Kecup aku. Beri aku rasamu. Rasa amis dafodil yang disetubuhi madu. Rasa anyir cakrawala yang tangisi belaian tatapmu. Rasanya jadi peninggi gardenia pemuat sihir di sentuh itu. Aku ingin jadi satu denganmu, jadi satu dengan alam mustahil milik para peri itu.
Bawa aku, bawa aku jauh. Bawa diri ini walau itu berarti aku harus pergi dan mati.
[]
Bagiku, cuat suam awan selalu berperisa sedikit darimu, Tuan. Sedikit dari abu fukang ain yang hampir dibara legam Tuan yang lengang turut coret kanvas lukisan Tuhan.
Setiap kulumat jumantara, lontaran otakku melayang-layang menyapa merpati, terjung resapi Bung Matahari, lalu kembali ke pramuda penyinggah hati di malam dan pagi. Selalu kembali padamu, selalu begitu.
"Dei, antar ini ke Motel Om Norms. Mereka adakan pesta pulangnya putra Kepala Desa, pemuda laksmi yang merdesa itu. Ah, jangan lupa kau titip salam untuk Nak Taehyung."
Berusaha semukan patri meraki lagakku sembari menyambar sigap kue-kuean Ibu. Sudah tau. Malah aku lah pelopor nyurukan jikala hari ini tiba. Dan ia benar-benar tiba.
Kim Taehyung namanya. Bila filsafat merajalela, ia ibarat laut yang dicampak. Dimana, anda selalu pasang surut tanpa tahu kata labuhan tetap, sebab anda selamanya disitu. Terjebak dalam jangkaran masa lalu.
Dalam takik ombakan penghantar ingatan. Dijebak dalam politik fotokopi reka yang merekat erat neurosains. Taehyung dijera dalam penjara baki Deiji.
Eunoia tepat dipangkati bagi Tuan Kim Taehyung yang ciptakan puspas renjana Deiji yang kian mengganda. Semuanya tentang Taehyung ialah sabitah unggul.
Jauh, terlihat, namun tak tersentuh. Sebab ia sabitah absolut yang tak layak sama sekali disanding dengan adarusa yang sukanya hanya mencolong tatap tanpa mau kembalikan apa-apa.
Aku rasa aku adarusa pengecut yang maunya terlalu jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
linu si ramu
FanfictionGerimis tawa bergonggong di setiap ketap relungku yang terbujur kelu. Kau melayang aku terdampar.