Chandra sama Hara lagi duduk di pinggir danau matcha. Danau buatan yang airnya ijo kaya thai tea rasa matcha yang tempatnya ada di dalem kampus. Iya, emang ngga elit sih, duduk berdua jam setengah 12 malem sambil minum air meneral dingin di kampus yang udah lumayan sepi. Tapi berhubung tadi pas pulang dari parama, Hara ngelihat banyak banget kunang – kunang di sana, akhirnya mereka milih buat duduk bentar di sana.
"Tiga tahun jadi orang asing terus tiba – tiba ketemu di ospek jurusan. Kaget nggak lo ?" Tanya Chandra, tatapannya lurus ke sisi danau yang lain.
"Banget." Hara mengela napas berat. "Gue pikir gue udah pergi jauh. Tapi ternyata–"
"Makin deket." Potong Chandra langsung disusul tawa kecil yang entah apa artinya.
"Iya, bahkan sekarang kita sekelas."
Chandra dapat merasakan nada putus asa di setiap kata yang Hara katakan, membuatnya bertanya sebegitu besarnya kah Hara pengen jauh – jauh dari Chandra.
"Full sun."
Napas Chandra sedikit tertahan ketika ia mendengar Hara mengatakan hal itu. Namun setelah itu Chandra tersenyum.
Hara mendengarnya... pesan kecil yang ia selipkan di radio yang ia bawakan.
"Bunga matahari tidak akan bisa hidup tanpa adanya matahari. Kemanapun bunga matahari dibawa pergi oleh pemiliknya, matahari akan selalu bersinar untuknya."
"Gue ngga pengen lo ngajauhin gue lagi. Gue ngga mau pura – pura ngga kenal sama lo." Ujar Chandra dalam hening
"Kan udah gitu, lo udah chat gue kaya biasa, kita juga udah ngobrol biasa di depan banyak orang–"
"Dengan jadi orang lain." Lagi – lagi Chandra memotong sebelum Hara selesai ngomong.
"Emang sejak kapan kita bukan orang lain..." Hara menggantungkan kalimatnya, ia menunduk melihat refleksi bulan yang sedikit terlihat di dalam air.
"Sejak awal emang bukan lo yang ada di samping gue."
Chandra ngelempar batu pas banget kena ke pantulan bulan yang dilihat Hara, bikin refleksi itu jadi rusak.
"Gue minta maaf." Chandra nunduk, cuman itu yang bisa dia ucapin sekarang. Tangan kananya ia arahkan pada dada kirinya, tepat pada bagian jantung, mengusapnya lembut sebelum akhirnya menghela napas panjang.
.
.
.
Udah makin malem, tapi dua orang yang duduk di bawah lampu pinggir danau itu tetep ngga pergi dari sana. Masih betah mandangin hewan – hewan kecil bercahaya itu terbang di sekeliling mereka. Sesekali ada satu atau dua kunang – kunang hinggap di telunjuk Hara terus terbang lagi.
"Echan-nya Hara apa kabar ?"
Hati Chandra berdesir denger panggilan itu lagi. Udah lama banget ngga ada yang manggil nama itu.
"Sini deketan." Chandra narik Hara buat duduk lebih deket. Lebih tepatnya ngebiarin Hara buat sandaran di bahunya.
"Ada gue di sini sekarang, gue ngga akan ninggalin lo sendirian, ngga akan pernah."
Hara mendongak menatap Chandra, lalu mengangkat jari kelingkingnya.
"Janji ?"
Chandra menyambut kelingking kecil Hara lalu menautkan dengan kelingkingnya.
"Janji."
Hara nggak pernah ngerasa se-aman ini selama bertahun – tahun. Hara kangen banget sama sosok Echan nya, termasuk semua momen yang pernah mereka lakuin bareng – bareng.
Bedanya sekarang, bukan sama Haechan. Tapi Chandra.
.
.
.
~END~
End ? oh tentu tidak, konflik nya baru mulai. Ehehe lambat ya ? maafin author...
Ohoho Haechan ? Echan ? Chandra ?
Siapa aja lah wkwkwk yang penting slogannya "Harta Tahta Chandra"
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat
Teen FictionBendera perang sudah dikibarkan. Haechan si anak radio melawan Jaemin dari club fotografi. Namun mereka malah menemukan kepingan masa lalu yang minta untuk diselesaikan. Lalu bagaimana? entahlah... biarkan mereka menyelesaikan puzzlenya. "Malaikat...