Beberapa hari ini Dawai mengkhawatirkan Jenaka karena terus bertingkah aneh. Di hari libur, Dawai mengajak Jenaka untuk berjalan-jalan, mereka sudah berjanji bertemu di taman kompleks. Sesampainya di taman ternyata Jenaka sudah menunggu Dawai.
“Nih.” Jenaka menyerahkan satu bungkus es krim jagung.
“Makasih.” Dawai duduk sembari membuka bungkus es krimnya.
“Jen, ada hal yang lupa kamu ceritakan ke aku?” Dawai berusaha memancing Jenaka supaya menceritakan hal yang dia rahasiakan.
“Ada.”
“Kita udah janji buat enggak merahasiakan apapun.”
“Aku lupa bilang ke kamu kalau aku bakal ikut lomba LKS tingkat provinsi.” Jenaka bercerita dengan semangat, dia memasang wajah riang gembira, sementara dawai terlihat tidak antusias melihatnya.
“Jen, aku serius. Aku khawatir sama kamu.”
“Khawatir hanya akan menyakitimu dua kali, Da.” Jenaka memudarkan senyumnya, dia menatap Dawai dan membentuk huruf V dengan jari kelingking dan jari tengahnya.
Akhirnya Jenaka menceritakan semua kejadian tidak masuk akal yang dia alami semenjak dia pergi ke Jogja. Tadinya dia ingin memendamnya sendiri, tetapi dia butuh bantuan untuk mengungkap sebenarnya siapa hantu yang mengganggunya.
“Serius?! Enggak bohong?! Dia ada di sini apa enggak sekarang?!” Dawai percaya tidak percaya terus mendengar cerita Jenaka dengan melempar pertanyaan-pertanyaan aneh.
“Karena kamu udah maksa aku buat cerita, jadi kamu harus bantuin aku.”
“Aku ada ide.” Dawai memasang wajah ceria sembari mengangkat tangan.
•••
“Selamat pagi, pak Fauzan. Saya mau mengembalikan buku ini, maaf pak baru saya kembalikan hari ini.” Jenaka menemui pak Fauzan di ruang guru, dia ingin mengembalikan buku catatan yang pak Fauzan pinjamkan ketika berlatih untuk perlombaan. Buku itu ditulis dengan tangan dan sangat tersusun rapi, buku setebal buku paket matematika itu masih memiliki beberapa lembar kosong di bagian belakang.
“Buat kamu saja, kamu kan sebentar lagi akan mengikuti lomba LKS. Lagian bapak mengajar bahasa, jadi buku catatan tentang administrasi perkantoran itu tidak pernah bapak buka.” Pak Fauzan berkata dengan melengkungkan senyum di wajahnya. Pak Fauzan baru setahun mengajar di sekolah Jenaka, satu tahun yang lalu, pak Fauzan adalah guru honorer di salah satu sekolah swasta di Banjarnegara. Kemudian dia berhasil lolos CPNS, sehingga ditugaskan untuk mengajar di sekolah Jenaka.
“Terima kasih pak, kalau begitu saya permisi.” Jenaka segera menjauh dari meja pak Fauzan. Namun Jenaka dipaksa kembali masuk oleh Dawai yang baru saja melangkah di pintu ruang guru.
“Ada apa lagi, Jen?” Pak Fauzan menatap Jenaka bingung.
“Dawai kita ini ngapain?” Jenaka berdiri di belakang Dawai berbisik lirih.
“Ini ide aku.” Dawai menjawab Jenaka hampir tak terdengar suaranya.
Dawai menyampaikan maksud kenapa dia menemui pak Fauzan, ternyata itu karena ide yang dia janjikan untuk menolong sahabatnya. Mereka bertiga pindah ke tempat yang lebih sepi untuk membicarakan rahasia Jenaka.
“Pak, Jenaka ingin meminta bantuan bapak.” Dawai menyampaikan maksudnya dengan membawa nama Jenaka.
“Dawai kamu yakin?” Jenaka bertanya karena tidak begitu yakin kalau pak Fauzan mampu menolongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DI LUAR KEPALA (ON GOING)
TerrorSeorang siswi berprestasi mengalami kejadian menakutkan ketika mengikuti lomba di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Tidak menyangka sosok yang mengganggunya mengikuti hingga kembali ke tanah kelahiran. Semenjak kejadian hari itu, dia menj...