DIA MENGIKUTIKU PULANG

24 13 4
                                    

Allahuakbar Allahuakbar ....

Jenaka terbangun ketika mendengar suara azan subuh, dia melihat layar ponsel yang masih tersambung dengan WiFi hotel. Jenaka duduk dan diam untuk sementara waktu, dia seperti bertanya-tanya apakah kejadian semalam nyata atau tidak. Jenaka mengedarkan pandangan, tidak ada yang aneh begitu pun di dalam kamar mandi yang semalam dipenuhi air keruh. Jenaka menyimpulkan kalau kejadian mengerikan tadi malam hanyalah mimpi semata. Tak mau berpikir berlebihan, Jenaka segera bangun untuk bersih-bersih dan menyiapkan diri mengingat jam 07.00 acara dimulai.

Tok ... Tok ... Tok ...

Pak Fauzan mengetuk pintu dan memastikan Jenaka sudah siap, "Bapak tunggu di depan, bawa barang-barang kamu sekalian." Karena mereka langsung check out dari hotel, jadi mereka terpaksa menenteng barang bawaan mereka yang tidak terlalu banyak.

Jenaka pun keluar dari kamar dan menenteng semua bawaannya. "Pak, ayo." Jenaka heran melihat pak Fauzan yang terus mengamati kamarnya. Di saat sarapan, pak Fauzan sama sekali tidak bersuara, Jenaka merasa aneh dengan sikap pak Fauzan yang seperti sedang memikirkan sesuatu.

Acara pembukaan selesai pukul 08.30 WIB, dan lomba yang berhubungan dengan materi dilaksanakan dari pukul 09.00 sampai 12.00 WIB. MC mengumumkan nomor undi 13 untuk segera maju ke panggung, tiba saatnya giliran Jenaka untuk presentasi, di depan juri, teman-teman peserta, dan para pendamping, Jenaka mampu mengalahkan rasa gugupnya. Ketika Jenaka memulai presentasinya, dia merasakan hawa panas di samping kanannya, "Jangan lupa senyum." Jenaka mendengar bisikan dari telinga kanannya, tanpa pikir panjang dia segera memulai presentasi, hingga akhir presentasinya berjalan lancar.

•••

"Binar, Jenaka mulai lomba jam berapa?" Seorang pria berdiri di depan pintu kelas, dia berbicara dengan nafas memburu.

"Ngapain lari-lari?" Binar memandang pria dengan name tag 'Dawai Sahbandar' tersebut dari ujung kaki sampai kepala.

"Buruan jawab, Binar Beniiingg." Dawai memanjangkan nama Binar karena Binar tidak langsung menjawab pertanyaannya.

"Harusnya sih udah mulai." Binar menjawab dengan kepala melihat jam dinding di atas papan tulis.

"Oke makasih." Sebelum Binar menoleh ternyata Dawai sudah kembali berlari.

Dawai berlari menuju gereja sekolah, dia mencoba agar tidak telat mengikuti pembelajaran. Sesampainya di gereja, Dawai menyatukan tangannya di depan wajah, dia memejamkan mata dan menundukkan kepala.

"Ya Tuhan, tolong bantu sahabat hamba, jangan biarkan Jenaka kalah ya Tuhan, hamba bosen liat dia nangis tiap kali kalah lomba. Hamba minta bantuan-Mu. Amin."

Begitu setia kawannya Dawai dengan Jenaka, dia bahkan rela terlambat masuk ke kelas. Dawai kembali ke kelas dengan berharap semoga guru belum memasuki kelas, tapi ternyata kekhawatirannya benar terjadi. Gaharu Sahbandar, guru matematika yang juga ayah Dawai sudah berdiri di depan papan tulis.

"Permisi, Pak. Maaf saya terlambat. Boleh saya masuk?" Dawai masih berdiri di depan pintu.

"Sini masuk." Setelah mendengar pak Gaharu berkata demikian, Dawai masuk dan langsung menuju tempat duduknya.

"Saya bilang boleh masuk, bukan duduk." Dawai sangat patuh dengan ayahnya, sehingga dia berdiri cengengesan di sebelah ayahnya dan tidak lupa mencium tangan ayahnya.

DUNIA DI LUAR KEPALA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang