#1

30 4 4
                                    

.

Happy reading gais!

Sorry for typo..

Seorang pria berbadan kekar dan memakai jas hitamnya berjalan menuju sebuah ruangan pribadi yang ada di rumah mewah tersebut. "Semuanya sudah ditangani, Pak." Ucapnya saat sudah berada di dalam ruang tersebut dan berhadapan dengan atasannya.

Pria yang dipanggil dengan sebutan 'Pak' lantas tersenyum menang. "Bagus. Setelah ini saya yang akan mengurusnya sendiri."

Pria berbadan kekar pun lantas menunduk hormat dan meninggalkan ruangan atasannya tersebut.

"Bersenang-senang lah sepuasmu sekarang. Namun, jangan harap kau bisa tersenyum lagi setelah ini." Monolog nya lalu menyesap sisa rokok yang masih ada di tangannya.

------------

Gerimis hujan sisa badai kemarin malam masih mengenai jendela kamar seorang anak bertubuh mungil yang masih bergelung di bawah selimutnya. Mungkin matahari juga masih ingin bermalas-malasan dengan dunia-nya. Karena pagi sudah tiba tapi ia belum juga menunjukkan senyumannya di pagi yang sedikit mendung.

"GEMBUUUL.. BANGUN YUUK! SARAPAN. UDAH SIANG NIH!. " Teriaknya keras sambil membuka paksa pintu kamar yang kebetulan tidak dikunci oleh pemilik kamar. Walaupun begitu, yang dibangunkan tetap tidak beranjak dari kasurnya dan malah menyamankan diri di dalam selimut minionsnya. "Ganggu aja sih!" Gerutunya yang masih memejamkan mata indahnya.

"Ya ampun dasar buntelan." Ia pun berjalan menuju kasur yang ada di kamar tersebut. Selintas ide tiba-tiba muncul di kepalanya. Lalu senyum mengerikan pun tercetak di wajah tampannya.

Byur

Lelaki tersebut sedikit mengguyurkan segelas air yang ada di meja sang adik setelah menyibakkan selimut minions yang menutupi wajahnya. "AAAAA!" Teriaknya dan sukses membuat sang adik segera duduk dari tidurnya dengan gelagapan mencari udara untuk dihirupnya.

Lalu detik berikutnya..

"ABAAAAANG!"

Sedangkan pelaku pengguyuran itu hanya tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah bangun tidur adiknya lengkap dengan ekspresi yang sangat lucu menurutnya.

"Hey, hey, ada apa ini? Kenapa berteriak?" Tanya lelaki yang masih terlihat gagah walaupun sudah berumur berkepala 4 yang baru saja memasuki ruangan tersebut.

"Papa lihat Abang! Dia baru aja nyiram wajahku dengan air untuk membangunkanku di udara yang dingin ini." Adu gadis tersebut sambil mengercutkan bibirnya.

Lelaki yang dipanggil 'Papa' tersebut lantas terkekeh melihat kedua anaknya suka sekali menggoda satu sama lain.

"Sudah-sudah. Abang jangan ganggu adikmu lagi. Dan Adellia, segeralah mandi dan turun untuk sarapan, hmm." Tutur sang Ayah dengan lembut.

"Iya Pa." Jawab kakak-beradik itu dengan serempak.

Setelahnya, mereka sudah berada di ruang makan untuk menyantap sarapan pagi mereka tanpa ada sepatah kata yang berbicara. Karena sudah menjadi kebiasaan yang diajarkan oleh Papa mereka untuk tidak berbicara saat makan.

"Sayang, hari ini kamu sama Papa ya berangkatnya." Ucap Dina, mama Adellia, sambil membawa piring kotornya ke dapur.

"Berarti kalo sama Papa nggak usah bawa bodyguard dong ya?" Tanya Adellia dengan semangat.

Pasalnya, sejak kejadian 5 tahun lalu yang hampir saja merenggut nyawa anak gadisnya, membuat Mama dan Papa Adellia sangat protective terhadap dirinya. Tak tanggung-tanggung, Reno bahkan menyewa 3 bodyguard untuk Adellia. Bukan apa-apa, mereka hanya khawatir jika sesuatu terjadi lagi pada anak kesayangannya.

Reno, Papa Adellia, menggeleng tegas. "Nggak bisa. Kamu tetep harus dijagain bodyguard Papa. Nggak ada penolakan." Ucap Reno dengan nada serius.

Adellia hanya menghembuskan nafasnya lelah. "Emang sopir aku kemana?" Tanya Adellia bingung. Bagaimana tidak, baru saja minggu lalu menjadi sopirnya, kini ia harus cuti? Sangat tidak profesional sekali, batinnya.

"Sopir kamu kemarin mengundurkan diri. Katanya istrinya mau melahirkan." Ujar Reno setelah selesai meneguk minumannya. "Oh iya dan mulai besok kamu udah ada sopir baru." Lanjutnya.

Adellia hanya mengangguk malas. "Bukannya itu tambah butuh banyak uang ya Pa? Kok malah ngundurin diri sih." Gerutu sang anak gadis mereka.

"Ya mungkin dia tuh mau nemenin istrinya di masa-masa mau melahirkan dek. Kalo tiba-tiba nanti istrinya masak, terus mules perutnya dan enggak lagi pegang hp, gimana?" Kini giliran Rendy, Abang Adellia yang menyahuti pertanyaannya.

"Eh? Bener juga sih." Sahut Adellia sambil memanggut paham.

"Wah, Abang kayaknya udah siap jadi Papa nih. Kapan mau dikenalin ke Mama sama Papa, Bang?" Tanya Dinaa yang tiba-tiba ikut menyahuti ucapan Rendy.

Uhuk..

Rendy yang sedang meminum air tentu saja sangat terkejut dengan ucapan Ana. "Nanti Ma, kalo udah ada." Jawabnya se-santai mungkin.

Dina hanya mengangguk meng-iya-kan.

"Loh bukannya Abang udah ada kak An-AWW"

Pekikan keras memenuhi ruang makan tersebut. Karena belum sempat melanjutkan kata-katanya, lengan kecil Adellia sudah dicubit kasar oleh Rendy.

"ABAAANG SAKIT TAU!" Teriakan tak kalah keras keluar dari mulut kecil Adellia.

Semua orang yang ada di meja makan hanya meringis mendengarnya.

"Abang, kenapa sih? Suka banget kamu jahilin adeknya." Omel Dina.

Sang pelaku hanya terkekeh melihat adiknya kini mengelus lengannya yang baru saja ia cubit.

"Mamaa.. Sakit. Abang cubitnya keras banget. Liat nih, jadi biru kayak gini." Adu Adellia pada Dina dan Reno sambil mengerucutkan bibir dengan mata memerah seakan akan mengeluarkan tangisannya.

"Udah-udah, nanti Abang biar Mama yang marahin, hmm?" Tutur Dina dengan lembut agar meredakan rengekan anak gadisnya.

Adellia hanya mengangguk sambil menghilangkan air mata yang akan membasahi pipinya.

"Yaudah sekarang ayo kita berangkat." Ucap Reno sambil merangkul bahu anaknya.

Rendy pun berlari dan ikut merangkul bahu sang adik. "Let's go!" Ucapnya dengan sedikit teriakan.

"Ish Abang, apaan sih! Lepasin! Aku marah sama Abang, Abang nakal!" Kesal Adellia sambil mencoba melepas rangkulan sang Abang.

"Ciee yang marah. Tambah comel aja sih." Kata Rendy dengan menoel pipi Adellia gemas.

Sang adik hanya mendengus sebal dan menatap tajam Abangnya.

"Yaudah mau apa biar kamu ngga marah lagi sama Abang?" Tanya Rendy dengan nada yang bersungguh-sungguh.

Adellia yang mendapat tawaran seperti itu tentu saja tidak menyia-nyiakannya. Ia lalu meletakkan tangan di dagu dan membuat wajah seperti orang berfikir.

"Emm aku mau es krim, bakso, martabak, sama bronis. Oh iya minumannya aku mau es boba yang deket minimarket depan ya Bang." Cengiran terukir di wajah manis Adellia yang membuat Rendy langsung memasang wajah menyesalnya karena sudah telah mengucapkan kata-kata keramat tersebut.

"Itu nggak kebanyakan? Kamu mau makan semua itu sendirian. Nggak sakit tuh perut?" Tanya Rendy yang mencoba bernegoisasi dengan Adellia.

"Tenang aja Bang, nanti aku bagi-bagi kok sama Mama, Papa, sama mbok Leha juga. Jadi Abang jangan khawatirin aku." Jawab Adellia dengan gampangnya.

"Hm, oke deh." Balas Rendy yang terdengar lesu dan pasrah.

Reno dan Dina yang mendengar ucapan kedua kakak-beradik ini hanya tertawa dan berdoa semoga keluarga mereka selalu diberikan kebahagiaan seperti saat ini.

Jangan lupa tekan vote buat nambah semangat aku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What's your secret?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang