halaman ketiga

116 17 0
                                    

kepada Tuan Mimpi, yang kuharap tengah berbahagia dan tidak terpikir soal aku seperti aku yang lagi-lagi melihatmu dalam ketidaksadaranku.

   itu terjadi pada sembilan november. kita berbincang selayaknya dulu, atau mungkin tidak seperti dulu. aku tidak yakin jika Tuan dan aku pernah berbincang karena Tuan selalu memulai pembicaraan yang terlalu malu untuk kuselesaikan. kita tak pernah benar-benar sepaham. aku menggantung kata-kataku dalam kepura-puraan yang menyedihkan sementara Tuan menanti dalam ketidakacuhan.

   tahukah Tuan, semua yang tertahan pada perpisahan yang tidak berlangsung dengan benar menancapkan kekecewaannya dalam hati dan pikiranku yang membekas hingga sekarang? apa yang harus kulakukan? tidakkah Tuan ingin menuntaskannya sekarang?

surat sekali dudukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang