Teruntuk, Hwang Sona."Ini untukku? Dari siapa?" Gadis itu mengerut heran, menoleh ke arah kanan dan kiri sekitarnya. Berharap ada sosok yang terlihat meninggalkan jejak, namun hasilnya nihil, tak ada siapapun disana.
Itu sebuah amplop yang masih tersegel dengan tinta biru di awal yang terukir membentuk namanya. Kalau diingat-ingat, ini sudah ketiga kalinya ia mendapatkan hal-hal yang entah darimana asalnya.
Dia selalu mengambilnya, membawa apapun yang ditinggalkan di depan ruangannya meski tampak tak yakin sepenuhnya. Dia hanya takut melukai perasaan pengirimnya jika acuh membiarkan kirimannya tetap di luar.
Lagipula, isi kirimannya pun tak terlihat aneh. Masih batas normal, tak berbahaya atau terlihat di luar kewarasan dirinya.
Benda pertama yang sampai di depan ruangannya adalah sebuah kotak berukuran sedang dengan banyak cokelat sebagai isinya. Tak masalah, malah menguntungkan Sona.
Kedua, tepat di hari sabtu setelah dirinya selesai menugas bersama dengan salah satu temannya, ia mendapat sebuah kotak lagi, namun ukurannya cukup besar.
Ia mengangkat kotak itu, tak begitu berat. Memperhatikan setiap sisi kotaknya, mungkin ada keterangan lain yang bisa membuatnya tau siapa pengirimnya atau teruntuk siapa kirimin ini.
Ketemu. Membuatnya mengerut heran. Disana hanya tertera namanya. Kotak besar itu untuknya, ia langsung membukanya dan melihat apa isi kotak tersebut.
Itu, sebuah boneka panda.
Dan sekarang, sebuah surat setelah sekian lamanya tak mengirim hal-hal seperti biasanya.
"Apa harus kubaca sekarang?" Sona terduduk di atas sofa empuk yang berada di ruang tengah, ia terdiam sejenak menatap serius ke arah benda putih itu, "Haruskah?" Menyakinkan diri sendiri.
Ia menghela nafas gusar, lalu mengambil satu gelas berisi susu cokelat yang telah dingin dari atas meja, ia meneguknya hingga tiga kali kemudian terdiam lagi, "Aku akan buka sekarang juga." Dirinya menetapkan keputusan.
Meletakkan kembali gelas tersebut sesuai asalnya, langsung saja tanpa berpikir dua kali Sona membuka segel amplop tersebut secara perlahan. Entah kenapa, jantungnya berdegup kencang. Mungkin ia takut dan penasaran.
Terbuka sepenuhnya dan terpampang jelas di matanya, ada selembar kertas yang terlipat rapih di dalam sana, ia ingin mengambil dan membacanya namun ketukan dan bunyi bel mendadak terdengar dari pintu utama.
Sona menghentikan langkahnya, memilih untuk meninggalkan benda serba putih itu di atas sofa dan beranjak pergi menuju sumber suara, "Tumben sekali ada yang berkunjung." Gadis itu menoleh sekilas ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangannya.
Tepat pukul lima sore, menjelang malam hari. Tak biasanya ada yang berkunjung pukul segini tanpa kabar, ---Jika itu teman-temannya Sona, mereka pasti mengabari meski terkadang secara mendadak.
Sampai di depan pintu utamanya, gadis Hwang itu tanpa berpikir lagi membuka pintu tersebut.
Di balik pintu, terlihatlah sosok asing dengan perawakan tinggi, tubuh tegap dan terlihat kekar, paras rupawan tampan, warna kulit yang cukup gelap dibandingkan dirinya terlihat sexy, rahang tegas memperlihatkan betapa kokohnya dia, serta bibir merah merekah yang menjadi objek utama untuk Sona.
Definisi tampan yang sempurna.
"Permisi?"
Sona mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha sadar akan lamunannya yang berlabuh ke lain arah, "Eoh, iya? Ada apa?" Sungguhan, jantung Sona terlalu berlebihan merespon kejadian tak terduga ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROOM SEVENTEEN✓
FanfictionNomor ruangan miliknya itu tiga belas, sudah tertera jelas di pintunya. Tapi, mengapa ya barang-barang kiriman untuk ruangan nomor tujuh belas selalu diletakkan di depan ruangannya? Hwang Sona mengerut heran sekaligus kesal. Dirinya jadi harus repot...