Prolog

30 3 0
                                    

Manusia bukanlah satu-satunya makhluk berakal yang hidup di dunia ini.

Setan, jin, dedemit, hantu, makhluk halus, dan ribuan lain nama panggilan yang kalian gunakan untuk menyebut bangsa mereka. Secara pribadi, aku lebih senang menyebutnya sebagai makhluk gaib, karena seperti yang kalian tahu, mata manusia umumnya tidak sanggup menangkap sosok mereka.

Mereka hidup berdampingan dengan kita selama beribu-ribu tahun. Kisah-kisah mereka melegenda, bahkan di antara orang-orang yang tak mampu 'melihat' sekalipun. Di satu sisi, mereka bisa digambarkan menjadi sosok bijaksana yang mengampu dan membimbing manusia, namun di sisi lain, mereka juga bisa digambarkan sebagai makhluk mengerikan yang haus darah.

Aku tahu saat ini kalian pasti ingin menanyakan dari dua penggambaran besar di atas, manakah yang lebih mendekati karakter sesungguhnya makhluk gaib. Namun aku juga tidak bisa menjawabnya. Jangan salahkan aku, aku juga tidak bisa menjawab jika kalian bertanya apakah manusia adalah makhluk baik atau buruk.

Aku juga tahu, kalian pasti penasaran apakah aku punya mata yang dapat 'melihat' sampai bisa mengatakan hal seperti di atas, bukan? Kalian mungkin juga ingin bertanya apakah aku adalah satu dari ribuan orang yang menyebut dirinya sebagai anak indigo? Dan apakah aku punya kisah-kisah horor yang bisa membuat kalian menggigil ketakutan saat malam tiba?

Sayangnya, jawaban dari ketiga pertanyaan itu adalah TIDAK.Tapi jangan terlalu cepat menekan tombol kembali dan meninggalkan kisah ini, karena aku memiliki tiga buah pengakuan yang mungkin menarik.

Pengakuan pertama, aku memiliki 'pendengaran'.

Aku mungkin tidak bisa 'melihat', tapi sejak kecil telingaku mampu mendengar suara mereka. Nyaris sama baiknya dengan aku bisa mendengar suara kalian.

Sebenarnya, ini cukup menggangguku. Saat kecil, ketika aku belum mampu memahami dan mengendalikan 'pendengaran'-ku, hampir tiap hari aku menangis. Siapa yang tidak takut saat mendengar seseorang berbicara namun kamu tidak pernah bisa melihat 'seseorang' itu?

Pengakuan kedua, aku dilahirkan di keluarga yang mempelajari dan memanfaatkan 'bakat' kami.

Ada banyak cara untuk menyebut orang-orang seperti keluargaku. Dukun, paranormal, cenayang, orang pintar, spiritualis, dan bahkan penyihir. Sebagian besar berkonotasi negatif, maka dari itu kami yang masih menjalankan praktik ini memilih panggilan lain yang lebih... netral. Saudari kembarku menyebut dirinya sebagai konsultan fenomena adikodrati. Tapi kurasa dia melakukannya hanya karena dia senang melihat ekspresi bingung di wajah klien-klien yang menyewanya.

Pengakuan ketiga, 99% kepercayaan mistis yang pernah dan akan kalian dengar adalah kebohongan.

Hei, tahan kemarahan kalian! Aku tidak tahu seberapa banyak utas cerita horor yang kalian baca di media sosial atau acara-acara berbau mistis yang sudah kalian tonton. Tapi aku berani bersumpah kalau nyaris semuanya adalah omong kosong.

Kalian tidak percaya?

Terserah. Tapi aku menulis kisah ini untuk menceritakan kenyataan di balik fenomena gaib yang sering kalian alami.

Bukan demi kalian, bukan pula demi diriku sendiri. Tapi demi saudari kembarku, Gistara, yang masih menjalankan bisnis lama keluarga kami. Aku kasihan melihatnya terus-menerus mengulang penjelasan yang sama berulang kali. Kuharap kisah yang akan kubawakan akan sedikit memperingan pekerjaannya.

Ya, ini bukan kisah tentangku. Hidupku benar-benar tidak menarik dan membosankan. Kalian pasti sudah jengah mendengar kisah patah hati seorang laki-laki yang sudah memberikan segalanya untuk gadis pujaannya atau seseorang yang uangnya dibawa kabur teman dengan kedok hutang, bukan? Kisahku adalah kisah sehari-hari yang membosankan seperti itu.

Seperti judul yang kuberikan pada kisah ini, ini adalah kisah Gistara, dan pekerjaannya sebagai dukun (maksudku konsultan fenomena adikodrati) di era modern. Aku hanyalah pendongengnya. Dan sebagai seorang pendongeng, sebaiknya aku memperkenalkan diriku sendiri. Setidaknya nama dan posisiku dalam kisah ini.

Namaku Arkatama.

Aku benar-benar tidak ingin menyebut diriku sebagai asisten konsultan fenomena adikodrati, jadi tolong jangan panggil aku begitu meski memang itulah pekerjaanku. Aku di sini hanya untuk bercerita.

Karena kalian perlu tahu kenyataannya.

Kenyataan yang selama ini berusaha tidak kalian terima.

GistaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang