ᴺᴼᵀᴵᶜᴱ°⁰²

80 17 0
                                    

Sakusa memiliki harapan kecil hari ini. Sakusa berharap kalau dia mendapatkan kembali kekuatannya untuk mengabaikan gadis di meja seberang itu. Sama seperti sebelum dia menanyakan sebuah pertanyaan bodoh semi naif.

Harapannya hanya sekecil itu, namun kenapa rintangan yang dia hadapi begitu besar?

Tidak seperti yang dia duga, [Name] bukanlah seseorang yang minim ekspresi. Secara mengejutkan, dia begitu ekspresif dalam mengungkapkan apa yang dia rasakan sekarang. Tak jarang juga [Name] membuat suara menggemaskan seperti anak kucing. Tapi sayang sekali Sakusa  tidak menyukai makhluk berbulu seperti itu, meskipun kucing sering disebut sebagai bulu-bulu kehidupan.

Guru yang mengajar Sakusa abaikan, kegiatan belajar mengajar di depannya sudah tidak menarik lagi kendati pemandangan di seberang kursinya lebih menarik untuk diperhatikan.

“Ngaah..” suara kecewa itu keluar dari lisan mungilnya. Alisnya turun melihat menara pena yang dia buat runtuh sementara tangannya mulai menata ulang menara kecilnya dengan lesu.

Sadar akan tatapan yang dilayangkan Sakusa, [Name] pun menoleh. Senyum semanis chocopologie dilempar sembari melambaikan tangan.

Sesuatu dalam diri Sakusa tergelitik. Lebih tepatnya perutnya terasa geli, seperti ada sesuatu yang berterbangan dalam perutnya. Pandangan sepasang obsidian itu langsung dialihkan ke arah yang berlawanan. Alisnya berkerut dengan tangan yang meremas pena digenggaman.

“Sulit..” gerutu Sakusa. 

.

Terlepas akan hal yang terjadi barusan, Sakusa sadar akan sesuatu.

Semua hal yang berkaitan dengan [Name] benar-benar aneh.

Sakusa menyadari hal yang tak biasa setelah mengamati gadis itu selama kurang lebih satu bulan. Meski tak ada percakapan lagi sejak percakapan terakhir kali.

Memang, [Name] adalah orang diabaikan oleh semua orang di kelas. Tapi, apakah para guru juga memang ikut andil dalam pengucilan yang kekanak-kanakan ini?

Dalam sepengetahuan Sakusa, nama gadis itu tidak pernah disebut dalam pengambilan absen maupun dalam pembagian kelompok. Bahkan dalam pembagian hasil ulangan namanya tidak pernah disebut.

[Name] benar-benar diperlakukan seperti angin atau mungkin ada hal lain yang Sakusa lewatkan?

“Komori,” Sakusa terdiam sejenak sebelum kembali angkat suara. “jumlah kelas kita ganjil atau genap?”

Komori yang tengah membereskan alat belajarnya berhenti sejenak untuk menoleh ke arah Sakusa. Matanya bergulir kesana kemari mencoba menghitung jumlah murid di kelasnya.

“Ganjil, kenapa memangnya?”

Ragu akan jawaban Komori, Sakusa kembali bertanya, “Kau yakin?”

Komori hanya mengangguk dan menunggu respon selanjutnya dari sepupunya itu.

“Bukannya kalau dengan [Surname] jadi genap?”

Dan untuk pertama kalinya, Komori tidak menjawab pertanyaan Sakusa.

ʚ.ɴoтιcᴇ.ɞ
[TBC]
.
.380 kata.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Notice || Sakusa KiyoomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang