HAPPY READING!
Jeongin Pov.
Hari perlombaan semakin dekat. Begitu pula dengan pertandingan Hyunjin yang akan berlangsung sehari sebelum perlombaanku. Kami semakin sibuk dengan latihan masing-masing. Aku yang setiap pagi lari kecil keliling kompleks dan dia yang tak jarang pulang malam karena latihannya. Waktu kami terbuang tanpa banyak berinteraksi setelah malam itu. Tapi, terkadang Hyunjin datang ke kelasku untuk ngobrol –yang sebenarnya alibi untuk mendekati Seungmin juga-. Dan saat laki-laki pujaannya pergi untuk suatu urusan yang tak pasti, kami kembali menyusun rencana bagi kencannya yang segera datang.
Aku tidak mau banyak membantu. Hanya menyuruh Seungmin menemui Hyunjin di hari dan waktu yang sudah di tentukan adalah satu-satunya hal yang rencananya ingin kulakukan. Selebihnya aku ingin Hyunjin sendiri yang merencanakannya.
Meski begitu, Hyunjin tidak pernah absen menanyaiku tentang ini dan itu yang mungkin saja bakal disukai Seungmin. Aku tak kuasa untuk diam. Melihat semangat dan binar matanya yang tidak biasa, tanpa sadar membuatku luluh juga.
"Mungkin dia suka bunga. Yah, kalau dilihat dari hobinya seperti bernyanyi dan main piano, dia pasti suka sesuatu yang indah."
"Masa'? Tapi, Seungmin laki-laki!"
Rasanya sedikit tersindir dengan ucapannya. Memang apa yang salah dengan bunga? Mereka cantik dan gender sebenarnya tidak berhak memvonis seseorang untuk tidak boleh suka pada benda itu.
"Ya sudah, belikan dia motor sport saja sana! Dia kan laki-laki."
"Jeongin, jangan bercanda! Baiklah-baiklah. Bunga bukan ide yang terlalu buruk."
Aku mendengus kesal. Bilang saja kau tidak punya ide lain. Dasar bodoh.
Di lain kesempatan, aku menyempatkan diri bicara dengan Seungmin. Kelihatannya dia cukup tertarik saat aku bilang 'jalan-jalan'. Belum lagi efek dari latihan musiknya setiap hari yang dia bilang cukup membosankan. Dia butuh sesuatu yang lain ketimbang memperhatikan not balok dan tinggi rendah nada suaranya.
Sedikit banyak aku bersyukur. Hyunjin sepertinya mendapatkan kesempatan dan waktu yang tepat untuk menggaet hati Seungmin. Di saat yang bersamaan aku harus menyiapkan hati. Kalau-kalau Hyunjin tidak siap membagi waktunya antara aku dan Seungmin. Walau pada dasarnya, dia memang tidak pernah mau benar-benar meluangkan waktu untukku.
"Kira-kira kapan kau punya waktu senggang?"
Wajah Seungmin langsung berubah sedih. "Aku tidak yakin. Tapi, sepertinya tidak akan ada waktu sampai kompetisi itu. Yah, kecuali kalian mau jalan-jalan malam setelah aku selesai latihan."
"Tidak masalah. Aku dan Hyunjin Hyung juga sedang sibuk-sibuknya latihan. Jalan-jalan malam itu ide yang bagus, Seungmin!"
"Benarkah? Wohoo... kalau begitu kapan?"
"Lusa. Oke?"
"Baiklah."
Ada sedikit rasa bersalah. Pasalnya aku sudah membohongi Seungmin dengan bilang bahwa ini adalah acara kami bertiga. Padahal, yang akan bersenang-senang nantinya hanya dia dan Hyunjin.
"Katanya, lusa"
Teriakku malam itu. Baru saja kudapati lampu kamar Hyunjin bersinar beberapa saat yang lalu saat akhirnya memutuskan berseru. Kulihat kelelahan samar yang tergambar di wajahnya. Sudah beberapa hari ini latihannya semakin berat saja. Kami tidak pernah lagi pulang bersama karena latihan Hyunjin jauh lebih intensif ketimbang milikku.
Aku khawatir Hyunjin jatuh sakit kalau hal ini terus berlanjut. Tidak peduli sekuat apapun tubuh itu menahan lelah, pasti ada batasannya juga. Meski begitu, Aku tidak bisa menunjukkan secara langsung kekhawatiran ini. Ada sesuatu yang menahanku agar tetap diam. Karena, bukan kekhawatiranku yang dia inginkan sebagai bentuk dari rasa perhatian. Tapi milik Seungmin. Oleh sebab itu, hanya ini yang bisa aku lakukan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sometimes, Someone | Hyunjeong
Short StoryCinta itu membingungkan. Memang ada orang yang bisa mendeskripsikan secara tepat bagaimana rasa cinta itu? Hyunjin tidak bisa, pun Jeongin. Mereka masih muda. Penuh gejolak dan letupan perasaan yang sulit untuk diberi nama. Namun tak apa. Semua ora...