"Chubby ."
Bhuddy bergerak cepat saat Chubby hampir melewatinya. Lelaki itu mencekal tangan Chubby , agar setidaknya Chubby bisa memberinya kesempatan untuk tahu alasan dibalik hubungan mereka yang telah berakhir.
"Aku butuh kamu," kata Bhuddy . "Apa kamu nggak kangen, chub?"
"Kita udah berakhir," kata Chubby . Ia enggan berbalik, namun tak melepaskan diri juga. "Apa masih kurang tegas juga, ya, pernyataanku? Kita udah berakhir, Bhuddy ."
"Nggak masuk akal, Chub ." Bhuddy menarik napas. Jengkel sekaligus lelah akan seluruh pernyataan Chubby yang begitu. "Kita nggak berantem, kan? Aku juga nggak ngelakuin sesuatu yang bikin kamu sakit hati, kan?"
"Pokoknya, udah berakhir." Perlahan sekali, Chubby menjauhkan tangan Bhuddy dari tangannya. Ia berbalik menatap lelaki itu. Bhuddy tampak memelas, membuat Chubby menampilkan senyuman miris. "Apa ini? Ngemis minta balikan? Maaf, ya, Bhuddy . Jangan kebanyakan berharap. Bagiku, hubungan semacam ini cuma permainan. Dan, aku udah bosen. Jadi, aku mengakhiri semudah ini."
Bhuddy tertegun, bungkam mendengar pernyataan Chubby . Chubby yang dikenalnya tidak begini, gadis itu selalu bersikap manis dan tak pernah mengatakan sesuatu yang menyakitkan. Setahunya, Chubby selalu memujanya dan mencintainya.
"Semua yang--"
"Aku bersikap manis ke kamu, ya, itu bagian dari permainan." Chubby memotong ungkapan Bhuddy secepat mungkin. Ia mendapati sorot mata Bhuddy yang berubah sendu, seolah telah kehilangan dunianya. Chubby bertingkah tak peduli, gadis itu menatap sejenak jam tangannya. "Jangan ganggu lagi. Paham, kan?"
Lantas, Chubby berbalik meninggalkan Bhuddy . Sebelum lelaki itu mencegat atau menyatakan sesuatu yang lain. Chubby baru bisa bernapas lega kala menemukan sebuah taksi yang dapat segera membawanya pulang. Ia tak tahan, menahan debaran dan hasratnya sendiri tentu bukan sesuatu yang bagus.
Sesampainya di rumah, Chubby mengistirahatkan diri di sofa kesayangannya. Ia tinggal sendirian, namun baru sekarang benar-benar merasa kesepian lagi. Tiga hari lalu, Bhuddy masih berada di sisi Chubby untuk membahas segala hal bersama. Pembahasan bersama Bhuddy tak benar-benar penting, ringan dan hangat. Sukses membangkitkan kenangan Chubby yang sebetulnya telah ditahannya mati-matian. Chubby lelah, ia menyandarkan punggungnya dan membiarkan segala memori terputar di benaknya.
"Kamu suka banget baca novel, ya, Bby ?"
Perkataan Bhuddy beberapa minggu lalu teringat di benak. Lelaki itu selalu ingin tahu segalanya tentang Chubby , seolah Chubby merupakan dunianya.
"Nanti kita ke perpustakaan aja, gimana? Atau toko buku? Eh, kamu sukanya buku yang kayak gimana, deh? Tetep, dong, aku yang paling romantis walau kamu udah nemu banyak karakter dalam novel."
Chubby terkekeh sendirian. Ia tahu ini gila. Berusaha bagaimanapun, perkataan Bhuddy selama bersamanya enggan memudar dari benaknya. Lelaki itu pandai membuat situasi menjadi lebih baik. Chubby suka semua ungkapan jujur Bhuddy , juga candaan ringan yang kadang terlontar begitu saja.
Tetapi kini, itu takkan terulang. Chubby ingin bersikap tegas, tidak mau bersama lelaki yang diam-diam jalan bersama wanita lain dan hanya berdua saja karena kepentingan pribadi.
***
Bhuddy pulang dalam keadaan kalut. Sedikit tak terima bahwa segalanya hanya permainan di mata gadis yang dicintainya itu, padahal ia mati-matian menjaga hubungannya hingga bertahan setahun ini.
Sialnya, Bhuddy merasa keadaan hatinya semakin kacau saat memilih memakan mie instan favoritnya. Rasa lapar membuatnya merasa perlu makan meski sedang kalut. Namun, ia justru teringat saat bersama Chubby , gadis itu selalu menampilkan senyuman secerah mentari walau hanya bisa makan mie instan bersamanya. Chubby tak pernah mengeluh, menerima kondisi sederhana saat bersama Bhuddy .
Usai makan tanpa menikmati, Bhuddy bangkit dari tempatnya. Ia memutuskan menonton televisi sambil duduk dengan nyaman di sofa empuk berwarna merah. Namun, tak ada saluran televisi yang menarik. Ia mengalihkan pandangannya ke seluruh tempat, lantas mendapati sebuah buku yang terletak di sisinya. Setahunya, buku itu milik temannya yang sempat menginap. Saking penasarannya, Bhuddy membuka buku itu dan membacanya. Banyak halaman yang kosong, namun halaman paling akhir sukses membuatnya terperangah. Ada sebuah surat terselip di sana. Bhuddy membacanya berulang, memastikan dirinya tak salah baca.
'Aku cuma pengin ngasih tahu, semuanya bukan salahmu. Kamu gak perlu tanggung jawab, karena aku yang salah jalan. Tapi kamu baik banget tadi ngajakin aku jalan sama anakku Nira, terus ngaku pengin jadi bapaknya Nira segala. Aku jadi dikit baper, sih. Tapi tahu diri juga, kok. Eh, tapi, jalan-jalan bareng kamu tuh asyik. Kalau mau, boleh lagi deh. Kalau kamu nggak keberatan.'
Bhuddy mengerjap sebanyak yang ia bisa. Sebanyak apapun membacanya, isinya tidak berubah. Ia ingat minggu lalu Chubby mengunjungi rumahnya dan menonton film saat ia sedang sibuk di dapur menyiapkan makanan layak untuk gadis kesayangannya itu. Ada kemungkinan, Chubby mengakhiri hubungannya karena salah paham. Mungkin, Bhuddy mengira itu buku hariannya dan menganggap dirinya mendekati gadis lain karena surat yang terselip. Wisnu diam-diam tersenyum, menyadari bahwa ia perlu kembali menemui Chubby dan menjelaskan.
Dan omong-omong... Bhuddy suka sekali ekspresi judes gadis itu terhadapnya tadi. Kembali terbayang, membuat Bhuddy tertawa geli. Rasanya jadi tak sabar menemui gadis itu dan membujuknya untuk memulai lagi. Sia-sia saja ia menggalau dan berpikir chubby benar-benar menganggap hubungan dengannya main-main.
"Kamu emang pencemburu, ya, Bby . Harusnya jujur aja, sih, biar nggak perlu menggalau begini."***
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I Love you
Teen FictionCerita Because I Love You Cerita ini sebenarnya cerita romansa dengan balutan humor. Hujan pun dibuka oleh keinginan Bhuddy meninggalkan Chubby tentang seseorang, yang mana ia meminta ingin bersama dengan Bhuddy . Kemudian Chubby mengetahui alasan...