"Bun, hidup berjalan seperti bajingan."
"Iya. Bunda tahu, Jimin."
Tangan bunda mengusap putra sematawayangnya sayang. Jimin menatap helaian hitam bunda yang sudah hampir memutih dimakan usia.
"Jimin nggak mengerti, Bun. Semuanya terlalu berat untuk Jimin. Jimin lelah, mau berhenti."
"Ya sudah berhenti."
Jimin termenung.
"Bunda tahu kamu nggak bakal menyerah demi Jihyung. Kerasmu sama seperti Bunda."
Napas Jimin memacu. Rasa perih mulai menyengat di pangkal hidung beserta pelupuk mata yang mulai berair.
"Peluk, Bunda. Sesak sekali... Jimin sesak."
. . .
"Selamat pagi, Yayah!"
"Pagi, sayang."
Senyum tipis Jimin terulas lalu mengecup pucuk kepala Jihyung.
"Yayah apa kabar?"
"Kabar baik. Jihyung tampan apa kabar?"
"Jihyung sedih, hari ini Papa masih nggak disini. Tapi Jihyung bahagia karena Yayah tetap disisi Jihyung sampai hari ini."
Jimin tersenyum masam. Hatinya sedikit mencelos. Jimin pun menggendong sang buah hati yang disambut pelukan hangat di lehernya.
"I love you, Yayah. Selamat ulang tahun."
"Love you, too. Sangat, Jihyung."
. . .
Selamat pagi, pemirsa. Kabar bahagia datang dari salah satu pemusisi sohor di seluruh dunia. Setelah single terbarunya yang menduduki chart billboard selama tujuh minggu konsekutif, Kim Taehyung resmi menikah dengan tunangan-
Jimin tersenyum kecut. Taehyung sudah memulai lembaran barunya. Sementara ia? Masih terjebak dengan perasaan di masa lalu. Sangat sulit rasanya berjalan di antara sesak.
"Selamat ya, Taehyung."
Ucapnya sambil menatap kosong kain bahan yang sedang ia kerjakan.
"Disaat dunia berpaling dariku, kamu ternyata menemukan bahagiamu. Tanpa aku."
Jimin meremat roda mesin jahit tua itu terlampau erat. Pulau-pulau kecil pada kain terbentuk dari tetesan air. Entah air mata ataupun keringat, tidak ada bedanya.
"Tak seperti katamu dahulu, sayang." Lirih Jimin sambil menahan isakan tangisnya. Walaupun sebenarnya di sana tak ada orang yang akan mendengar, apalagi bersimpati.
Tangannya kembali memutar roda tersebut, melanjutkan pekerjaannya di ruangan sempit berdinding kayu. Tempatnya mencari sumber kehidupan untuknya dan satu satunya alasan ia hidup, Jihyung.
. . .
Tetesan hujan turun perlahan, menyentuh pipi lelaki kecil itu. Buku di genggamannya tak lagi ia buka, menatap ke arah sekeliling area penjemputan. Dimana seharusnya seseorang sudah datang sejak satu jam yang lalu.
"Kalau dulu Papa lupa, Yayah pasti datang. Jihyung yakin Yayah pasti datang. Mungkin hari ini Jihyung harus lebih bersabar." Gumamnya sambil tersenyum manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
[VMIN] ❝Bun, hidup berjalan seperti bajingan.❞ ✔️
أدب الهواةJimin hanya ingin merengkuh bahagianya kembali, tapi mengapa rasanya sesakit ini? Tapi tak apa, Bunda selalu ada disana. Menyayangi Jimin disaat dirinya hancur, menjadi rumah sebenarnya. Tempat dirinya kembali. [Oneshoot] ⚠Bahasa semi-baku dan penuh...