..
Aku gak tau konsep hantu, sebab menurutku hantu itu sebatas ilusi. Well, ini sekedar fiksi, itu poin pentingnya.
Kalo ada salah, kasih tau aja.
But, i just hope u enjoy it Bae.
🔞Dan omong-omong, dibawah ada sedikit nc nya. Enggak banyak, tenang aja. ♡´・ᴗ・'♡
..
Skuy—
..
"MAKANYA KALAU DIBANGUNKAN ITU LEKASLAH BANGUN KAK! BUKANNYA MALAH KEMBALI TIDUR!!"
...
Devan terlonjak dari tidurnya. Mengerjap bingung dengan usapan kasar pada wajahnya yang terasa basah.
Apa dia bermimpi?
Dan entitas garang yang tengah berkacak pinggang didepannya berhasil menjawab segala pemikirannnya.
Ya, dia bermimpi. Dan adiknya itu telah menghancurkan mimpi manisnya di masa lalu menggunakan gayung merah yang tengah dipegangnya.
"Kamu harus ke kantor Kak. Pergilah mandi, aku masih harus melanjutkan membuat sarapan untuk mu."
Bunyi pintu tertutup mengalihkan atensinya, Devan menatap tak terbaca daun pintu berwarna putih gading itu. Tempat dimana Sabrina menghilang beberapa saat lalu.
Sekembar retinanya memanas, memburam dengan sebab jelas, membiarkan manik karamelnya meloloskan air mata.
Devan menekuk kakinya diatas tempat tidur, menyembunyikan wajah basahnya dibalik lutut.
Mimpi itu telah berkali ia alami. Sebuah kenangan manis, kilasan kejadian yang telah dialaminya dimasa lalu.
Devan benar-benar kecewa akan dirinya yang tak berani menyatakan. Seharusnya saat itu menjadi saat yang tepat untuknya mengakui perasaannya.
Karena selanjutnya adalah bencana.
Bahu Devan bergetar kencang. Menangis untuk kesekian kali dipagi hari bulan November ini. Berusaha dengan sangat menekan gejolak emosi namun sia-sia, air matanya tetap tumpah dengan tautan tangan saling mengepal kuat.
Mencoba cara apapun untuk menekannya, namun kembali, itu sia-sia.
Sapuan lembut pada surainya menyadarkan Devan atas tremor yang menderanya, "Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk segera mandi, Kak?"
Devan mendongak, menatap Sabrina yang terlihat sedikit terkejut melihatnya menangis hebat.
"Kakak, kenapa? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa selalu seperti ini?"
Devan menggeleng lemah, membawa tubuh adiknya dalam dekapan eratnya. Selalu seperti ini, dan Sabrina hanya mampu pasrah, menunggu waktu yang tepat untuk kakaknya berbicara.
Dia membelai lembut surai dan punggung kakaknya, berusaha menenangkan. Karena jujur, Sabrina sendiri tak tau apa yang sebenarnya terjadi.
"Jangan pergi lagi." Devan berbisik lirih, air matanya kembali tumpah semakin banyak. Semakin mengeratkan pelukan dengan wajah ia tenggelamkan dibalik ceruk leher sang adik. "Hanya jangan pergi Sa, aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku—"
Sabrina terkekeh kecil, menepuk-nepuk punggung kakaknya sarat jika dirinya masih disini. Tak pergi kemanapun.
"Iya Kak iya, Aku tau kok. Aku juga mencintaimu— sangat."
KAMU SEDANG MEMBACA
[I-LUSI]
Teen Fiction[SLOW UPDATE] Devan berilusi dan Sabrina adalah Ilusi. Mereka bersama, namun mereka tak benar-benar bersama. Mereka tersenyum, namun mereka tidak bahagia. Ini hanya sepenggal kisah, bukan sebuah realita. Remake Devano klein Sabrina klein Bianca w...