Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Up kedua hari ini
Aku up sekarang karena besok gak bisa up ada urusan mendadak ternyata
kasian juga kalian nungguin aku gak tega
Jadi yah GAGAL MAU HEMAT UP
Makasih buat PERUSUH dan readers setia yang stay selalu dukung
DI TEKAN KAN SEKALI LAGI INI LAPAK NOMIN PUNYA DAN KHUSUS TERUNTUK NOMINIST
MOHON TIDAK SALAH LAPAK LAGI DAN MEMBUAT SAYA DOWN.
Dengan tindakan anda mengirimi pesan agar saya unpub, ganti karakter dan bilang cerita saya mainstream, apa hak anda?
Pasti pahamkan? Terima kasih
Please vote dan comment ya, jangan jadi silent readers
supaya aku tetap semangat bikin cerita buat kalian
🍂🍂
Jaemin bersandar pada pintu. Memandang Jeno yang masih setia memeluk Jisung seakan tak rela di pisahkan dari anaknya itu. Jaemin membersihkan tenggorokannya yang kering dengan menelan ludah. Pria yang sudah mempora - porandakan hatinya itu kini berdiri di hadapannya membawa Jisung bergelayutan di kakinya. Jaemin buru - buru memandang ke arah lain. Menghindari tatapan Jeno yang memandangnya lekat.
Jaemin memutuskan untuk memandang tangan Jeno yang terbalut perban. Jaemin bertanya - tanya kenapa Jeno bisa terluka. Ia tak bisa memungkiri dirinya kalau memang dirinya terus memikirkan tentang Jeno. Jeno mendekatinya kini ia tepat berada di hadapannya. Jaemin semakin menunduk dalam. Jeno memandangnya penuh sesal menahan dirinya agar tidak menggendong Jaemin saat itu juga dan membawanya ke mansion lee agar ia bisa mengurungnya di kamar.
"Tanganmu...kenapa? kau terluka?"
Jeno hanya tersenyum tipis. Bolehkan ia berharap jika Jaemin sedang mencemaskannya terus memikirkanya semenjak istrinya itu pergi dari rumah. Bolehkan Jeno berharap kalau Jaemin menyesal meninggalkannya.
"Na......"
Jeno mengulurkan tangannya, berharap Jaemin tidak menghindarinya lagi. Jeno mengangkat dagu Jaemin agar istrinya itu mau memandangnya. Hanya sekejap Jaemin memandang lurus pada matanya. Saat Jeno mengusap pelan pipinya, Jaemin tak kuasa untuk terus terjerat tatapan Jeno. Ia menggulir kan matanya kesegala arah asal bukan ke manik obsidian yang dalam itu.
"Na.....apa kau membenciku?"
Tidak. Jaemin tak membencinya hanya saja semua terlalu rumit. Jaemin menggeleng, Jeno menahan nafas.