1. Hanya Mimpi

69 8 27
                                    

Jika cinta jangan terlalu cinta, begitu pula jika benci, jangan terlalu benci. Karena Tuhanmu ahli dalam hal membolak-balikkan hati.

****

Seorang gadis menguap di koridor. Ini sudah sangat siang, kenapa tidak ada seorang pun yang datang sekolah.

Semakin langkahnya jauh, suara riuh semakin terdengar jelas.

Gadis ini mengernyit saat ia melihat begitu banyaknya orang yang berada di lapangan utama sekolahnya.

Ia menajamkan matanya melihat apa yang terjadi.

Semua orang langsung menyingkir pergi, ketika menyadari dirinya akan melihat diposisi yang lebih depan.

Matanya melotot saat ada dua orang berbeda kelamin ditengah lapangan, terlihat laki-laki berjongkok setengah badan dan membawa sebuah bunga.

"Gue udah suka lo lama, Cla."

Dan yang membuatnya lebih melongo lagi, perempuan yang tengah menjadi pusat perhatian itu sahabatnya.

"Kamu mau jadi pacar aku?" lanjut cowok itu.

Suara sorak riuh menggema.

"Terima! Terima! Terima!"

Dengan nafas yang ngos-ngosan gadis ini terbangun dari tidurnya, dengan keringat yang bercucuran disekitar dahi.

"Pagi-pagi ganggu dimimpi aja, nggak penting mimpi kayak gini!" kesalnya beranjak dari tempat tidur.

Ting!

Tangannya terulur mengambil ponsel dinakas.

Clarisy

Ta, kok blm berangkat, udah ngerjain PR fisika?

Gadis yang masih memakai baju tidur warna hitam ini menarik nafas sangat panjang.

"BI NURIS!" Teriaknya, dan membuat siapapun yang mendengarnya dapat serangan jantung mendadak.

"Sebentar," ujar asisten rumah tangga di rumahnya, yang telah mengabdi di rumah ini sejak dirinya belum lahir.

Nuris tergopoh-gopoh menaiki tangga yang sangat amat panjang itu untuk menuju kamarnya.

"J-jam 7 lebih lima belas?!" Teriaknya lagi dengan melototkan matanya saat melihat jam dinding dikamarnya.

Sedetiknya, kalang kabut menyiapkan perlengkapan sekolah, dibantu Nuris pastinya.

"Harus bagus bentuk telur ceploknya ya Bi!" teriaknya lagi ketika Nuris ini telah berlalu dari kamarnya untuk menyiapkan sarapannya.

"BIMO!" Teriaknya lantang, membuat Nuris yang masih menuruni tangga terperanjat seketika.

"Iya, Mbak," ujar Bimo, seorang pria berbadan kekar, memakai jas rapi, ia adalah Bimo Prawiranegara.

Bimo adalah tangan kanan di rumah ini yang selalu menjadi kepercayaan orangtuanya.

Seperti sekarang, orangtuanya sedang berada di luar negeri sudah seminggu ini, ia bebas menyuruh siapapun.

SCHICKSAL (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang