Dari awal, Sakusa sudah menyadari eksistensi gadis suram di sebelahnya ini. Tak ada yang mengajaknya berbicara, pun mendekatinya saja tidak ada. Dia tak mengerti mengapa orang-orang menganggap insan terkait sebagai angin lalu.
Baiklah.
Otak kembali diputar guna mengingat beberapa rumor murahan sepanjang lorong sekolah.
Nama lengkapnya adalah [Fullname]. Gadis naif yang menjadi santapan empuk bagi para kaum yang menanggap diri mereka superior. Motif mereka adalah untuk kesenangan pribadi guna menghapus rasa bosan.
Rumor lainnya mengatakan, kalau gadis itu pernah dikurung dalam gelap nan pengapnya gudang penyimpanan di ujung sekolah. Para alpha itu menginginkan hiburan yang lebih, jadi mereka memanfaatkan phobia sang omega supaya jadi mengasyikkan.
Kenyataan bahwa para superior itu memerintahkan untuk tidak menganggap [Name] ada, sedikit mengusik Sakusa. Terlebih hal ini sudah terjadi sejak gadis itu menginjak tahun pertama. Tetapi, tak ada yang ia bisa lakukan. Ia hanya bisa merasa kasihan dan memperhatikan dari kejauhan.
Sepasang kelereng beralih pada buku tulis di hadapan, berisi catatan materi yang Sakusa tulis setengah hati kendatipun ia membenci pelajaran sejarah. Pulpen dimainkan, sementara tangan yang lain digunakan sebagai tumpuan kepala.
Rasa bosan melanda.
Beruntung.
Bel pertanda istirahat berbunyi, bersamaan dengan sang guru yang angkat suara, "Pelajaran kita sampai disini saja. Sampai bertemu besok pagi."
Pria dewasa itu keluar kelas, disusul teriakan tak bersuara para murid yang sudah menanti waktu istirahat. Dalam beberapa detik saja suasana kelas menjadi sepi, semua pergi ke kantin terkecuali Sakusa dan [Name].
Napas dihembuskan, setidaknya untuk saat ini Sakusa tidak khawatir lagi tentang udara yang dikotori oleh orang lain.
Kepala Sakusa otomatis menoleh ketika dia mendengar derit kursi, sesaat dia berharap jikalau gadis itu segera keluar dan semuanya akan jadi jauh lebih baik. Tetapi nyatanya, [Name] malah mendekati jendela dengan seikat bunga digenggaman.
Tangannya secara perlahan mengganti bunga yang ada di pot kaca dengan bunga yang baru. Tak ada yang istimewa dari aktivitasnya itu, malah terlihat begitu monoton dan membosankan.
'Tidakkah [Surname] merasa kesepian?'
Satu pertanyaan itu muncul di kepala Sakusa, yang kemudian mulai bercabang menuju pertanyaan yang lainnya. Kepala menoleh ke kanan-kiri sebelum ia memutuskan untuk memulai pembicaraan.
“Bagaimana rasanya diabaikan semua orang? Tidakkah kau punya pikiran untuk melaporkan ini pada guru?”
Entah apa yang membuat pemudi itu begitu terkejut, tetapi setangkai yang dia pegang jatuh ke lantai yang kotor. Ah, sekarang Sakusa merasa kalau dia tak seharusnya bertanya. Harusnya dia tak mencampuri urusan orang lain dan bersikap sama dengan yang lain.
"Kau," ucapan dijeda sementara kepalasi pemudi tertoleh perlahan. "bertanya padaku?"
"Tidak, aku bertanya pada diriku sendiri."
[Name] menangkap jawaban Sakusa sebagai iya. Kemudian ia kembali pada kegiatan awalnya sambil menimbang-nimbang jawaban.
“Rasanya hampa, tapi menenangkan. Lebih baik daripada ramai namun menimbulkan lara.”
Dan di detik ini, semesta sudah memiliki rencana untuk alur hidup mereka.
ʚ.ɴoтιcᴇ.ɞ
[TBC]
.
.452 kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Notice || Sakusa Kiyoomi
Historia Corta❝Dari awal Sakusa memang sudah dipermainkan oleh semesta.❞ _ All Haikyuu character belongs to Furudate-sensei