima kasih Haknyeon. Terima kasih," jawab Arin.
"Tapi mereka tak menerima penjelasan kecuali dari Ketua yang bodoh ini!" ucap Arin beranjak dari duduknya.
"Arin! Kau harus istirahat!" bentak semua temannya.
Aku hanya menelan salivaku kasar, saat semua temannya menatapku intens. Aku tak punya banyak kalimat atau cara menghindar. Aku hanya mengangguk dan merasa, aku perlu memberitahu mereka tentang kejadian tadi. Untuk pertama kalinya, mereka mempercayaiku. Iya, karena Arin.
"Arin mempertaruhkan beasiswanya dan kesiswaannya," ucapku singkat
"Kenapa jadi begini sih!" olok Haechan.
"Tak apa, salahkan aku," ucapku menyerah.
Setidaknya ini memang salahku. Kalau saja aku tak ikut survey pertama, kalau saja aku tak ikut lagi bersamanya, kalau saja aku tak bilang Ayahku, semua ini tak akan terjadi. Tapi Arin Nuna tau yang sebenarnya. Dia lebih baik kehilangan beasiswa dan menyelamatkan 50 jiwa, dari pada berjalan digelayuti arwah penasaran itu. Ya, kalau aku bisa melihat, dan mendengar mereka dengan jelas. Tak berlaku bagi Arin Nuna yang hanya mendapatkan informasi melalui mimpinya.
***
Tetap tersenyum walau baru saja menggadaikan beasiswa
HHAHAHAHA
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Me Choi | Choi Soobin of TXT
ParanormalHanya sebatas kisahku di SMA dan bagaimana aku menemukan cinta pertama dan terakhirku. Ku harap kalian bersedia mendengar kisahku yang rumit ini. Aku Choi. Panggil saja begitu. ...