Part 2

135 39 1
                                    

Sudah berapa kalinya Rena mengelilingi hotel, berharap bisa bertemu Pangeran Sendal Jepitnya.
Tapi masih belum ketemu juga.

Deringan ponsel Rena berbunyi, Rena segera mengangkatnya. Itu Tino. Memberi info bahwa sebentar lagi mereka akan check out dari hotel.

Dengan berjalan lunglai, Rena menuju ke kamarnya. Dia harus merapikan barang-barangnya. Sesekali Rena menengok ke belakang. Berharap bisa bertemu dengan pria asing itu. Tapi hasil tetap sama, dia tidak bertemu dengan pria itu.

***

Tino membantu Rena memasukkan koper Rena ke dalam bagasi. Sedangkan Rena masih berdiam diri menatap gedung hotel, enggan masuk ke dalam mobil.

"Lo mau gue tinggal?" Rena menoleh pada Tino dengan wajah murung.

"Gue belum ketemu cowok itu," kata Rena.

"Ya ampun, masih?"

"Cowok setampan itu, mana bisa gue lupain sih, Tin?"

"TI-NO! Tin, Tin. Lo kira gue klakson mobil," sewot Tino. Rena tersenyum kecil.

Tino ikut tersenyum, setidaknya dia berhasil mengukir senyum di wajah sumpek Rena.

"Cepet masuk!" perintah Tino. Rena hanya menurut.

Mobil Tino melaju meninggalkan parkiran hotel. Tak lama dari itu sebuah mobil berhenti tepat di tempat mobil Tino parkir tadi.

Seorang pria keluar dengan kacamata hitamnya yang bertengger di hidung mancungnya. Kemeja hitam yang pas pada tubuhnya, mencetak otot-otot tubuhnya.

Pria itu memasuki gedung hotel. Sapaan hangat dan sopan dia dapati dari para karyawan hotel.

"Selamat pagi, Pak," sapa salah satu manager hotel.

"Kenapa memanggil saya lagi?"

"Sebaiknya kita bicarakan di ruangan saja, Pak." Pria itu mendengus kasar. Padahal baru saja dia kembali ke rumahnya semalam, tapi sudah di hubungi lagi dengan karyawan hotelnya.

***

Rena memasuki rumah kontrakannya bersama Lula. Rena mengerutkan dahinya saat melihat sepatu pria yang tertata rapi di sana.

Sayup-sayup Rena mendengar suara bariton seorang pria. Dengan berjalan perlahan, Rena memasang kuping lebar-lebar.

"Biar anak-anak kita bisa bermain bersama nanti. Tapi kalau rumah kecil apa cukup untuk anak-anak kita? Aku mau punya sepuluh anak."

Rena yang mendengar perkataan itu sontak masuk. "Anda kira teman saya ini kucing?"

Lula dan Galang menoleh. "Rena! Kamu sudah pulang?"

Lula, gadis itu berdiri dan menghampiri Rena.

"Iya, sayang." Lula segera memeluk Rena erat. Galang berdecak.

"Ganggu saja."

"Dia siapa?" tanya Rena saat melepas pelukan Lula.

Lula tersenyum malu. "Dia Pak Galang atasanku."

"Sekaligus calon suami Lula," sela Galang. Rena melebarkan matanya.

"Wah... Kabar baik!" serunya sembari memeluk Lula. Sementara Galang tersenyum menatap Lula yang merona.

***

Keesokan harinya, Rena kembali melanjutkan ceritanya yang sempat tertunda semalam karena Galang terus menerus menghubungi Lula. Itu dampak dari menyuruh Galang pulang secara paksa. Rena mengusir Galang secara halus. Kalau tidak di usir, Rena yakin Galang akan bermalam di kontrakannya.

Heran, Galang sebucin itu dengan Lula. Rena akui sahabatnya ini memang cantik luar dalam. Jadi wajar saja kalau Galang sampai tergila-gila dengan Lula.

Rena kembali bercerita. "Ya Tuhan, Lula, di sangat tampan." Entah keberapa kalinya Rena bicara yang sama, tapi tidak pernah menjelaskan secara rinci. Membuat Lula jadi bingung sendiri.

"Rena, sejak kemarin kamu pulang, kamu terus bicara begitu, sampai aku hafal, tapi kamu enggak mau cerita dengan rincinya."

Itu benar, sejak kemarin Rena kembali dari pemotretan, Rena hanya berkata hal yang sama, sehingga membuat Lula sempat ingin memanggilkan orang pintar. Siapa yang tau kalau Rena ternyata kesambet dengan penunggu di sana.

"Oke, oke, gue cerita ya. Jadi kemarin itu ..." Rena mulai bercerita, senyumnya tidak pernah pudar, Lula hanya manggut-manggut paham.

Rena memang korban broken home, hidupnya bebas, tapi bukan berarti dia seorang gadis yang suka ganti-ganti pria. Sebaliknya, Rena tidak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun setelah putus dengan pacarnya waktu lulus sekolah beberapa tahun yang lalu.

"Iya, lalu siapa namanya?"

"Lula, gue belum tau namanya. Dia pergi gitu aja, tapi sendalnya gue simpen, siapa tau nanti bisa ketemu lagi, dan ada alesan buat gue dekat sama dia."

"Oke, semoga berhasil kawan."

"Ya ampun kenapa lo kaku banget, terus sampai mana lo sama pak Galang? Kapan Lo mau ajak dia ke keluarga lo?"

"Dia ingin segera melamarku, tapi aku tidak tau, apa keluargaku setuju atau tidak."

"Kalau gitu ajak dia ke sana, biar dia kenal sama orang tua lo."

"Sepertinya harus begitu."

"Sukses ya, Sayang." Rena memeluk Lula, Lula pun membalas.

"Sukses juga untukmu mencari pangeran sendal jepitmu." Mereka tergelak bersama.

***

* Bersambung*







Pangeran Sendal JepitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang