Ein

1.3K 57 15
                                    

Malam itu darah memenuhi purnama. Puncaknya kekuatan Sihir para Wizard. Sebagian dari mereka mendentingkan gelas wine, sebagian dari mereka menabuh gendang. Perayaan Sihir tahunan yang berlangsung seperti biasa, tanpa tahu juga malam itu adalah malam terakhir mereka di Rivenville. Si tukang Jagal kerajaan, Remus, yang memulainya.

Oh Remus yang hina. Kenapa kau bunuh Putra mahkota Eustace yang bahagia? Kenapa kau juga harus membunuh Grimmin d' Hoof Tetua Penyihir Kerajaan? Kenapa kau harus memicu marahnya para penyihir? Kenapa kau buat Rivenville menderita?

Malam itu juga, jeritan dan sumpah serapah dirapalkan. Laki-laki hina itu, kabur. Remus kabur dengan tangan penuh darah, dan wajah penuh dosa. Ia kabur meninggalkan duka selamanya. Cursed Death telah bangkit, menjangkiti sebagian dari mereka.

dikutip dari buku 'The Book of Kataraménos Rivenville'

***

"Siapa yang menyuruhmu memakan kueku," ucap gadis itu dengan gusar. Bibirnya tertekuk ke bawah, Tangannya terlipat di depan dada. "Kevin, kau nakaal."

"Bibi Gwen, Kevin membuat Annalyse menangis lagi," teriak bocah laki-laki berambut cokelat gelap menunjuk-nunjuk Kevin.

"Alvaro pengadu," ejek Kevin memeletkan lidahnya.

Wanita paruh baya yang duduk di kursi goyang itu menaruh benang rajutnya dan berjalan ke arah anak-anak kecil itu tepatnya ke arah anak yang bernama Kevin. "Kevin sayang, tidak baik berlaku seperti itu dengan temanmu."

Ditegur seperti itu, membuat Kevin gusar. Anak berumur tujuh tahun itu mengerucutkan bibirnya.

"Ayo minta maaf sayang." Bibi Gwen mengelus rambut Kevin dengan penuh kasih sayang.

"Ayo minta maaf pada Anna," ucap Alvaro tidak sabaran. Ia menggamit tangan Kevin agar ia meminta maaf, namun Kevin menepisnya kesal.

Alvaro naik darah. Ia menoleh pada saudara tirinya yang berada di sudut ruangan, Trevor. "Kau kelewat diam, Tre."

Ah, saudaranya itu memang irit sekali bicara. Alvaro mendengus kesal ketika melihat Trevor hanya mengangkat kedua bahunya.

"Bibi akan membuatkanmu kue kering lagi kalau kamu mau meminta maaf pada Annalyse," bujuk Bibi tersenyum. Kevin sekarang tampak ragu-ragu, ia meremas tangannya di samping.

Mendengar kata kue kering, membuat telinga empat anak lain yang sedang berada di meja makan bergidik. Mereka berhambur ke ruang tengah berharap Bibi Gwen juga membuatkannya kue kering.

"Bibi aku mau kue kering."

"Bibi aku juga."

"Diana juga mau Bi."

"Dia itu bibiku Di."

"Peter, bersikaplah baik pada Diana," tegur Bibi Gwen. "Semuanya akan dapat kue kering sore ini."

Peter, Diana, Anna, Alvaro, dan Si Kembar Renata dan Tiara memekik gembira. Hanya Trevor yang diam sambil membaca bukunya dan Kevin yang masih merajuk.

Anna akhirnya mengulurkan tangannya di hadapan Kevin. Jemari mungilnya yang imut bergerak-gerak seperti minta dijabat. "Maaf deh Vin."

Sedangkan di sebelahnya Alvaro membelalak tidak terima. "Kau kan tidak salah unt--"

"Aku yakin Kevin dari tadi hendak minta maaf kok." Anna memberikan cengirannya memerlihatkan giginya yang ompong di bagian bawah.

Mulai dari peristiwa itu, Kevin selalu memandang Anna. Annalyse yang lucu, Annalyse yang periang, Annalyse yang begini, yang begitu, Kevin selalu menyukainya.

New HorizonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang